BAB 4 : Energy Drink

2.5K 338 7
                                    

(Selesai Revisi)

***

Tirai cahaya mentari menembus jendela kaca yang terdapat di kamar tidur lantai dua. Kabut pagi masih terlihat di gunung asri di kejauhan menimbulkan hawa dingin yang mengigit tulang.

Di dalam kamar Allen, masih diterangi lampu tidur temaram berwarna oranye hangat yang ia taruh di atas meja nakas.

Felix yang memang alarm tidurnya sekitar jam 6 pagi, akhirnya terbangun dengan mata yang masih lengket, ia merasa lengan kanannya sedikit pegal. Setelah ia sudah benar-benar duduk, ia melihat sofa lebar yang ia jadikan tempat tidur tadi malam. Felix menyugar rambut merahnya dengan jari-jarinya. Ekspresi wajahnya begitu lelah. Ia ingat bahwa tadi malam ia menolak mati-matian untuk tidur di tempat tidur yang sama dengan pamannya dan memilih tidur di sofa.

Bukan karena ia benci dengan Allen, walau memang Felix merasa energinya benar-benar habis saat menghadapi pamannya, tapi bukan berarti Felix membenci pamannya itu.

Itu semua karena Felix terbiasa tidur sendiri sedari kecil, jadi tubuhnya merasa tak nyaman jika ada seseorang di tidur bersamanya. Sayangnya, Allen bukanlah orang yang mudah menyerah mengenai hal-hal yang ia anggap imut seperti keponakan kecilnya, Felix.

Jadi tadi malam, saat Felix sudah tertidur pulas, Allen diam-diam berbaring disamping bocah itu. Untunglah sofa di kamar Allen lumayan lebar dan juga karena Felix masih 11 tahun, menjadikan sofa itu dapat memuat dua orang sekaligus. Felix yang merasa lengannya tertindih beban ketika ia tengah menyelam dalam alam mimpi, perlahan membuka mata dan mendapati Allen sedang berbaring disampingnya. Tak hanya itu, pamannya itu menjadikan lengan kanannya yang lumayan memiliki otot sebagai bantal, pantas saja pagi ini lengannya pegal bagai dihantam batu.

Felix memijat otot bisepnya yang kebas sebentar sembari menatap jam dinding berbentuk buah peach di kamar Allen. Jarum jam pendek berdetak menunjukkan pukul 05.55, ia juga mulai bertanya-tanya dimana sosok paman manisnya itu.

Langkah lebar Felix menuju kamar mandi yang berada dalam kamar Allen, ia menggaruk belakang kepalanya dengan bingung karena ia tak menemukan Allen di manapun. Tapi setelah mendengar suara gaduh di lantai satu, ia yakin jika pamannya pasti telah bangun lebih awal. Jadi Felix memutuskan untuk mencuci muka terlebih dahulu tanpa mandi, agar dapat joging di taman kota nanti.

***

Di dapur rumah, Allen tengah sibuk menyiapkan sarapan untuk semua anggota keluarganya lagi. Sup miso dengan kepala ikan tuna jumbo menjadi pilihan Allen. Ia juga tak lupa menyiapkan berbagai side dish seperti rumput laut dan eggrols.

Jika kalian bertanya dimana Rey dan Leyla, dua pasutri yang sudah berumur itu tengah sibuk juga dengan kegiatan mereka masing-masing. Leyla yang sejak pagi menyirami tanaman di halaman agar bunga-bunga kesukaannya dan Allen tak mati, serta Rey yang sudah rapi dengan jas kerjanya. Sang kepala keluarga itu hanya makan waffle buatan Allen dan segera berangkat bekerja, tanpa menunggu hidangan lainnya datang.

Hari ini, teman Rey meminta pertemuan mendadak. Dari nada suara temannya itu, Rey yakin ada hal darurat yang terjadi di kota.

Jangan tanyakan tentang Freya dan Dieran, karena mereka begadang hingga pagi, jadi setidaknya mereka akan bangun siang nanti. Allen juga tak menyiapkan piring untuk mereka karena ia tau kebiasaan kakak-kakaknya itu.

Meja makan telah penuh dengan hidangan seperti malam kemarin. Tiga cangkir teh chamomile tak lupa Allen siapkan juga untuk dia, Felix, dan ibunya. Sedari tadi wajah Allen yang telah segar karena sudah mandi, menjadi lebih cerah akibat senyuman manis yang selalu menghiasi bibir pink-nya.

"Aku punya adik kecil, kuberi nama Felix~," senandung merdu dari Allen, langsung menyapa telinga Felix saat ia menuruni tangga dengan rambutnya yang sedikit basah akibat mencuci muka.

Becomes the Villain's Uncle Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang