BAB 10 : Toko

1.5K 206 11
                                    

(Selesai Revisi)

*

**

Terik matahari mulai menyengat bumi, beberapa gadis cantik melumuri wajah mereka dengan sunscreen agar leher mereka tak belang nantinya.

Begitu pula dengan Allen dan Luna yang sedang melakukan reapply sunscreen di dalam toko kue milik Allen yang telah rapi, hanya perlu menambahkan kue-kue, maka toko itu siap di buka.

Allen duduk di bangku pelanggan dalam toko yang terlihat aesthetic dengan Luna di seberangnya. Mereka mengobrol tentang berbagai skincare yang murah namun worth it.

Felix? Ia duduk di samping Allen, meminum smoothie lemon dengan tenang. Wajahnya mengkilap seperti cucian piring setelah Allen dengan paksa memakaikan sunscreen pada wajah tampan itu.

Bagai tertampar dan tersandung, Felix yang kecewa karena telah salah menerka toko pamannya, sekarang tengah mengalami trauma karena harus memakai skincare seperti seorang gadis. Ia terus menatap kosong ke jendela seraya menyesap smoothie lemon yang tentunya dibuatkan oleh Allen untuk membujuknya.

Bahkan seekor ngengat yang ingin mendarat di pipi Felix, harus tergelincir jatuh ke lantai dengan merana. Tergeletak tak berdaya, seolah tak percaya ruas-ruas kaki kecilnya tak mampu merekat pada kulit manusia.

"Iya kan? Skincare merk itu tuh mahal, tapi nggak cocok di kulitku. Atau memang kulitku aja yang alergi barang-barang mahal ya?" ujar Allen dengan helaan napas kecewa.

"Keseringan kamu kasih diskonan tuh, makanya kulit kamu nggak cocok sama yang harga sultan," canda Luna diiringi tawa puas.

Di saat suasana begitu harmonis, bel yang terpasang di atas pintu berbunyi, menandakan ada seseorang yang membuka pintu toko. Pria tampan dengan rambut pirang masuk, tangannya membawa dua kardus besar yang terlihat berat.

Mata madunya langsung terarah pada ketiga manusia yang tengah menatap kearahnya. Senyum simpul terukir di bibir pria itu, perlahan ia berjalan menghampiri mereka.

"Wihh, Ryan! Bawa apa nihh?" tanya Luna tengil, dua kardus yang di taruh Ryan pada meja, telah ia buka-buka dengan penasaran.

"Itu buat Allen ya, jangan di ambil," sahut Ryan tenang. Ia tersenyum pada Allen seraya melirik pada Felix yang tengah menatap jendela dengan cuek.

"Makasih ya Ryan, itu vas sama pigura-pigura hiasan kan?" ungkao Allen dengan senyum penuh terima kasih. Pelukan ia berikan pada sahabatnya itu.

"Sipp... ngomong-ngomong, ini ponakan kamu? Yakin kamu nggak culik anak orang Al?" canda Ryan, ia membalas pelukan Allen lebih erat.

Namun, saat mendengar candaan Ryan, Allen seketika melepaskan pelukan mereka dan menendang tulang kering pria itu hingga sang empu mengaduh kesakitan.

Allen kembali duduk di samping Felix dan menangkup pipi bocah itu, mengarahkan wajah tampan Felix kepada Ryan, lantas berkata dengan bangga, "memang nggak mirip? Sama-sama ganteng begini."

Ryan yang masih mengusap lembut tulang keringnya, menatap Luna yang juga tengah menatapnya. Mereka berdua berkata dengan kompak, "Gak... ."

Side eyes seketika Allen berikan pada kedua makhluk menyebalkan yang berstatus sebagai temannya. Namun, Allen sudah lelah merajuk hari ini, jadi ia hanya menghela napas dan merebut minuman Felix, menghabiskannya hingga tak tersisa.

Felix yang malang, anak itu hanya bisa tersenyum dingin dengan sedotan yang masih tertinggal di bibirnya.

***

Semua persiapan untuk perayaan pembukaan toko kue Allen akhirnya selesai. Kue-kue dalam chiller sudah mereka list, sehingga besok tinggal menaruhnya di showcase. Allen, Felix, Ryan, dan Luna pun telah sampai di rumah mereka masing-masing.

Sesampainya di rumah, Allen dan Felix bukannya di sambut oleh senyum hangat Rey dan Leyla, mereka malah menemukan sebuah note di meja makan dari Leyla. Note itu menyatakan bahwa mereka berdua sudah berangkat ke rumah teman Rey tadi.

Sebuah amplop cokelat berisi setumpuk uang ratusan juga tergeletak di sebelah note kuning yang tengah Allen pegang. Rey menepati janjinya untuk memberi Allen uang tambahan, namun Allen langsung meremas note itu dan membuangnya ke tempat sampah.

Felix yang melihat hal itu dari ruang tamu, berpura-pura tak menyadarinya dan terus menonton tv, agar pamannya itu tak menangis. Ia juga tetap diam saat Allen berjalan ke arahnya dan duduk disampingnya.

"Felix, nanti malem mau nonton film sama om?" tanya Allen dengan nada lembut seperti biasa, namun kali ini terdengar sedikit lelah dan sedih.

"Oke, om mau nonton film apa?" jawab Felix tanpa ragu seraya menatap Allen dengan tenang. Ia merasa tak nyaman saat mendengar pamannya yang biasanya ceria, sekarang terdengar sedih. Karena itulah, sebagai keponakan yang baik, ia akan menemani Allen.

"Terserah deh... om buat cemilan aja, kamu yang milih filmnya," usul Allen penuh pertimbangan. Ia rasa ia suka semua genre film. Jari-jemarinya memainkan rambut putih panjang yang telah ia gerai.

"Kalau begitu, film horor aja," putus Felix dengan lugas. Tombol di remote yang digenggam oleh tangan kuat itu, ditekan berkali-kali untuk memilih film di Netflix.

Akan tetapi, wajah Allen yang tadinya seputih porselen, kini menjadi lebih putih pucat mendengar pilihan Felix. Namun demi keponakannya, ia tersenyum paksa dan berkata dengan nada manis, "B-begitu... horee! Nanti kita nonton bareng pasti seru!"

Felix yang melihat perubahan di wajah pamannya, menaikkan alis dengan seringai kecil. Ia yakin pamannya ini pasti takut, terlihat begitu jelas dari ekspresinya.

Senyum manis yang tak pernah Felix tunjukkan sebelumnya, menghiasi bibir tebal itu saat ia menatap Allen.

"Iya om, tenang saja... nggak serem kok," ucapnya menenangkan. Berbanding terbalik dengan jarinya yang menekan tombol save pada film paling horor dari semua film yang pernah ia tonton, sebagai persiapan nanti malam... Felix sudah tak sabar.

Akibat senyuman dan kata-kata lembut Felix yang jarang sekali Allen dengar, akhirnya pria itu bisa tenang. Tak awas dengan hal yang menunggunya nanti malam. Pada akhirnya ia malah mengajak Felix untuk memilih ekstrakulikuler di sekolah sebelum mendaftar saat masuk nanti.

Felix dengan patuh mendekatkan duduknya dengan Allen, menatap layar ponsel Allen yang menampilkan berbagai ekstrakulikuler menarik di SMP ARUNIKA. Dagu tegas itu bertopang pada bahu Allen untuk menyamankan posisi.

Tadinya Felix ingin memilih boxing, sayangnya tak ada ekstrakulikuler boxing dalam list itu. Allen juga melarangnya mentah-mentah. Tak ingin keponakan kesayangannya menjadi biru-ungu karena dihajar musuh. Padahal mungkin yang terjadi adalah sebaliknya, musuh Felix yang menjadi babak belur tak berbentuk jika berhadapan dengan Felix.

"Ini saja ya Felix? Basket sama voli kan keren," cetus Allen bersemangat saat melihat foto-foto keren anak-anak basket dan voli dalam website.

"Hmm... oke, nanti Felix ikut basket saja. Voli bikin bosan," balas Felix santai dengan menguap.

Punggung lebarnya ia sandarkan ke sofa, matanya perlahan menjadi berat. Tanpa sadar ia tertidur tanpa bisa mendengar apa yang Allen terus bicarakan kedepannya. Ia mengantuk setengah mati, acara televisi bagai lagu tidur untuknya menuju alam mimpi.

***

Guys, doakan Allen agar dia tetap baik-baik saja🥲

Btw, votenya ayangkuhhh

Bye-bye~♡

Becomes the Villain's Uncle Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang