(2) Beliung dan Taufan

336 38 44
                                    

Kemarin saya naik motor, terus nemu polisi tidur. Saya selimutin polisinya biar gak kedinginan. /lagi ngejokes bapak bapak

🌀

Mumpung alur nya lagi lancar di kepala, jadi update nya cepat. 👍 Anyway, kalian nemu cerita ini dari mana, nih? Aku jadi pengen tau.

🌀

Meski saat ini sedang musim kemarau, tetapi adakalanya ada satu hari di mana hujan berlangsung.

Seperti malam ini. Tampak atmosfer dihiasi sekumpulan awan gelap yang menjatuhkan tetesan air berjumlah tak terhingga ke bumi. Menjadikan kebanyakan orang memilih berkelana ke alam mimpi mereka lebih awal seraya menikmati kehangatan selimut.

Namun, sepertinya si kembar bermata biru safir ini belum terserang kantuk sehingga mereka masih terbangun. Yah, tidak masalah. Toh, masih setengah sembilan malam.

"Hujan-hujan gini enaknya makan seblak, gak, sih?" celetuk Beliung memecah hening di antara keduanya. Tangannya sibuk memainkan rambut lebat saudaranya. Netranya melirik hujan di luar sana. "Apalagi minumnya juga yang anget-anget. Beuh … nikmat tiada tanding."

"Nah, bener," sahut Taufan yang tidak mengalihkan fokus dari mainan buaya di tangannya. Ia tidak duduk di sofa seperti kembarannya, melainkan di lantai.

Sebenarnya mainan buaya di tangannya itu milik Beliung. Sedangkan miliknya sendiri hilang. Dan sebagai kakak yang baik, Beliung rela berbagi mainan miliknya dengan Taufan.

"Kalo mau seblak mah nanti aja, kencurnya gak ada." Taufan kembali bersuara.

"Iya, sih."

"Tapi kalo aku sih malah ingat pas kamu nyungsep ke selokan belakang vila pas liburan dulu," lanjut Taufan.

"Heh! Malu, woi!" Beliung refleks mencekik Taufan.

"Aduh! Aku gak bisa napas!" Mainan buaya di tangan Taufan terjatuh.

Setelah melepas cekikan, Beliung menggerakkan kedua sudut bibirnya ke bawah sambil menggembungkan pipinya, lalu mengalihkan pandangan ke sisi lain. Jika diingat lagi, kejadian itu benar-benar membuatnya malu karena sampai menangis sembari dilihat kedua adiknya.

Taufan ikut duduk di sofa. Jari-jarinya bergerak di bawah dagu Beliung seolah tengah menggaruknya. Beliung kalau sudah begini memang membuatnya gemas.

"Ututututu, bayi gedeku ngambek," godanya seakan tengah bercanda dengan bayi. Dan hal itu meningkatkan kadar kekesalan Beliung.

Beberapa menit berikutnya, Taufan menghentikan aksi menggoda kembarannya. Tetapi senyumannya masih bertahan.

"Mau mi?" tawarnya dengan mata lebih berbinar.

"Mau! :(" Beliung langsung menoleh padanya.

Astaga. Ekspresi Beliung yang seperti anak kecil benar-benar membuat Taufan sakit perut mendadak akibat menahan tawa.

"Ya udah, ayo ke dapur."

Karena nama Beliung tertulis dalam daftar hitam dapur, maka ia tidak ikut membantu merebus mi dan hanya berdiri di belakang Taufan.

"Pake makaroni!" pintanya.

"Iya, tau. Kamu jangan berdiri di belakang aku, dong. Duduk sana di kursi." Taufan meraih satu plastik makaroni kuning. Makaroni itu sebenarnya sisa dari mereka membuat seblak tiga minggu lalu.

"Gak mau, mau lihat."

Kesabaran Taufan mendadak surut. Setelah menghela napas, ia meraih panci khusus merebus mi yang tergantung tidak jauh dari rak.

𝐒𝐀𝐏𝐏𝐇𝐈𝐑𝐄 𝐁𝐋𝐔𝐄 𝐒𝐈𝐁𝐋𝐈𝐍𝐆𝐒Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang