"Udah mau magrib nih Af... Kamu nggak mau pulang?" Annisa bertanya. Matanya melirik jam dinding yang tergantung di atas sana.
Pukul 17:40 WIB, dan dia masih di perpustakaan dengan buku Ensiklopedia Islam Turky di tangan.
"Kamu mau pulang duluan?" Afwah balik bertanya. "Kalo mau pulang sok pulang aja duluan. Aku masih mau baca ini." Afwah berkata namun matanya tetap tertuju pada novel religi di depannya.
"Tapi aku mau bawa pulang buku ini. Boleh nggak ya? "
"Boleh. Tinggal ke meja depan aja. Bilang sama penjaga perpusnya. Biasanya kan yang jagain Ning Aisyah."
Senyum Annisa langsung mengembang begitu mendengar bahwa Ning Aisyah yang menjaga perpus. Ia teringat betapa ramah dan baiknya wanita cantik itu.
***
"Eh, ngapain kamu kesini? Mau caper? Mau tebar pesona iya? " Aisyah menarik lelaki berkemeja biru itu keluar. Wajahnya seketika berubah garang dihadapan laki-laki itu.
"Ahh... Kasar banget sama adek sendiri juga..." Uwais memprotes. "Cuma pengen liat liat doang emang nggak boleh? "
"Ya nggak boleh. Ini kan kawasan putri, emang di putra nggak ada perpustakaan?!"
"Yah... Bosen! Ngga bisa cuci mata." Uwais tertawa singkat. Senyumnya selebar pelangi ketika melihat wajah sang kakak berubah menjadi sangar. Sesangar singa yang hendak menerkam mangsanya.
Aisyah melotot tajam. "Cuci mata-cuci mata, enak aja kamu ya! Nggak ada yang namanya cuci mata-cuci mata-an! Mau cuci mata, sini aku cuci mata kamu pake detergen! "
Bukannya takut dengan omelan kakaknya itu, Uwais malah tertawa singkat. "Kalem lah Mba. Timbang cuci mata doang..." Uwais menjeda kalimatnya. Matanya menerawang kedalam. Mencoba melihat keadaan didalam perpustakaan.
"Heh, ngapain kamu gitu-gitu?" Aisyah membelai kasar wajah Uwais. "Nggak usah sok ngintip-ngintip deh... Biar sakit tuh mata, kebanyakan maksiat!"
Wajah Uwais berubah memelas. "Kok ngomongnya gitu Mba? Ucapan itu doa loh... Mba doain Uwais biar sakit mata? Nanati aku ngga ganteng lagi, gimana?"
"Ya abis kamu ngapain sih kesini-kesini? Liat tuh... Banyak yang liatin kan..." Aisyah menunjuk segerombolan anak perempuan yang berbisik-bisik pelan di teras depan perpustakaan.
Uwais melirik kesana sekilas. Tidak tertarik, Ia menatap wajah kakaknya dengan tampang serius. "Mau tanya sesuatu sama Mba. Penting nih. ." Uwais berkata dengan sedikit berbisik. Tubuhnya menunduk dan Bibirnya di dekatkan pada telinga Aisyah yang lebih pendek darinya.
"Apaan?!" Aisyah menjawab masih dengan nada ketusnya.
"Cewek yang waktu itu baca Al-Kahfi di masjid ada disini ngga Mba? Uwais kangen..." Uwais menegakkan lagi badannya. Ada kekehan kecil yang terdengar di ujung kalimatnya.
Aisyah melirik tajam adiknya. "Apaan sih nyariin dia. Dia juga ogah kali sama kamu." Aisyah melirik arloji di pergelangan tangan kirinya. "Udah mau maghrib. Ke masjid sana! Adzan, syukur-syukur imamin shalat. Jangan ngurusinnya masalah cewek mulu," Aisyah mencibir.
Wanita itu membalikkan tubuhnya dan terpaku di tempat. Agak terkejut dengan apa yang baru dilihatnya. Sedangkan Uwais yang masih berdiri di belakangnya memasang ekspresi yang berbanding terbalik dengan Kakaknya. Lelaki itu tersenyum lebar.
"Assalamualaikum, Ning" gadis di hadapan Aisyah menyapa dengan sopan.
"Eh, waalaikumsalam" Aisyah menjawab agak kaku. Ia berusaha membuat ekspresinya sewajar mungkin. Padahal dalam hati ia menjerit "kenapa ada di sini sih lo? Kan jadi bahagia tuh Uwais." Aisyah melirik Uwais sekilas, lalu kembali menatap perempuan di depannya. "Ada apa Annisa?"

KAMU SEDANG MEMBACA
Gadis Kahfi
Dla nastolatków"Diantara miliyaran manusia di dunia ini, aku tahu Tuhan mempertemukan kita bukan tanpa alasan" Uwais Al-Qorni, seorang lelaki tampan pujaan kaum hawa. Hampir seluruh perempuan yang mengenalnya rela bertekuk lutut di hadapannya demi mendapat perhati...