"Mana hadiahnya!" teriak Uwais saat melihat Aisyah berjalan menuju masjid putri. Saat ini lelaki tampan itu sedang berdiri bersandar di samping gerbang masjid putra.
Aisyah yang mendengar teriakan adiknya langsung membelokkan arah. Ia menghampiri Uwais yang kini terlihat tersenyum miring. "Belum tentu juga kamu menang," sanggah Aisyah.
"Aku emang selalu menang Mba, akui saja." ujarnya.
"Ih... Kesel! Jangan kepedean deh. Bisa aja kan Annisa itu cuma sekedar tahu aja sama kamu, tapi nggak suka sama kamu." Aisyah mencubit lengan Uwais dengan gemas.
Bukannya kesakitan, Uwais malah tertawa. "Iya, iya. Kita lihat aja nanti. Aku pastikan bahwa ucapan aku bener."
Aisyah mendengus sebal. "Ya udah Mba tadarus dulu, sekalian memastikan sama Annisa."
"Silahkan!"
Dengan perasaan kesal pada adiknya yang sok kecakepan dan kepedean itu, Aisyah berjalan memasuki arena masjid putri. Di dalam sana sudah ada santriwati yang menunggunya. Termasuk juga Annisa dan keempat teman sekamarnya. Lima gadis itu memang nampak tak terpisahkan.
"Assalamualaikum,"
"Waalaikumussalam, Ning." jawab kelima gadis itu serempak.
"Lagi ngobrolin apa sih, kayaknya seru banget..." ujar Aisyah sembari duduk di samping Annisa.
"Itu loh ning, ustadz Rifki Bachtiar, katanya mau nikah beberapa bulan lagi." ujar Afwah
"Oh, iya bener katanya begitu. Emang kenapa?" tanya Aisha, masih belum mengerti.
"Ini si Azizah patah hati karena itu. Dia kan fans berat ustadz Rifki." Afwah memberi informasi.
Azizah hanya bisa tertunduk malu dihadapan Ning-nya. Ya, dia memang kagum pada ustadz muda dan berparas tampan yang kabarnya akan segera menikah itu.
"Oh, gitu... Maklum aja lah, yang patah hati karena ustadz Rifki mau nikah itu banyak, bukan cuma Azizah doang. Ustadz Rifki emang selalu jadi primadona dikalangan santri." jelas Aisyah.
"Lah, kalo gus Uwais kapan nikahnya Ning?" kali ini Syifa yang melempar pertanyaan, membahas manusia lain.
"Uwais mah masih lama. Dia mau ngabdi di pesantren ini dulu sebelum nikah. Entah apa maksudnya. Apa setelah nikah bakal tinggal diluar pesantren atau gimana, saya tidak mengerti."
"Gus udah punya calon ya Ning?" celetuk Syifa. "Biasanya kan kalo Ning atau Gus itu suka dijodohin dengan sesama Ning dan Gus. Apa Gus Uwais juga bakal dijodohin?"
Pertanyaan itu membuat Aisyah melirik pada Annisa yang duduk disampingnya. Apa gadis itu tidak merasa bahwa dirinya di incar oleh most wanted pesantren?
"Kalo Umi nggak kayak orangtua yang lain. Umi lebih suka anaknya milih sendiri. Kayak saya. Menikah dengan Ahmad itu bukan keinginan Umi. Tapi keinginan saya. Karena Ahmad juga kebetulan menginginkan saya dan sempat menyinggung masalah ta'aruf dua bulan sebelum pernikahan. Selama pilihan saya dianggap benar dan baik, Umi dan Abi akan selalu menyetujui. Mungkin Uwais juga bakal begitu."
Penjelasan Aisyah membuat kelima gadis itu ber-oh.
"Kalo kamu, Nis. Udah tahu kayak gimana Uwais?" pelan, Aisyah bertanya. Ia ingin memastikan apakah benar Annisa sudah mengenal Uwais.
Annisa terdiam sejenak, seolah berfikir. "Belum, Ning." jawabnya datar. Seakan tak peduli pada lelaki tampan itu.
"Loh, yang waktu di dapur itu?" karena saat di dapur kemarin, Aisyah bertanya pada Annisa, siapa lelaki yang duduk didekatnya saat itu dan Annisa menjawab bahwa dialah gus Uwais.

KAMU SEDANG MEMBACA
Gadis Kahfi
Fiksi Remaja"Diantara miliyaran manusia di dunia ini, aku tahu Tuhan mempertemukan kita bukan tanpa alasan" Uwais Al-Qorni, seorang lelaki tampan pujaan kaum hawa. Hampir seluruh perempuan yang mengenalnya rela bertekuk lutut di hadapannya demi mendapat perhati...