2. Soon You'll Get Better

157 6 0
                                    

"Lo beneran gapapa gue tinggal kerja?" Tasya tak tega meninggalkan Skylar pukul enam pagi.

Tasya menunggu perawat selesai mengambil darah, disuntik obat, mengecek tensi hingga mengukur suhu tubuh Skylar sebelum berangkat bekerja. Pagi buta Tasya sudah mandi dan tampil rapih menggunakan blouse.

"Gak apa-apa. Gue baik-baik aja. Bahkan gue masih sanggup salto kalau lo mau. Lo bisa pergi kerja dengan tenang, Sya." Skylar berusaha meyakinkan sahabatnya.

"Makasih banyak, Sus," ujar Tasya setelah suster selesai melakukan pemeriksaan rutin.

"Kalau sarapannya datang, lo bisa kan makan sendiri?" Tasya masih tidak tenang.

"Gue bukan anak kecil lagi, Sya. Sudah, lo gak usah khawatir." Skylar gemas dengan Tasya yang masih saja ragu untuk pergi bekerja.

"Kalau ada apa-apa, lo tau kan dimana tombol buat panggil suster. Kalau mau ke kamar mandi, hati-hati jangan sampai darah naik ke selang infus. Kalau sarapan datang, habisin makanannya. Kalau ada apa-apa, telepon gue," pesan Tasya.

"Iya Tasya," jawab Skylar tanpa bantahan.

Tasya berpamitan pergi bekerja dan dengan berat hati meninggalkan Skylar sendirian di dalam ruang inap. Masalahnya ruang inap yang Skylar gunakan adalah VIP, dimana tak ada orang lain bersama Skylar selain Tasya. Hal itu yang menjadi kekhawatiran Tasya untuk meninggalkan Skylar sendirian selama dirawat.

Alvian melakukan kunjungan pagi ke bangsal sebelum memulai jam praktiknya. Sebagai dokter spesialis, sudah sewajarnya Alvian menangani Skylar yang terjangkit demam berdarah.

"Selamat pagi," sapa Alvian begitu masuk ke dalam ruang inap Skylar.

"Pagi," balas Skylar seraya berusaha membuka botol minumnya.

Menyadari Skylar sedang kesulitan, Alvian merebut botol tersebut dan membantu Alvian untuk membukanya.

"Thank's," ujar Skylar canggung saat menerima botol dari tangan Alvian.

Tak sendiri, Alvian melakukan kunjungan bersama seorang perawat.

"Gimana keadaannya hari ini, Pak?" tanya Alvian formal.

Skylar merasa geli sendiri mendengar sebutan dari Alvian untuknya. Meskipun ini adalah hal formal, tetap saja terdengar menggelikan di telinga Skylar. Terlebih lagi Skylar sudah lama mengetahui sosok Alvian.

"Panggil aja Skylar."

Alvian sedikit terkejut mendengar logat bicara Skylar yang tak terdengar aksen british sedikit pun. Rupanya Skylar fasih seratus persen berbahasa Indonesia.

"Sesuai dugaan, hari ini hasil trombositnya mulai turun. Jangan lupa banyak minum supaya cepat naik, Skylar."

"Kapan boleh pulang, Dok?"

"Jika hasil trombosit sudah naik dua kali secara berturut-turut, baru boleh pulang."

Sklyar mengangguk paham. "Terima kasih, Dokter."

"Eum, sendirian?" tanya Alvian pelan dan penuh keraguan. Ternyata Skylar masih bisa mendengar jelas pertanyaan Alvian karena suasana ruangan sunyi.

"Maksudnya Tasya?" tanya balik Skylar.

Alvian mengangguk kaku.

"Tasya pergi kerja jam enam tadi."

"Sepagi itu?"

Skylar menatap Alvian, pura-pura kebingungan. "Dokter kenal Tasya?" pancingnya.

Alvian mendadak menjadi salah tingkah sendiri. "Kami pernah satu kampus."

Pesona MantanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang