Kini hanya tersisa Tasya dan Skylar sana di ruang inap. Skylar mengambil buah apel dan mengupasnya untuk menghilangkan rasa jenuh.
"Lo ngambil koper di rumah gak ketahuan sama Bunda'kan?"
"Bunda masih di London."
"Jangan bilang ke Bunda tentang kejadian ini, ya? Please. Kalau Bunda tahu, bisa-bisa gue diseret berobat ke Singapura sekarang juga, atau lebih jauh lagi. Lo gak ingat gue diare aja berobat ke Singapura? Lo sih, kemarin beruntung karena gue berhasil nahan Bunda enggak pulang ke Jakarta."
"Bunda juga serius banget mau jodohin gue sama Kevin. Kalau pun bukan sama Kevin, pasti Bunda gak berhenti buat cariin jodoh. Gue sudah bilang ke Bunda kalau gue gak akan nikah kalau berhasil hidup mandiri selama satu tahun ini," sambung Tasya.
Skylar menyuapkan apel yang sudah dikupas ke mulut Tasya supaya berhenti bicara. Tanpa Tasya jelaskan pun, Skylar juga sudah tahu. Tasya dan Skylar tumbuh dewasa dalam lingkup yang sudah membiasakan perjodohan sejak lahir. Alasan utamanya adalah demi keberlangsungan kerja sama antar kedua perusahaan besar.
Di lingkungan mereka tumbuh, termasuk jarang orang yang menikah dari kalangan sederhana. Bahkan bisa dihitung oleh jari. Lingkungan ini memberitahu bahwa jodoh ditangan latar belakang dan orang tua, bukan di tangan takdir. Ini adalah garis yang sudah ditentukan sebelum lahir.
"Alvian itu yang bikin lo mengurung diri selama berhari-hari? Orang yang bikin lo mangkrak dari sidang lo?"
Tasya menjawabnya dengan anggukan kepala karena mulutnya dipenuhi oleh apel.
"Sebenarnya bukan salah Alvian, sih. Gue yang mutusin Alvian karena takut Alvian duluan mutusin gue. Padahal Alvian gak berniat mutusin gue waktu itu."
"Sudah ketebak," simpul Skylar sejak pertama kali melihat sorot mata Alvian pada adiknya.
"Lo sendiri gimana? Bunda juga sudah pilihin lo jodoh, bukan?" Tasya menyenggol Skylar.
"Ada. Tapi belum ketemu. Gue sibuk, dia juga sibuk."
"Terus tadi kantor apa? Jangan-jangan lo sama Bunda sudah bikin kesepakatan baru yang enggak gue ketahui."
"Berisik lo. Makan aja apelnya."
***
Masih ada waktu sebelum jam pulang sekolah Arkana, Alvian memilih untuk berbelanja bahan makanan sebelum pulang ke apartemen. Tak langsung ke apartemen miliknya, justru Alvian mampir ke apartemen tetangga terlebih dahulu.
"Kira-kira hal apa yang bikin Tasya bertekad keluar rumah sampai rela ninggalin semua fasilitasnya? Mau hidup mandiri gak cukup jadi alasan." Alvian masih bertanya-tanya hingga hari ini.
Alvian mengisi persediaan makanan di kulkas Tasya, mulai dari minuman, makanan ringan hingga makanan berat. Tak hanya itu, Alvian juga membersihkan serta merapihkan seluruh isi apartemen Tasya.
Selesai beres-beres dan memasak, Alvian mulai mencari barang-barang titipan Tasya. Perhatian Alvian teralihkan saat melihat benda berkilau di dalam laci yang sangat Alvian kenali. Tak salah lagi, ini adalah kalung berlian pemberian Alvian lima tahun yang lalu.
Hati Alvian terenyuh saat mengetahui bahwa Tasya menghargai pemberiannya. Sebab Alvian tahu bahwa Tasya bisa membeli barang seperti ini yang berpuluh-puluh kali lipat harganya.
Tanpa Alvian sadari, Alvian terus tersenyum sepanjang perjalanan menuju sekolah Arkana.
***
"Mami Tasya!" seru Arkana saat berlari masuk ke dalam ruang inap.
"Arkana jangan teriak-teriak! Ini rumah sakit," larang Alvian.
Skylar tercengang mendengar panggilan yang Arkana sematkan kepada adiknya. Skylar melayangkan tatapan meminta penjelasan pada adiknya. Sepertinya Skylar telah melewati bagian cerita yang penting.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pesona Mantan
RomanceAlvian Venotera seorang dokter muda genius yang telah memiliki seorang anak laki-laki. Kehidupan Alvian mulai berubah saat anaknya menginginkan Tasya, mantan kekasih Alvian, untuk menjadi ibu sambungnya. Tasya Natasha melarikan diri dari perjodohan...