♤29 end

655 41 7
                                    

Hari ini karina diminta untuk mendatangi persidangan. Setelah tiga minggu lalu dimintai keterangan dikantor polisi kini ia sudah duduk didalam ruangan yang penuh penentuan.

Karina hanya diam dengan wajah datar tak menampilkan ekspresi apapun.

Ia hanya akan membuka mulut jika ditanya selebihnya hanya diam mendengarkan.

"Dengan begitu, terdakwa eric lee akan dijatuhi hukuman 60 tahun penjara dan terdakwa jarvis akan dijatuhi hukuman 40 tahun penjara"

TOK TOK TOK.

Keputusan akhir persidangan membuat karina menelan ludah pahit.

Matanya melirik kearah bangku terdakwa yang diisi oleh papanya.

Hatinya teriris kala mata mereka bersinggungan. Papanya menatap karina penuh penyesalan.

Sedang karina hanya menatap datar walau dibalik itu ia pun terpukul.

Karina dikawal untuk keluar ruangan namun tertahan kala papa karina membuat sedikit keributan.

"2 menit. Saya mohon biarkan saya berbicara sebentar"

Akhirnya dengan dikawal ketat jarvis dipertemukan dengan karina yang masih mematung ditempatnya.

Dengan jarak kurang lebih dua meter jarvis memandang sendu kearah putri satu satunya itu.

Matanya menyusuri wajah karina yang tanpa dia sadari sudah beranjak dewasa.

Kemana saja dirinya selama ini? Padahal mereka tinggal bersama tapi ia bahkan tak pernah tahu perkembangan putrinya sendiri.

Mata papanya yang berkaca membuat karina kembali meneguk ludah pahit yang terasa mencekik lehernya.

Ketika jarvis sudah ditarik untuk kembali dirinya tak dapat menolak. Dengan air mata ia hanya mampu berteriak sampai matanya tak lagi dapat memandang wajah karina.

"Karina! Maafin papa! Maafin papa sayang! Anak papa!"

Karina hanya menatap kosong tempat dimana papanya terakhir kali berdiri.

Winter yang menemani beserta taeyon mamanya, jeno sekeluarga dan juga jaemin, haechan dan renjun ikut merasakan sedih.

Winter berlari memeluk karina yang seperti patung hidup saat ketika mereka keluar dari ruang persidangan.

Bukan hanya winter, mama winter dan bunda jeno pun ikut menangis menyayangkan kenapa seberat itu beban yang dipikul karina.

Jeno bahkan merasa sangat terenyuh menatap wajah pucat karina.

Mereka menuntun karina untuk kembali pulang agar gadis itu istirahat dan menenangkan diri.

♤♤♤

Belum sampai dua jam mereka meninggalkan ruang sidang. Winter sudah kembali menangis sesenggukkan dipelukan mamanya merasakan beratnya kabar ini.

Dari pihak rumah sakit jiwa menelpon ke ponsel karina yang dipegang oleh winter, memberi kabar bahwa pasien bernama ibu liona meninggal dunia karena sakit yang memang dideritanya selama setahun belakangan ini.

Kabar duka itu sudah seperti petir di siang hari bolong. Mereka bingung bagaimana cara memberi tahu pada karina.

Sementara mereka baru saja selesai dari persidangan yang juga meninggalkan luka untuk gadis itu.

"Gimana ini? Aku gak bisa ngasih tau karina. Aku gak tega" ujar winter.

"Tenang. Kita rahasiakan dulu sementara dari karina. Karena ini terlalu nggak memungkin kan kita ngasih tau mamanya udah gak ada" kata mama winter.

Jeno yang baru saja tiba karena pesan yang dikirim winter menatap keduanya dengan tubuh bergetar.

"Gimana? Karina gak papa?"

Winter menggeleng.

"Dia belum dikasih tau. Kita harus apa jen?"

"Diam. Jangan bilang apa pun soal ini. Karina lagi gak baik baik aja sekarang"

"Oke. Kita rahasia-"

Tubuh winter menegang kala menatap karina yang melangkah pelan dibalik tubuh jeno.

Jeno yang notice hal tersebut ikut menolehkan kepala. Matanya melebar mendapati karina dibelakangnya dengan wajah sudah dipenuhi air mata.

Jeno segera berbalik berusaha merengkuh bahu bergetar karina. Namun karina terus berjalan mundur lalu jatuh terduduk sambil berteriak menutup kedua telinganya.

Jeno segera berlari memeluk karina diikuti winter dan mamanya yang ikut menenangkan karina yang histeris.

Sampai tiba tiba tangisan karina memelan diikuti tubuhnya yang lunglai.

Karina tak sadarkan diri.

♤♤♤

Disinilah mereka berada sekarang.

Semua hadir, dari keluarga jaemin, keluarga renjun, keluarga haechan, keluarga jeno pun winter beserta mamanya dan teman teman sekolah dan para guru ikut menghadiri pemakaman mama karina.

Karina duduk dikursi roda. Gadis itu tak sanggup menopang tubuhnya yang lemas.

Wajah pucat karina sudah basah air mata menatap kosong nisan bertulis liona dihadapannya.

Kenapa seberat ini? Harusnya karina merasa terbiasa untuk hidup sendiri. Tapi tetap saja terasa berat dan sakit.

Untuk bernafas saja rasanya sesak. Karina hanyalah gadis SMA yang harusnya menikmati bagaimana bersenang senang dengan teman, sibuk mengerjakan pr, menikmati bagaimana ketika kelas sedang jamkos, kesal dengan bapak kepsek yang terlalu lama berpidato di hari senin yang terik.

Tapi karina tak merasakan hal itu. Ia hanya akan patuh dan diam melewati semuanya.

Hidupnya terlalu berliku dan penuh beban membuatnya tak sempat memikirkan hal hal kecil yang seharusnya dilakukan anak seusianya.

Yang ada dipikiran karina sekarang hanyalah kapan ini semua akan usai?

Karina terlalu lelah.

Ia hanya ingin tenang, bahagia dan beristirahat dengan nyaman.

Karina rasanya tak sanggup untuk membuka mata melihat hari esok.

Terlalu menakutkan untuknya.

Karina mendongak menatap langit biru diatasnya. Berharap ia bisa terbang jauh dari semua kepenatan yang ada.





End.









Yeay! End guys muehehehe.

Endingnya gak sesuai ekspetasi ya? Hehe maaf.

Tapi aku ucapin banyak terima kasih buat yang baca dan yang ngevote bahkan komen dicerita amatir ini.

Terharu aku tuh.

Btw sampai sini dulu yaa. Mungkin akan ada ekstra chapter tapi satu chapter aja😁

Thank you guys💚💚💚







WITH YOU | JENO X KARINA✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang