Keraskan Hati

401 66 23
                                    

Kalian bisa baca cerita ini sambil dengerin lagu "sorai" atau "sampai jadi debu"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kalian bisa baca cerita ini sambil dengerin lagu "sorai" atau "sampai jadi debu".
__00__

Saat mama berkata akan mengundang Asa untuk makan malam bersama di rumah, Arian merasa sangat senang. Ia bahkan ikut serta dalam menyiapkan beberapa lauk yang akan mereka santap.

Akhirnya, setelah sekian lama mereka akan kembali berada di satu meja yang sama. Menghabiskan makan malam meskipun dengan suasana canggung yang menyapa. Namun, paling tidak ia bisa merasakan lagi suasana rumah yang utuh, walaupun tidak sehangat rumah yang lainnya. Terlebih akan ada Gibran yang pasti selalu melayangkan tatapan tak suka pada dirinya dan mama. Tetapi apa pedulinya? Asalkan ada celotehan dari Asa, Arian merasa semuanya akan baik-baik saja. Ya, sesayang itu Arian pada adik satu-satunya meskipun mereka lahir dari rahim yang berbeda.

"Dimakan semua, ya." Arian tersenyum tipis ketika ikan badut peliharaannya mulai memakan pelet yang ia berikan. Ikan yang ia minta dari ayah untuk dijadikan teman bicara saat di rumah tidak ada siapa-siapa. Ikan yang selalu setia mendengarkan isi hatinya di saat orang-orang merasa enggan untuk mendengar kalimat yang akan ia utarakan.

Saat ini, dirinya sedang berada di ruang tengah. Menjadikan lututnya sebagai penyangga tubuh seraya memperhatikan aquarium berukuran kecil, di mana hanya ada satu ikan badut di dalamnya.

"Hari ini adik gue dateng. Gue harap semuanya berjalan dengan baik," katanya, nyaris berbisik pada ikan miliknya. Lantas tak lama kemudian, ia menaruh tangannya tepat di inti kehidupan yang saat ini berdetak cukup normal. "Tolong kerja samanya untuk malam ini," lanjutnya seraya menepuk pelan.

Sampai akhirnya, ia memutuskan untuk berdiri dan berlalu dari sana karena mencium aroma masakan dari arah dapur, pun suara sutil yang beradu dengan wajan setelah kompor dinyalakan.

"Mama masak? Bukannya udah beli di restoran tadi?" tanya Arian, begitu melihat mama sibuk mengoseng bumbu balado sampai membuat ia bersin beberapa kali.

Mendengar suara dari sang anak, mama menoleh dengan senyum lebar. "Tadi waktu Mama telepon Asa buat dateng ke rumah, Mama sempet nanya lauk kesukaannya. Katanya Asa suka kentang balado, jadi Mama masak karena tadi nggak beli. Untungnya ada tiga kentang di kulkas, cukuplah buat Asa aja," kata mama. Arian hanya mengangguk-angguk, ikut merasa senang. Karena sejak dulu ia tahu bagaimana mama ingin sekali memenuhi kewajibannya sebagai seorang ibu sambung bagi Asa dan Gibran.

Karena tak ada lagi yang harus dilakukan, pun hari sudah semakin petang yang menandakan jika makan malam akan segera tiba, Arian memutuskan untuk berlalu menaiki anak tangga menuju kamar. Ia harus bersih-bersih sekarang sebelum Asa datang. Arian harap, anak itu datang lebih cepat supaya mereka bisa bermain lebih dulu, atau bercerita layaknya seorang saudara yang sudah lama tak bertemu.

Namun, sepertinya semua yang Arian inginkan hanya akan terwujud ketika ia tengah tidur saja. Sebab tepat setelah ia bersih-bersih dan keluar dari kamar, bukan suara Asa yang terdengar. Melainkan pertengkaran Mama dan ayah. Membuat Arian yang baru saja memijakkan kaki di lantai bawah pun terdiam mendengar pertingkaian mereka.

Perihal AsaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang