Celli POV
Sepajang perjalanan aku hanya menatap surat undangan yang Milo berikan padaku, remuk redam seluruh hatiku. Bagaimana bisa dengan mudah dan bahagianya ia memberikan sepucuk surat keramat itu bagiku? Apakah ia tidak memikirkan sedikit saja perasaanku? Padahal ia sendiri tau sebagaimana cintanya aku pada dirinya. Apakah perasaanku ini hanyalah lelucon belaka untuknya? Sial! Milo memang manusia tersialan yang pernah singgah dalam kehidupanku.
Aku sudah tidak perduli dengan penampilan ku yang bagaikan orang gila lepas dari Rumah Sakit Jiwa, yang ada di kepalaku adalah aku ingin segera sampai ke rumah dan menangis sepuas yang ku bisa. Hati ku sangat sakit.
“Dasar Milo tolol!! gimana bisa dengan entengnya dia malah mau jodohin gue sama saudaranya sedangkan yang gue mau cuma dia seorang. Tolol!! Tolol!! Milo tolol!!” umpatku.
Aku pun menghempaskan surat undangan itu kelantai sesampainya di kamar. Lalu ku injak-injak sekuat tenaga membayang jika itu adalah Milo dan pasangannya yang tidak ku ketahui siapa gerangan.“Brengsek! Mereka berdua adalah manusia brengsek!”
Aku pun menangis tersedu-sedu diatas kasur meringkuk seperti bayi besar sambil membayangkan bagaimana bahagianya mereka saat ini sedangkan aku sendiri yang harus menanggung luka ini sendirian. Sungguh tidak adil!***
Walaupun sedang patah hati aku harus tetap bangkit meski harus terseok-seok menapaki kehidupanku dan tidak melupakan tanggung jawabku untuk bekerja paruh waktu disalah satu pernikahan di daerah Kota. Toh nanti malam ada salah satu pria kenalan ku yang akan menjemputku.
Semenjak Milo menyuruhku untuk mencari laki-laki lain, akupun menuruti ucapannya untuk mencari laki-laki lain selain dia. Memangnya dia saja yang bisa mempunyai banyak perempuan, aku pun bisa melakukan hal yang sama. Tapi bedanya mungkin Milo akan senang jika aku memiliki kekasih, beda lagi dengan diriku yang ada stress menang terseduh-seduh seperti tadi siang.
Setelah selesai bekerja tepatnya pada malam minggu, kenalan ku sudah memberitahuku bahwa ia sudah ada di depan tempat ku bekerja. Aku pun bergegas menghampirinya.
Aku tersenyum kecil, semerbak wangi harum parfumnya tercium dari jarak ku berdiri. Ia terlihat sangat keren dengan style hitam-hitamnya.
Saat matanya menatapku kenapa rasanya tidak asing, seperti sepupunya mantan brengsek ku yang lalu, cih!
“Abiansyah ya?”
“Iya. Aracelli kan?” dan aku hanya mengangguk lalu dia menurunkan step motor untuk ku naiki.
Sungguh basic manner yang baik, pikirku.
Astaga dia wangi sekali, pikirku kembali.
Tidak henti-hentinya aku bergumam dalam hati sepanjang jalan.
Di sepanjang perjalanan kita mengobroli banyak hal, lebih tepatnya aku yang berbicara dan dia jawab seadanya, terkadang aku diam. Hmmm... gue harus ngomongin apalagi ya?
Dia mengajakku ke Kota Tua (Aku yang menyarankan lebih tepatnya), karna jaraknya tidak terlalu jauh dari tempatku bekerja tadi. Agak memalukan sebenarnya karna aku harus membawa jinjingan besar dan berat berisi makanan yang ku dapat dari pesta pernikahan tadi. Dan penampilanku sudah sangat dekil karna harus bekerja dari sore hingga malam hari.
Tapi kalian tau dengan gantlenya dia langsung mengambil sekresek kantong berat yang ku bawa tadi, lalu dia berjalan didepan ku. Aku agak tersentuh dengan perlakuannya tapi sayangnya dia tidak tinggi, aku menyukai pria tinggi.
“Sini biar aku aja yang bawa.”
“Gak usah biar aku aja yang bawa.” ujarnya.
“Tapi ini berat tau.”
KAMU SEDANG MEMBACA
Friends With Barokah
ChickLitTeman yang baik adalah teman yang dapat membawamu kedalam kebaikan. Teman yang baik adalah teman yang selalu mengajarkanmu kedalam kebenaran. Lalu bagaimana dengan pertemanan anak remaja jaman sekarang? Apakah ia akan membawamu kedalam kebaikan ata...