“Cell, gue denger-denger lu abis jalan ya sama cowo semalem?” ujar Milo ditelepon padaku.
Anak bodoh ini mengapa pula menelepon pagi-pagi buta seperti ini, umpatku.
“Tau darimana lo?”
“Tau lah. Banyak mata-matanya gue mah.”
Sok iye, cih!
“Tai lo! Terus mau apa lo nelepon gue pagi-pagi buta kayak gini?”
“Gue abis minum ege hehe terus gak ada temen ngobrol. Temen-temen gue lemah udah pada tepar duluan. Temenin gue Cell.”
Sudah gue duga, pasti anak ini abis minum. Gak mungkin dia menghubungi gue tanpa alasan yang jelas. Rindu misalnya?
“Kan ada tunangan lo, kenapa jadinya ke gue?”
“Udah tidur dia.”
Sial, aku hanya menjadi backburner nya saja, umpatku.
“Jadi gimana Cell cowo yang tadi jalan sama lo? Ok gak?”
“Hmm.. sangat worth it untuk di jadikan pasangan dibandingkan lo!” jawabku dengan nada ketus.
“Eits santai dong kok ngegas.” Aku hanya memutar bola mataku malas.
“Terus-terus gimana lagi?” karna dipancing seperti itu aku pun akhirnya menceritakan apa yang ku alami tadi sekaligus ingin tahu reaksi dia seperti apa.
“Loh bagus dong Cell. Udah sikat! Jangan kasih lolos Cell. Worth it kok cowok kayak gitu. Tapi lo jangan buru-buru jatuh hati ya. Nanti lo patah hati lagi terus nangis-nangis lagi depan gue.” Ledeknya.
“Sialan lo.”
Mendengar jawabannya yang sangat mendukung seperti itu benar-benar membuktikan bahwa kita hanya berteman.
Sejujurnya aku tidak terbiasa dengan sikapnya saat ini. Selain terlalu banyak batasan dan penolakan, dukungan ia terhadap hubungan ku dengan orang baru pun sanggat mengusik ku. Semakin tinggi tembok yang ia bangun dan juga terlalu banyak manusia yang ia dukung untuk menjadi pasanganku. Aku membenci keadaan seperti ini. Perubahannya terlalu cepat dan aku tidak pernah siap akan situasi sekarang.
“Lo bener-bener ngedukung gue sama orang lain ya Mil?” suara ku sedikit bergetar.
“Tentu saja dong gue dukung, masa gue gak ngedukung kebahagiaan lo sih Cell. Gimana sih lo?”
“Mil, Mil... penolakan serta dukungan lo terhadap gue kayak gini membuat gue sadar bahwa semakin lama gue semakin muak sama lo, lo tau itu?”
“Loh kenapa anjir? Salah gue dimana?”
“Mari kita akhiri.” Aku menutup telepon secara sepihak tidak peduli dengan Milo yang terus meneleponku berulang kali dan karna aku belum siap dengannya pada akhirnya nomor dan semua sosial media Milo ku blockir untuk kesekian kalinya.
Sambil menangis aku memandangi fotoku bersama pria yang tadi ku temui. “Lucu kali ya kalo gue sama Milo bisa foto berdua saling berangkulan dan membuat pose yang lucu, layaknya orang pacaran? Kenapa gue hanya punya foto dia dan itu pun di ambil diam-diam. Kenapa gue gak punya foto kita berdua?” tangisku pun semakin pecah. Milo sialan!
“Besok gue harus curhat ke Geya di banding tiba-tiba gue gantung diri di kamar!” aku pun menutup mata dan tertidur.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Friends With Barokah
Chick-LitTeman yang baik adalah teman yang dapat membawamu kedalam kebaikan. Teman yang baik adalah teman yang selalu mengajarkanmu kedalam kebenaran. Lalu bagaimana dengan pertemanan anak remaja jaman sekarang? Apakah ia akan membawamu kedalam kebaikan ata...