01

381 16 7
                                    

Selamat membaca.

Maaf apabila ada kesalahan kata atau kalimat yang menyinggung, mohon tolong di perbaiki, terima kasih 💗

🪷

"Mas beneran mau, kalau semisal nanti di jodohkan sama perempuan jelek dan gendut itu?"

Suara tersebut terdengar sayup-sayup di telinga Abil, ia perlahan mendekat, menatap dua laki-laki yang telah beranjak dewasa dari balik kaca penghalang antara taman belakang rumah dengan ruang bersantai.

Tadinya dia hendak menghampiri keduanya, waktu makan malam telah tiba, dan dia di perintahkan oleh sang ayah untuk memanggil dua laki-laki tersebut, namun perkataan yang sepertinya membahas seorang perempuan yang tak lain adalah dirinya sendiri membuat tungkai itu sontak berhenti bergerak, dia menatap lamat dua sosok yang berada disana.

"Siapa yang mau di jodohkan sih?"

"Ya mas lah! Memangnya mas gak lihat gelagat papi tadi?" Laki-laki yang lebih muda tersebut nampak berucap dengan ketusnya kepada yang lebih tua.

"Gak usah mengada-ngada," Dia menatap adiknya sebal.

"Mengada-ngada gimana? Udah jelas banget Yoesawierya Djajakusuma itu suka sekali dengan mas. Gue pikir dia lagi ngebujuk papi dan mami buat jodohin lo dengan perempuan jelek itu!"

"Lo kebanyakan bicara ya, lagian dia masih tujuh belas tahun. Mana mungkin? Gue sama sekali gak ada minat untuk menerima perjodohan dengan perempuan seperti dia."

Sang adik nampak tersenyum sinis, dia menoleh kepada kakak laki-lakinya yang nampak begitu tenang saat ini.

"Mas itu anak penurut dan paling baik hati, mas gak mungkin merusak image yang sudah mas bangun kan? perempuan itu juga gak tau malu sama sekali, selalu coba berdekatan dengan mami, dia pikir dia bisa masuk ke dalam keluarga dengan penampilannya yang seperti itu? Dasar perempuan penjilat."

Yang lebih tua terlihat menghela nafas panjang sebelum menoleh, "mas gak akan pernah di jodohkan dengan dia, lo kalau ngomong jangan suka ngelantur ya, kalau gak berteman dekat dengan papi, mas juga gak bakalan meladeni perempuan itu."

Abil memundurkan langkahnya, badannya bergetar dan rongga dadanya terasa seperti di remas kuat saat ini, ia menggenggam gaun merah jambu miliknya dengan erat, matanya sudah berkaca-kaca begitu mendengar pembicaraan dari dua laki-laki barusan.

Abil menunduk dalam, ia merasa sedikit terluka dengan ucapan dari pria yang selama ini begitu ia kagumi secara terang-terangan, apa sebegitu buruknya dia?

Netra Abil kembali menatap kaca transparan yang memantulkan sedikit siluet dari tubuhnya, ia memperhatikan lamat-lamat pantulan tersebut, tubuh dan wajahnya, memang tak ada yang dapat di banggakan akan hal itu.

Rasanya, sakit sekali. Abil memilin ujung gaunnya, gaun yang sengaja dia pilih untuk menyambut kedatangan laki-laki yang paling dia sukai selain ayahnya, namun sepertinya, itu semua sudah tak memiliki arti lagi di dalam benak Abil. Ia terus berdiam diri di sana, entah mengapa tapi, kakinya terasa begitu kaku dan tak dapat di gerakkan.

Sampai ia merasakan tepukan pelan pada bahunya-

"Laine! Abilene!"

Perempuan itu tersentak, ia mengangkat wajahnya begitu merasa tepukan tadi yang perlahan menguat.

"Mbak Presia," Abil tersenyum tipis menyapa sosok cantik yang menepuknya barusan.

"Lo ngapain tidur di sini? Udah jam pulang loh, lo abis lembur kah kemarin?" Abil menatap layar komputernya yang menampakkan rancangan kotor sebuah design sampul majalah yang baru saja selesai ia kerjakan, sebelum terjatuh tidur akibat kelelahan.

Adored YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang