09

240 38 10
                                    

Selamat membaca!

🪷

"Nohan?"

Suara itu terdengar begitu Nohan secara tak sadar hendak menyentuh kanvas di depannya, dengan segera lelaki itu mengurungkan niat, ia menoleh kepada Yoesawierya yang kini menatapnya bertanya-tanya.

"Kamu kenapa bisa disini?"

Nohan menegakkan tubuhnya, ia kini menjadi gugup tanpa sebab, "saya nyasar om," Jawaban tersebut sontak membuat Yoesawierya tertawa kecil.

"Ohh..." Ia berjalan mendekati Nohan, ikut melihat sebuah kanvas lukisan setengah jadi yang sedari tadi telah menjadi pusat perhatian anak laki-laki temannya tersebut, "ini gak untuk di sentuh Nohan."

"Maaf," Ia menunduk sejenak. Tadi itu tangannya tiba-tiba saja bergerak hendak menyentuh permukaan kanvas, itu semua di luar otaknya.

"Gak masalah."

Selama beberapa waktu, kedua pria dewasa tersebut berdiam diri dengan pikiran mereka masing-masing, menatap lukisan di hadapan mereka dengan seksama, mencoba mencari celah di antara karya berukuran besar tersebut.

"Pamerannya bagaimana om?" Ia bertanya setelah lama berdiam diri dengan kecanggungan yang melanda.

"Sudah selesai."

"Papi-"

"Enggak. Papi kamu masih ada urusan dengan kenalannya di dalam," Nohan mengangguk mengerti. Karena tak tau harus berkata apa lagi, ia pun kembali memusatkan pandangannya pada lukisan dari Abilene.

"Ini tadinya ada di dalam studio. Tapi sengaja di pindahkan ke sini karena pameran yang memang di adain buru-buru. Sejujurnya ini gak boleh di lihat oleh siapa-siapa. Tapi pengecualian untuk kamu yang sudah," Yoesawierya berkata.

"Tidak boleh di lihat?" Pemikiran Nohan menoreh tanda tanya besar, bukannya mereka semua di buat untuk di pajang dan di perlihatkan?

"Ini akan jadi lukisan terbaik saya."

"Kenapa begitu?"

Yoesawierya memberikan senyuman tipisnya kepada Nohan, anak itu selalu ingin tahu banyak mengenai segala hal.

"Ini akan jadi lukisan terakhir saya," Ia menjawab dengan senang hati, dan itu sontak membuat kerutan dalam pada kening Nohan saat ini. Apakah itu artinya Yoesawierya akan pensiun dari dunia seni?

"Saya gak akan pernah bisa melukis lagi."

"Kenapa?" Yoesawierya melirik sejenak. Ia menarik nafasnya begitu dalam sebelum kembali menaruh perhatian pada kanvas dengan lukisan setengah jadi itu.

"Saya sakit Nohan."

"Jadi itu bukan sandiwara?" Nohan bertanya spontan, dia bahkan terkejut dengan perkataannya sendiri. Sialan, tidak sopan sekali dia! Namun reaksi dari Yoesawierya justru membuatnya bingung.

Laki-laki itu kembali tertawa, bahkan kali ini lebih kencang.

"Saya gak akan pernah berani main-main dengan yang namanya penyakit," Yang lebih muda terlihat menunduk, merasa menyesal akan pertanyaannya barusan, "selain itu lukisan ini juga saya kerjakan dengan teknik lain supaya terkesan lebih realistis..."

Nohan tidak tertarik pada karya seni, dan semua orang terdekatnya mengetahui hal itu. Tapi sepertinya dia tak memiliki celah lebih untuk menghindari percakapan mengenai teknik melukis milik Yoesawierya Djajakusuma.

"Karya terakhir dan terbaik."

"Bagaimana bisa om yakin kalau ini yang terbaik? Bisa saja harga lelangnya nanti akan jatuh di bawah karya-karya om yang lainnya di Shanghai dan London," Yoesawierya menggeleng.

Adored YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang