11

234 40 10
                                    

Selamat membaca.

Mohon maaf apabila ada kesalahan kata atau kalimat yang menyinggung.

🪷

Payung hitamnya banyak sekali.

Abilene bergumam di dalam hati, memandang kosong pada banyaknya orang baru yang berdatangan untuk melayat, entah mereka yang berasal dari rumah duka, ataupun baru menyempatkan diri sekarang, menghampirinya, mengucap belasungkawa lalu pergi mengelilingi tempat peristirahatan terakhir Yoesawierya.

Dia tak mengenal satupun dari mereka, namun ia tentu tau bahwa semuanya merupakan orang-orang penting kenalan ayahnya.

Perempuan itu mendongak pada langit gelap yang mungkin sebentar lagi akan menurunkan hujannya, kenapa waktunya pas sekali?

Sebuah payung hitam muncul kembali, dan itu berhasil menutupi pandangan, Abil menoleh sejenak dan matanya dapat menangkap Ishika yang tengah menatap lurus pada peti peristirahatan Yoesawierya.

Sebentar lagi ibadah penguburan, Abil kembali mengingat wajah ayahnya, dia nampak seperti sedang tertidur biasa, hanya saja wajahnya lebih pucat dari hari-hari kemarin.

Sosok itu tak henti-hentinya memastikan denyut nadi Yoesawierya sebelum ini, memastikan bahwa laki-laki kesayangannya itu hanya tak sadarkan diri atau semacamnya. Tapi ternyata tidak.

"Abilene- doa," Ishika meraih lengan temannya tersebut, membuat tubuh ringkih Abil terpaksa berdiri.

Suara raungan mulai terdengar, dan Abil tau bahwa itu adalah suara dari Lestari, ia tak begitu peduli, hanya terus menatap peti mati ayahnya yang sudah mulai di angkat kembali.

Peti di turunkan begitu dalam sebelum kemudian di kubur, membentuk sebuah gundukan kecil. Ah, dia masih tidak percaya ini, padahal tadi malam ayahnya masih mencoba menenangkan dan memberikan pengertian lebih terhadap pernikahannya nanti. Siapa yang menyangka bahwa pria itu akan tiba-tiba pergi secepat ini?

Bodoh sekali Abilene tidak tau apa-apa mengenai orang tuanya sendiri. Dia- benar-benar bodoh.

"Segala syukur bagi Allah yang mengaruniakan kepada kita kemenangan dan pengharapan yang begitu besar oleh Tuhan kita Yesus Kristus."

Suara dari seorang pastor tak begitu jelas Abil dengarkan, pikirannya melayang entah kemana, bahkan dia rasa kelenjar air matanya sudah mengering hingga tak dapat mengeluarkan airnya lagi.

"Bapa kami yang hidup dan kekal, kami datang dari-Nya dan kembali dari-Nya," Semua orang menunduk, mereka turut menyimak.

"Terpujilah Allah Bapa Tuhan kita Yesus Kristus, karena rahmat-Nya yang besar menjanjikan kami kelahiran dan hidup yang kekal oleh kebangkitan Yesus Kristus dari antara orang mati, kepada suatu hidup yang penuh pengharapan, untuk menerima sautau bagian yang tidak dapat binasa, yang tidak dapat cemar, dan yang tidak layu, yang tersimpan di sorga bagi kami."

Hal yang sama terjadi kepada si pemilik netra coklat tua, seluruh pikirannya tertuju pada sosok yang terdiam menatap kosong gundukan tanah di hadapan mereka. Sosok itu terlihat amat sangat terpukul sampai air matanya tak dapat ia keluarkan lagi.

"Anugerah Tuhan Yesus Kristus dan kasih Allah Bapa dalam persekutuan Roh Kudus menyertai saudara sekalian. Amin."

Kemudian, seluruh orang mengundurkan diri, payung-payung hitam yang tadi di tutup kini kembali di buka begitu tetesan air hujan sudah mulai turun membasahi permukaan.

Abil masih terdiam di tempatnya, enggan beranjak sedikit pun, bahkan ketika hujan yang jatuh semakin kencang dan deras, ia tak juga beranjak. Dengan setia Ishika berdiri di samping perempuan itu, memegang payung agar pakaian Abil tidak sepenuhnya basah nanti.

Adored YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang