15

139 18 2
                                    

Selamat membaca.

Mohon maaf apabila ada kesalahan kata atau kalimat yang menyinggung.

🪷

Pintu mobil milik Nohan ia tutup perlahan, wanita itu melangkah maju dengan tatapan yang tertuju pada sebuah bagunan sejenis prairie modern dengan pekarangan yang begitu luas. Terletak di kawasan perumahan milik keluarga suaminya, bangunan itu merupakan tempat dimana ia akan tinggal untuk kedepannya.

Abil bergerak mengekori Nohan yang telah melangkah menuju pintu rumah, memasukkan pin pada smart lock door, kemudian masuk tanpa memedulikan wanita yang telah resmi menjadi istrinya beberapa waktu lalu.

"Sandinya tanggal hari ini," Ucap Nohan.

"Kamarnya di lantai dua, kamu bebas mau pakai yang mana," Nohan berujar kembali, ia sendiri tengah sibuk membuka tuxedo pengantin yang telah melekat pada tubuhnya sejak tadi. Nohan melirik koper kecil juga beberapa paperbag yang berada di samping kursi ruang tengah, "itu punyamu."

Abil yang sedari tadi sibuk memperhatikan interior ruang tengah pun menoleh ke arah yang di tuju Nohan. Ia mengerutkan keningnya bingung, karena seingatnya ia belum membereskan juga memindahkan seluruh barangnya dari rumah lama kemari.

Terlalu sibuk mempersiapkan pernikahan membuat ia tak ada waktu untuk memindahkan semua barang miliknya.

"Untuk sementara pakai itu dulu, besok kita ambil barang-barangmu. Kamu bisa naik dan mandi," Setelah berujar, Nohan lalu memasuki kamar mandi samping tangga. Abil tak berkata apapun, ia lalu meraih paperbag yang katanya adalah miliknya lalu menaiki tangga menuju kamar miliknya.

Sesungguhnya Abil bingung, melihat enam ruangan yang tiga di antaranya merupakan kamar tidur, dan yang lainnya hanya berupa ruang kosong. Pilihannya jatuh pada salah satu kamar yang tak begitu luas karena menurutnya akan lebih baik jika Nohan yang menempati kamar utama itu. Lagipula ia hanya menumpang.

Dan mungkin karena begitu lelah, akhirnya Abil menjatuhkan diri pada ranjang empuk yang ada. Hari ini terasa amat begitu panjang dan berat, seluruh persendiannya seolah goyah akibat terlalu lama berdiri menyambut para tamu undangan, Abil melirik ponsel yang menunjukkan pukul sebelas lewat dua puluh malam, sementara resepsi benar-benar rampung pada pukul tujuh mengingat banyaknya tamu yang tak hentinya berdatangan.

Sebenarnya banyak yang perlu Abil pikirkan, mengenai kehidupannya yang telah berubah, mengenai dirinya di masa depan, apa yang harus ia perbuat dan lakukan nanti, sampai kapan ia harus menjalani sandiwara pernikahan, juga mengenai galeri yang sama sekali tak tau akan dia apakan kedepannya. Hanya saja kelopak mata indahnya terasa begitu berat, Abil seperti tak mampu untuk menahannya lagi hingga ia benar-benar terjatuh dalam lelapnya, mengabaikan tubuh yang lengket dan riasan yang belum sepenuhnya di bersihkan, dia merasa begitu lelah.

Entah sudah berapa lama ia terjatuh ke dalam mimpinya saat ketukan pintu kamar mulai merusak lelapnya, di sertai panggilan dari suara yang begitu Abil kenal siapa pemiliknya. Abil bangkit dari ranjang, ia mengusap pundak yang terasa amat begitu pegal akibat gaun pernikahan yang berat tadi.

"Sebentar," Jemari lentiknya bergerak memutar knop pintu, dan begitu terbuka, dapat ia lihat sosok Nohan yang berdiri menatapnya dengan kening yang mengerut dalam.

"Belum mandi?" Abil mengerjab pelan, ia mengusap wajahnya yang terasa berminyak.

"Maaf mas, aku ketiduran," Ia berujar, Nohan hanya menghembuskan nafasnya panjang.

"Jangan di biasakan. Sana mandi, terus turun makan malam," Abil tak membalas apapun karena Nohan yang langsung berbalik dan pergi dari sana. Abil langsung saja masuk dan kembali memeriksa waktu pada layar ponselnya, sudah pukul dua belas lewat, dengan segera ia masuk ke dalam kamar mandi yang telah di lengkapi perlengkapan dimana sekiranya ia butuhkan.

Adored YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang