08

247 47 9
                                    

Happy reading!

🪷

"Danishnya udah habis di etalase, masih ada gak di dapur?"

Abil bergerak memperbaiki ikat rambutnya, ia lalu meraih satu nampan besar di samping meja etalase pastry sebelum melangkah memasuki area kitchen bakery section toko roti milik sahabatnya, Ishika.

Ini akhir pekan, dan disaat senggang seperti ini lah biasanya Abil akan berkunjung untuk membantu atau sekedar menemani Ishika membuat adonan roti miliknya, ia bahkan sudah memakai apron khusus para pegawai di sana, dengan kedua tangannya yang sibuk memilih roti guna di bawa ke jajaran etalase yang telah kosong pun menipis.

"Duh mbak Abil, biar aku aja. Mbak kok kerja sih? Nanti aku yang di marahin sama bu bos!" Seorang gadis menghampirinya, ia lalu mengambil alih nampan tersebut kemudian menggesernya menjauh dari meja.

"Gak masalah, nanti biar mbak bicara sama Ishika, sini, biar kamu kerja yang lain aja."

"Gak ah mbak, kemarin juga gitu tapi aku tetep di marahin! Mbak duduk aja deh, makan roti."

"Ya tapikan aku ke sini memang mau bantu-bantu."

"Enggak usah mbak-"

"Apa sih ribut-ribut?" Ishika datang, ia melirik tajam si gadis yang nampak begitu gelagapan saat ini. Perempuan itu meraih beberapa lembar serbet di atas meja untuk mengeringkan tangannya yang basah, "gue gak ada duit ya Bil, buat gaji pegawai baru," Sinisnya sebelum kemudian beralih pada adonan yang sudah di diamkan hingga mengembang semenjak beberapa waktu yang lalu.

"Aku bantu," Abil melangkah mendekat, namun dengan sigap Ishika langsung menggeser loyang adonannya menjauh, "kamu gak perlu bayar Ishika."

"Udah deh, lo tuh itungannya tamu gue Abil. Sana makan roti aja di depan," Nada bicaranya seolah mengusir, atau memang ia seperti itu, Abil menggeleng menolak.

"Udah kenyang."

"Yaudah diem aja, gak usah bantu-bantuin karyawan gue, nanti mereka kebiasaan abis itu santai-santai melulu," Abil tertawa kecil. Ishika itu benar-benar bos yang amat disiplin dan juga sedikit galak.

Tak ingin memperpanjang perdebatan di antara mereka, Abil pun memilih untuk diam memperhatikan, bagaimana tangan mungil Ishika dengan lincah mengaduk, memotong, membentuk, dan menyusun adonan roti miliknya sebelum ia taruh ke dalam panggangan.

"Jadi gimana?" Perempuan itu tiba-tiba bersuara setelah ia menutup pintu oven dan mengatur suhu untuk roti-rotinya.

"Apanya?"

"Kencan lo kemarin," Ishika tersenyum menggoda, apalagi begitu melihat raut muka dari Abil yang sepertinya sedikit salah tingkah, ia tak tau saja jika Abil kini merasakan perasaan ngeri di dalam dirinya.

"Ganteng gak cowoknya?" Abil menghela nafas panjang. Dia hanya mengangguk di sertai ekspresi tak mengenakkan pada wajah cantiknya, "tajir?"

"Iya."

"Wow, jadi?"

"Jadi?"

"Lo sama itu cowok?" Abil sontak menggeleng hingga Ishika terenggut bingung. Ia menopang tubuhnya pada meja dengan pandangan lurus memperhatikan Abil, meminta penjelasan lebih dari si cantik tersebut.

"Kenapa? Kata lo dia ganteng dan tajir?"

"Memang. Tapi aku gak suka," Ishika sontak memberikan tatapan tak percaya.

"Yang bener aja," Dia bergumam sebelum kembali berfokus pada panggangannya, "selera lo ketinggian elah Bil, lo nyari cowok kayak gimana sih emangnya?"

Abil mengerjab pelan. Selera? Dia juga tak tau, satu-satunya orang yang pernah ia sukai hanya Nohan seorang. Ishika menoleh memperhatikan gerak-gerik Abil yang sepertinya tengah berpikir keras saat ini.

Adored YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang