17

71 17 2
                                    

Selamat membaca.

🪷

Abil mematutkan kedua bola matanya pada empat orang pekerja baru yang nampak sibuk dengan urusan mereka masing-masing, di tambah dengan beberapa bawahan milik Nohan, dimana pria itu khususkan untuk mengantarkan barang-barangnya dari rumah lama dan diatur didalam ruang tidur miliknya.

Wanita itu tak berbuat banyak, hanya duduk disebuah kursi meja makan dengan lauk lengkap di hadapannya, juga Nohan.

Ia lalu beralih kepada piring dan mangkuk makan malam kepunyaannya yang masih penuh. Pupil matanya melebar, menunjukkan sebuah pandangan kosong seolah akalnya telah terenggut pergi hingga menghilang, menyisakan raga dengan ribuan kalimat yang tersusun secara apik kini menyerang seluruh sistem penaralannya.

Telah resmi bahwa ia akan menjadikan kediaman baru ini sebagai alamat tetapnya sampai waktu yang belum ditentukan. Rasanya Abil enggan, namun dia pun tak dapat berbuat banyak, sebab mau di pikir berapa kalipun, ini rasanya seperti tidak nyata. Akal sehatnya menolak menerima berbagai macam kebenaran yang telah di sembunyikan oleh mendiang ayahnya.

Ternyata permasalahan ini tak semudah yang ia kira, ini begitu rumit dan ia merasa tak memiliki pilihan lain selain mengikuti arus yang ada.

Termasuk menikahi Nohan.

Abil melirik si lelaki yang terlihat acuh pada sekitarnya, pria itu hanya berfokus untuk menghabiskan makan malam miliknya tanpa banyak mengeluarkan suara.

Suasana hatinya sedang tidak baik. Moodnya kacau dan mengeruh sepulang mereka dari pers sore tadi, atau mungkin lebih tepatnya setelah ia berbicara dengan si reporter perempuan yang Abil sendiri masih mempertanyakan, siapa perempuan itu? Apa hubungannya dengan Nohan? Mantan kekasihnya kah?

Ia buru-buru menunduk begitu secara tak sadar memikirkan sesuatu yang amat tidak penting ─── hubungan asmara Nohan di masa lalu ───, dia bukanlah dirinya yang dahulu, yang mungkin akan merasa sesak dan patah hati jika berada di situasi saat ini. Namun keadaan telah berubah, Abil sudah begitu tak memedulikan Nohan lagi, Ia pun yakin apabila Nohan merasakan perasaan tertekan melebihi dirinya. Menikah dengan seorang yang menjijikkan. Ia jadi teringat akan mimpi-mimpinya beberapa waktu yang lalu, dimana mimpi-mimpi itu secara kebetulan lagi, tak pernah muncul kembali.

"Gue sama sekali gak ada niat minat untuk menerima perjodohan dengan perempuan seperti dia."

Ah, lucu sekali, jika memiliki tenaga lebih mungkin Abil akan tertawa saat ini juga. Kira-kira apa yang membuat Nohan menerima perjodohan ini sebenarnya? Ia belum sempat menanyakan itu. Apa karena dirinya kini yang telah berubah total? Bukan lagi sosok manja dengan bentuk tubuh dan wajah yang membuat Nohan menghinanya habis-habisan. Apa karena itu?

Brengsek sekali apabila benar seperti itu, namun sepertinya ia sudah kehabisan daya pikir untuk merasionalkan alasan-alasan selain itu. Nohan bisa menolak perempuan-perempuan yang dulu menjadi teman kencan butanya, lalu kenapa dia tidak? Bahkan Nohan rela mengadakan pers dan juga mengajukan diri untuk mengurus galeri bersamanya. Abil sungguh tidak mengerti.

"Gak suka makanannya Abilene?"

Wanita itu tersentak, ia mendongakkan wajahnya kepada Nohan yang kini melakukan hal yang sama dengannya, memberikan tatapan tajam yang lebih terasa dari hari-hari sebelumnya, sebab kacamata yang biasa terpajang rapi pada wajah tegasnya itu kini telah meninggalkan tempatnya.

"Jangan di liat aja. Makan supaya bisa cepat istirahat, jangan sampai kamu sakit karna masih banyak yang harus kita kerjakan untuk galeri mu itu," Kalimat menusuknya kembali, menandakan keadaan emosional lelaki tersebut telah jauh dari kata baik-baik saja.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: 3 days ago ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Adored YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang