12

125 18 2
                                    

Selamat membaca!

🪷

Abil menatap lamat bangunan tempat tinggal, kediaman milik calon keluarganya yang berada tepat beberapa langkah di depan sana.

Ini adalah pertama kali setelah beberapa tahun lalu ia pernah singgah sekali dengan mendiang ayahnya, mengunjungi Arie Koesoemadinadja, dan juga merupakan kali pertama ia bertemu dengan sosok Nohan dikala lelaki itu masih remaja.

"Mbak Abil ya?" ia menoleh pada sosok paruh baya yang menghampirinya dengan senyuman tulus, Abil membalas itu, membungkukkan sedikit tubuh kepada si wanita, "ayo masuk, ibu dan mbak Raline sudah menunggu."

Ia menggenggam erat tas selempang yang di bawanya tadi. Tungkainya pun bergerak mengikuti setiap langkah si wanita tua, melewati ruang tamu, menuju sebuah tempat yang berada sedikit jauh dari pintu masuk barusan.

"Silahkan mbak," Wanita tua itu membuka pintu dengan lebar setelah ia mengetuknya beberapa kali.

Abil segera menarik langkah untuk masuk, ia menoleh kepada si wanita yang telah keluar dan menutup pintu kembali. Dengan perasaan gelisah, ia membalikkan tubuhnya canggung, dan dapat dia lihat sekilas dua wanita cantik berbeda usia tengah memperhatikannya.

Dia tentunya merasa gugup bukan main, bertemu dengan calon mertua dan juga iparnya, meski sudah saling berjumpa dengan Trika di rumah duka kemarin, namun Abil masih tidak yakin bagaimana pendapat perempuan itu saat mengetahui bahwa ialah yang akan menikahi putra sulungnya.

Setahu Abil, Trika merupakan sosok yang begitu sulit dalam menerima calon keluarga baru, ia juga kejam dan kalau tidak salah, hal itu juga yang menyebabkan Nohan mengalami kesulitan dalam mencari calon pendamping sampai belum menikah di umurnya yang bisa di bilang tidaklah muda lagi.

"Abil?" Abil mengangkat wajahnya pada suara lembut milik Trika, tatapan mereka bertemu, dan wanita itu memberikannya sebuah senyuman tulus.

Perlahan, seluruh perasaan gugup juga canggung yang ia rasakan mendadak sirna seketika, kakinya bergerak tak sadar mendekati salah satu kursi kosong yang ada.

"Gimana keadaan kamu?" Abil memperhatikan Trika yang mulai berdiri mendekatinya, di raihnya pergelangan tangan kurus milik Abil untuk ia usap perlahan.

"Baik tante," Nampaknya mereka masih mengkhawatirkan ataupun merasa iba sebab ia sudah menjadi anak sebatang kara saat ini. Tapi, mereka bahkan hanyalah orang lain.

"Puji Tuhan," jemari Trika bergerak mengusap wajah Abil lembut, "kamu juga gak pernah mampir, tante sampai kaget waktu pulang dari pemakaman tiba-tiba Nohan bilang dia mau nikah sama kamu."

Abil mengeluarkan tawa canggung, sepertinya Trika tidak tahu menahu mengenai alasan di balik pernikahan dirinya dan juga Nohan.

"Lagian kamu jago pura-pura kan? Kamu pernah jadi penipu kalau kamu lupa."

Perkataan Nohan beberapa hari yang lalu kembali terngiang di pikirannya, sebelum semalam, pria itu tiba-tiba mengirimkan pesan dan berkata bahwa maminya ingin bertemu dan membahas mengenai pernikahan yang harus di laksanakan pada bulan ini juga.

"Hai Abilene!"

Abil menoleh pada wanita cantik yang menyunggingkan senyuman manis kepadanya.

"Saya Raline, sepupunya Nohan!" Tanpa memberitahu pun sebenarnya Abil sudah mengetahui siapa perempuan itu sebenarnya. Walau tak banyak orang yang tau, mungkin karena sang ayah berteman begitu dekat dengan keluarga borjuis ini.

"Hai mbak," Abil menunduk sopan.

"Ayo duduk aja," Trika mendorong pelan bahu Abil menuju sofa di hadapan mereka, "udah sarapan kan?" Abil mengangguk kecil.

Adored YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang