Diary 17

88 16 3
                                    

Ankara memeluk perut Angkasa yang mengendarai motor maticnya dalam kecepatan normal. Di depan mereka juga terdapat mobil orangtua Alin, juga mobil Eyang Saka yang dikemudikan oleh Faqih berisikan Eyang Saka, dan Bunda Riana. Siska sendiri tidak ikut ke pemakaman karena harus menjaga Bintang sekaligus menjaga rumah Eyang Saka mengingat sejak pagi tadi rumah terus didatangi oleh para pelayat sehingga harus ada yang menyambut kedatangan mereka di rumah.

Liona dan Anna juga sengaja tidak Angkasa ajak ke pemakaman mengingat Anna masih sangat kecil. Mereka masih ada di rumah, rencananya akan Angkasa jemput pasca pemakaman saja mengingat sebelumnya Angkasa dan yang lain sibuk mempersiapkan pemakaman istri Rahes.

Angkasa melirik Ankara lewat kaca spion motornya. Sejak Alin dibawa oleh ambulance ke rumah Eyang Saka, sampai kemudian dimakamkan di area pemakaman yang serupa dengan nenek dan Tante mereka, sejak saat itu juga Ankara total terdiam. Raut wajahnya terlihat sangat sedih meskipun Ankara tidak lagi menangis seperti saat di rumah sakit pagi tadi.

Angkasa tahu bahwa Ankara menyayangi Alin. Terlepas dari mereka berdua yang kerap kali berdebat atau saling menjahili, Ankara tidak bisa memungkiri bahwa Alin adalah sosok perempuan yang baik dan perhatian, dia juga wanita yang sangat tulus. Alin itu mirip seperti Bundanya namun ditunjukkan dengan cara yang sedikit berbeda. Sehingga rasa kehilangan itu tetap terasa jelas didiri Ankara. Hal ini pun berlaku untuk Angkasa.

Lalu Rahes sendiri... Jujur mereka berdua tidak mampu lagi menggambarkan keadaan Rahes dihari ini. Rahes yang begitu terpukul dengan kepergian Alin. Tentu saja, Alin pergi tanpa memberikan tanda-tanda maupun firasat terlebih dahulu pada keluarganya. Semuanya terkesan tiba-tiba, bahkan seperti sebuah mimpi di siang bolong. Hati Rahes jelas tidak pernah siap. Namun sejak hari ini dia dipaksa untuk menjadi orangtua tunggal untuk Bintang.

Bahkan saking terpukulnya, Rahes belum mau meninggalkan area pemakaman. Dia tetap di sana meratapi kepergian istrinya di temani Ayahnya. Yah, paling tidak keberadaan Ayah Mada di samping Rahes menjadi obat tersendiri untuk Rahes. Ayah Mada pasti bisa menenangkan Rahes dan memberikan banyak kekuatan untuk paman mereka tersebut.

Angkasa menepuk punggung tangan Ankara yang setia memeluk perutnya, guna menarik atensi Ankara yang entahlah sedang memikirkan apa. "Makan dulu ya Dek. Mampir ke tukang bubur dulu mau ya?"

Ankara menggelengkan kepalanya dengan tegas. Tidak nafsu makan sama sekali meskipun perutnya terasa perih. Sejak dia dibangunkan Bundanya pagi tadi dan disambut dengan berita buruk, Ankara langsung datang ke rumah Angkasa dan memberitahukan berita buruk tersebut pada Angkasa. Akhirnya mereka berdua pun pergi ke rumah sakit menggunakan motor Angkasa. Sejak mereka sampai di rumah sakit sampai mereka selesai memakamkan Alin pun, seingat Angkasa, Ankara belum makan sedikitpun.

"Nanti sakit Dek. Ayah sama yang lain juga pasti belum makan. Kita beli sekalian aja ya" ujar Angkasa final. Angkasa pun langsung berbelok, mengambil jalan lain di mana biasanya diisi oleh warung bubur yang terkenal enak. Sekarang masih jam sepuluhan, jadi Angkasa yakin warung bubur tersebut masih buka.

Angkasa menepikan kendaraannya di depan warung bubur yang untungnya masih buka dan tidak seramai biasanya. Wajar, mereka terlambat sarapan dihari ini. Angkasa segera melepaskan helmnya lalu menyerongkan badannya ke arah Ankara yang masih setia memeluk perutnya, seperti tidak ada niatan untuk turun dari motor ini. Kekanak-kanakan memang, tapi memang beginilah kebiasaan Ankara sejak kecil. Jika ada sesuatu yang membuatnya sedih, Ankara pasti memeluk Mas-nya begini. Entah perihal trauma Angkasa yang disinggung Bundanya kala itu, Ayah Mada yang sempat marah padanya ketika Ankara melakukan kesalahan di bangku SMP dan banyak hal lainnya.

[5] Everyday : Home Sweet HomeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang