03

261 39 10
                                    




Sepuluh tahun kemudian...

Hari yang paling kelam selama Haruto hidup di dunia telah berlalu selama sepuluh tahun. Hari dimana ia kehilangan sosok yang ia cintai sejak remaja, memberikannya arti cinta yang tulus, serta menemani hari-harinya dikala ia lelah.

Kini usia Haruto sudah menginjak tiga puluh enam tahun. Baru satu bulan yang lalu ia merayakan hari ulang tahunnya dan semuanya terasa hambar.

Ucapan selamat dari orang-orang terdekatnya tak membuat warna di hidup Haruto kembali seperti dulu. Dirinya masih tetap sama, selalu menyibukkan diri dan tenggelam dalam dunianya sendiri, berharap suatu waktu Junhee akan datang untuk mengajaknya pergi.

Karena jujur saja, Haruto lelah menjalani hidupnya tanpa tujuan. Dirinya masih bertahan hanya karena ingin membalas budi pada orangtuanya yang sudah membesarkannya. Selain itu tidak ada lagi alasan untuk Haruto bertahan.

Jika seseorang bertanya padanya tentang Watanabe Hiro, Haruto akan memilih diam dan bersikap acuh tak acuh.

Perasaannya masih sama terhadap anak itu. Benci yang sangat dalam sampai tak pernah satu hari pun Haruto menghabiskan waktu dengan putranya.

Putra? Pantaskah Haruto menganggap Hiro sebagai putranya? Haruskah Haruto menganggap keberadaan sosok yang sudah membunuh Junhee-nya?

Mengingat anak itu saja sudah membuat Haruto muak.

Hari ini, Haruto akan pergi ke rumah sakit untuk melakukan pekerjaannya seperti biasa. Sekarang dirinya bukan dokter umum lagi seperti dulu, dirinya telah menjadi seorang dokter spesialis yang pastinya menyita waktu lebih banyak di rumah sakit daripada di rumahnya sendiri.

Seperti biasa, rutinitas Haruto sebelum berangkat bekerja adalah sarapan bersama keluarganya.

Ya, semenjak ditinggal pergi Junhee, Haruto memutuskan untuk kembali tinggal bersama orangtuanya karena hanya mereka yang bisa Haruto percaya untuk mengurus dirinya. Bagaimanapun juga Haruto tetap merasa dirinya seorang anak yang senang bisa kembali diurus orangtuanya seperti dulu.

"Haruto, kemarin guru Hiro menghubungi kakak dan bilang kalau hari ini ada pertemuan penting dengan orangtua murid. Nanti siang kamu sisakan waktu sebentar ya untuk datang ke sekolah Hiro?" ujar Mashiho, kakak kandung Haruto yang telah menikah dengan seorang pria berdarah Korea.

Pria itu adalah Park Jihoon, pria yang usianya lebih dewasa tiga tahun dari Haruto. Dari pernikahan mereka, mereka sudah memiliki satu orang anak bernama Park Hajoon yang kini sudah berusia empat belas tahun.

Mereka hanya memiliki satu orang anak tunggal. Karena kondisi Mashiho yang tidak memungkinkan untuk mengandung lagi, mereka pun memutuskan untuk fokus merawat Hajoon dan menaruh mimpi mereka pada satu-satunya darah daging mereka itu.

Mengingat apa yang kakaknya sempat alami membuat Haruto cukup iri pada Mashiho. Dulu Junhee-nya juga didiagnosis sama seperti Mashiho, tapi sayangnya Junhee-nya tidak berhasil bertahan.

Sementara kakaknya berhasil bertahan dan sudah menjadi seorang ibu selama sepuluh tahun.

Bukan bermaksud mengharapkan Mashiho bernasib sama seperti mendiang istrinya. Haruto hanya merasa dunia tidak adil. Mengapa istrinya tidak bisa selamat seperti kakaknya?

Tapi sudahlah, Haruto lelah memikirkan semuanya. Di lain sisi Haruto harus mengerti kalau kondisi Junhee sebenarnya jauh lebih buruk dari Mashiho. Mashiho hanya bermasalah saat melahirkan, sementara Junhee mengalami banyak masalah tentang kesehatannya.

ReWriteTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang