.
.
.
Dulu, tanpa ada satupun orang yang tahu, diam-diam Junkyu mendambakan seorang Watanabe Haruto memiliki perasaan yang sama padanya. Dirinya pun turut mendambakan dekapan hangat pria itu, mendengar langsung bagaimana bunyi degup jantungnya ketika menenggelamkan wajah di dada bidangnya.
Sampai detik ini Junkyu masih mendambakannya, meski semua itu sudah ia simpan dan kunci rapat-rapat di bagian terkecil dalam hatinya.
Namun, saat Haruto memberikan semua yang ia dambakan, bahkan mendaratkan ciuman lembut yang membuatnya diam seperti patung, Junkyu justru merasakan dua perasaan berbanding terbalik datang dan menyerangnya.
Junkyu bahagia, tetapi disaat yang bersamaan hatinya menjerit kesakitan.
Dirinya tidak pantas mendapatkan cinta Haruto. Dirinya juga tidak layak mendapat dekapan hangat pria itu bahkan sampai ciumannya. Dirinya sudah sangat berdosa untuk mendapatkan apa yang ia dambakan sejak dulu.
Merasa ada dorongan di dadanya membuat Haruto membuka mata sekaligus menyudahi sentuhannya.
Sepasang mata tajamnya menatap sayu ke arah milik Junkyu. Yang ia dapati disana, ada tatapan terluka, takut dan menyesal.
Apakah dirinya sudah bertindak keterlaluan?
"Berhenti mengatakan hal itu lagi, Haruto," ucap Junkyu.
Haruto tersentak. Jantungnya pun berdegup semakin kencang ketika Junkyu menjauh.
"Berhenti mengatakan hal konyol seperti itu. Aku adalah temanmu, sahabatmu, hanya sebatas itu. Tidak seharusnya kamu memalingkan perasaanmu dari Junhee pada diriku. Aku sudah mengacaukan hidupmu dan Junhee... Aku sudah mengkhianati Junhee," ucap Junkyu.
"Hei, Junkyu, dengarkan aku," pinta Haruto, sambil meraih tangan Junkyu dan menyentuhnya lembut.
"Aku tidak pernah menganggapmu pernah mengacaukan hidupku dan Junhee. Sudah aku bilang kamu bukan penyebab Junhee pergi," ucap Haruto.
"Tapi tetap saja aku mengkhianati Junhee. Aku membiarkan malam itu terjadi. Padahal saat itu aku bisa saja mencegahmu tapi yang aku lakukan justru sebaliknya," ungkap Junkyu.
Semakin mengingat apa yang sudah terjadi di masa lalu semakin membuat hatinya sakit. Semua yang sudah terjadi telah menjadi trauma untuknya, yang apabila memori itu kembali datang hanya rasa sakit yang akan ia rasakan.
"Junkyu, dengar dan tatap aku," pinta Haruto.
"Sudah hentikan, Haruto. Aku tidak mau membahasnya lagi. Sudah cukup," balas Junkyu.
Haruto menggelengkan kepalanya. Ia tempatkan dirinya di depan Junkyu, meraih kedua tangan Junkyu lalu mengecupnya dengan sepenuh hati.
"Junkyu, bukankah kamu sendiri yang bilang padaku jika kita punya kesempatan kedua untuk memperbaiki apa yang sudah terjadi? Kamu juga yang mengatakan padaku untuk memaafkan diri kita sendiri yang terus menerus merasa bersalah. Kamu masih ingat, kan?" ungkap Haruto.
Junkyu tertegun oleh kata-kata Haruto. Seketika hari dimana ia menasehati Haruto untuk kembali bangkit dari rasa dukanya muncul di kepala.
Benar kata Haruto. Dirinya mengatakan hal tersebut. Berkata seolah dirinya mampu melawan rasa bersalahnya sendiri, yang pada kenyataannya ia tidak jauh berbeda dengan Haruto.
Ia hanyalah pecundang yang bersikap sok dewasa hanya untuk menyelamatkan pecundang lainnya.
"Junkyu, jika kamu ingin tahu apa yang Junhee pikirkan tentang kita, kamu bisa menemui ibunya. Ibu Junhee mengatakan padaku ada sesuatu yang Junhee titipkan untuknya dan dia hanya ingin kamu yang menerima sesuatu itu," ucap Haruto.

KAMU SEDANG MEMBACA
ReWrite
FanfictionWatanabe Haruto, telah kehilangan istri tercintanya, yakni Choi Junhee, di usia muda usai melahirkan buah hati mereka. Hidup Haruto seketika hancur, seperti buku cerita yang dibakar hingga habis tak bersisa. Tak ada harapan untuk cerita kisahnya be...