12

359 41 4
                                    


.

.

.


Suara mesin mobil yang sedang melaju dengan tenang menemani perjalanan pulang Haruto. Mobil yang biasanya hanya diisi olehnya seorang, sore ini jadi sedikit lebih ramai.

Sesekali Haruto mengintip ke arah kaca spion di atas, melihat keadaan para penghuni di kursi tengah yang tampaknya masih sama suramnya seperti saat masih di sekolah.

Tidak terbayang di pikirannya akan diminta oleh pihak sekolah Hiro untuk menjadi penengah antara Junkyu dan ibu dari anak bernama Jinwoo. Dirinya masih ingat betul bagaimana keadaan wanita itu yang sangat kacau dengan luka cakar di wajah serta lehernya.

Sementara Junkyu hanya mendapat luka kecil di dahi dan lehernya.

Haruto tidak heran. Justru dirinya menyayangkan ibu dari anak bernama Jinwoo itu yang berani melawan monster seperti Junkyu.

Untung saja Junkyu tidak mematahkan tangan wanita itu.

"Haruto."

Mendengar namanya disebut lantas membuat Haruto menoleh ke belakang.

"Hm?" sahut Haruto.

"Maaf sudah merepotkanmu," ucap Junkyu.

Kepala Junkyu tertunduk, menyembunyikan wajah bersalahnya dari pandangan mata Haruto–walau usahanya gagal karena Haruto sudah lebih dulu mengamati ekspresinya sejak tadi.

"Tidak masalah. Aku hanya masih terkejut kalau ingat apa yang terjadi tadi. Aku tidak menyalahkanmu karena kau pun ada di posisi ingin melindungi Hana," ungkap Haruto.

Di belakangnya, Junkyu menghela nafas panjang lalu memijat pelipisnya.

"Kalau wanita itu tidak bicara yang macam-macam pada Hana, aku tidak akan melakukan tindakan seperti itu. Dia benar-benar gila! Tidak waras!"

"Perhatikan bahasamu, Junkyu. Ada Hiro dan Hana disini," tegur Haruto dengan nada lembut.

Mengingat keberadaan dua anak itu membuat Junkyu menepuk kening.

Sial! Sial! Sial! Hari ini benar-benar sial! batin Junkyu.

"Bu... Hana lapar," ucap Hana tiba-tiba.

Sontak perhatian Junkyu beserta Haruto tertuju pada Hana ketika anak itu mengungkapkan keluhannya.

"Sabar ya, sayang. Sebentar lagi kita sampai di toko," ucap Junkyu sembari mengusap rambut Hana.

Sedangkan Haruto, diam-diam pria itu tersenyum melihat bagaimana lembutnya sikap Junkyu kepada Hana. Rasanya berbanding terbalik dengan apa yang dirinya lihat beberapa puluh menit yang lalu.

Kembali melirik ke arah jalanan, Haruto tak sengaja melihat placard restoran yang lokasinya tidak jauh. Sontak penemuannya itu membuatnya tersenyum karena mendapatkan ide menarik.

"Hana lapar?" tanya Haruto.

Hana mengangguk.

"Kalau begitu kita makan di restoran di depan, ya? Biar paman traktir Hana sebagai hadiah karena sudah berani melawan orang yang merundung Hiro," usul Haruto.

Mendengar itu sontak membuat Hana tersenyum lebar. Ia pun tanpa ragu mengangguk-anggukan kepalanya dengan sangat antusias.

Lain dengan Hana, lain pula dengan Junkyu. Harapannya yang ingin cepat-cepat sampai ke bakery kini sirna karena Haruto dengan seenak jidat memberikan penawaran pada Hana.

ReWriteTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang