o.6 chapter

35 5 6
                                    

"Bunda!! Ayo cepet!!"

Hana menghembuskan napas merasa lelah melihat bagaimana aktifnya Juan yang terus berlari sembari tak henti berteriak padanya. Bocah itu bahkan terus melompat tak karuan dan menarik tangan sang ibunda. Membuat sang ibunda geram sekaligus panik bukan main kala hampir saja tubuh kecil Juan terserempet motor yang berlalu.

"Pelan-pelan, Jun, nanti jatuh."

"Hehe, maaf!"

Namun Juan tetaplah Juan, keturunan dari keluarga Watanabe yang begitu keras kepala. Ia bahkan masih ingat bagaimana bersemangatnya Haruto kala pergi ke Pasar Malam Kodam untuk kali pertama. Bagaimana pria itu yang dengan girangnya memborong bermacam jajanan di sana hingga membuatnya mual lantaran terlalu banyak makan.

Atau kala mereka mengunjungi kebun binatang. Katanya itu adalah kali pertama ia mengunjungi kebun binatang di Indonesia, dan terakhir kali ia berkunjung ke kebun binatang adalah saat karyawisata di SD-nya dulu. Mengingatnya tak bisa tak membuat tersenyum, karena raut wajah pria tampan itu benar-benar sangat menggemaskan.

Mengingat masa lalu membuat Hana kembali berandai-andai. Akan bagaimana jika saja Haruto tak pergi meninggalkannya, maka pasti pria itu saat ini tengah membawa Juan ke dalam gendongan, membantunya mengontrol sang putra semata wayang agar tak lepas kendali atau bahkan mungkin pria itu yang turut lepas kendali bersama Juan.

Pasti menyenangkan, membayangkan memiliki sebuah keluarga yang utuh. Sebuah keluarga yang tak memiliki cacat barang sekecil apa pun.

"Pasti lagi mikirin aku."

Langkah wanita cantik itu terhenti, membuat Juan yang berlarian sembari menggenggam tangannya hampir saja terjatuh lantaran dirinya yang seolah ditarik. Juan telah mengeluh tak karuan karena perjalanannya menuju sekolah harus terhenti, namun sang ibunda sama sekali tak mendengarkan, hanya menatap lurus ke depan entah apa yang tengah dilihat.

"Melihat reaksi kamu yang begini pasti benar, kan?"

Leher Hana terasa kaku, ingin sekali ia menoleh guna memastikan, namun seolah ada sebuah penyangga yang dipasang di lehernya, membuatnya tak bisa menggerakkan kepala barang sedikit pun.

"Iya, sih, aku tahu. Aku kan memang tipe orang yang sering muncul di pikiran orang lain."

Sekuat tenaga ia paksakan kepalanya untuk bergerak, ia menggeleng perlahan, menelan kembali air mata yang hendak tumpah menghapus bedak yang melapisi wajah.

"Tapi bagus, kamu cuman boleh mikirin aku aja."

Dada Hana seolah dihantam dengan begitu keras, rasa sesak kembali meremas tanpa ampun hingga bernapas pun rasanya enggan. Begitu menyakitkan.

Mengapa harus sekarang, mengapa harus ketika ia tengah berada di keramaian. Mengapa Haruto harus muncul di saat ia tengah berada di tengah lautan manusia yang berlalu-lalang. Membuat siapa pun yang melewati menatap aneh ke arahnya yang diam mematung bak orang gila yang tersesat.

Sebegitu inginkah Haruto menghancurkan hidupnya, sebegitu inginkah Haruto melihatnya menderita bahkan kala ia berada di luar. Jika ya, mengapa demikian, mengapa harus seperti ini, atas penebusan dosa yang mana segala derita ini. Pertanyaan demi pertanyaan terus menerjang kepalanya, tak membiarkan otaknya beristirahat barang sejenak.

Namun apa memang ini adalah kesalahan Haruto yang menyimpan dendam padanya, atau bahkan justru ialah yang benar-benar telah menjadi gila. Luar biasa gilanya. Ia sama sekali tak tahu yang mana jawabannya.

"Bundaaa!! Aku terlambat!!"

Teriakan Juan berhasil membuat lamunan Hana buyar seketika. Ia mengerjapkan mata, lehernya tak lagi terasa kaku, kepalanya tak lagi terasa berat. Kala mengedarkan pandangan pun tak dapat ia jumpai Haruto.

𝐀𝐦𝐞𝐫𝐭𝐚 [𝚆𝚊𝚝𝚊𝚗𝚊𝚋𝚎 𝙷𝚊𝚛𝚞𝚝𝚘] - DALAM PROSES PENERBITANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang