"Aku sayang sama kamu, Watanabe Haruto. Ah enggak, aku cinta sama kamu. Ayo nikah sama aku."
Hening. Suara gemerisik dedaunan di tanah yang tertiup oleh angin menjadi satu-satunya suara yang terdengar sebagai latar. Dengan tangan saling bertaut, keduanya hanya diam sembari menatap pada manik satu sama lain. Mulut pun tampak enggan untuk terbuka.
Setelah pengakuan cinta yang tiba-tiba, setelah penolakan konyol tanpa basa-basi yang membuat pria itu merasa frustasi hingga pagi, akhirnya lamaran yang ia berikan kembali lagi padanya.
Manik yang lebih tua tampak bergetar, air mata pun telah mengaburkan pandangan. Jantungnya berdegup tak karuan seolah akan meledak hingga melompat keluar dari tempatnya.
Rasa bahagia terasa memenuhi hingga ujung kepala, membuat ribuan kupu-kupu menerjang di perut dan menimbulkan sensasi yang begitu menggelitik. Haruto bahagia, terlampau bahagia. Hingga tak ada satu pun kata yang sanggup mendeskripsikan bahagianya. Bahkan ribuan kata pun takkan cukup untuknya.
"Kamu tahu, kan, kalo aku gak pernah ngomong gak ke kamu. Bahkan waktu kamu bilang mau kita pindah ke Jepang setelah nikah. Aku gak pernah sekalipun nolak kamu, Haruto."
Yang diajak bicara tak mampu menjawab, tak mampu bicara. Ia hanya tak paham, tak mengerti akan jalan pikir wanitanya. Setelah penolakan yang tampak tanpa pikir panjang pun pertimbangan yang wanita itu berikan semalam dan membuatnya hampir menjadi gila, sekarang secara tiba-tiba Hana datang dan mengatakan ingin menikah dengannya.
"Ayo menikah, dan hidup bersama selamanya."
Hana adalah orang yang tak pernah gagal dalam hal membuatnya menggila. Wanita cantik dengan rambut yang hanya sanggup menyentuh hingga bahu itu selalu bisa memberikan kejutan tak terduga yang pada akhirnya seolah akan meledakkan hatinya dengan beribu kebahagiaan, pun hingga membuat dirinya seolah melayang dengan isi kepala yang seperti telah disedot habis.
"Kamu gak mau?"
Dengan cepat Haruto menggeleng dengan tangan yang ia kibaskan depan wajah. Keringat pun mulai membanjiri dan ia tergagap.
"B-bukan gitu!"
Hana tertawa. Ia berikan sebuah buket bunga kecil yang sedari tadi bersembunyi di dalam tasnya. Lalu ia raih jemari Haruto dan menempatkan sebuah karet rambut kecil di jari manis pria itu.
Haruto hanya diam, ia genggam dengan begitu erat buket pemberian wanitanya, maniknya pun tak henti menatap pada wajah cantik yang begitu ia cintai. Tak lagi ia memikirkan pasal semalam, tak lagi ia keberatan atau bahkan merasa sakit lantaran penolakan semalam. Ia hanya akan memikirkan masa depan, ia hanya akan memikirkan pernikahannya, ia hanya akan memikirkan bagaimana menyenangkannya menua bersama sang tercinta, ia hanya akan merasa bahagia.
"Punyaku mana?"
Pria itu tampak begitu bingung, matanya tak henti berkedip dan wajahnya yang begitu merah terlihat sangat bodoh.
"Cincin."
"Ahh, cinin.."
Hana mendengus, ia cubit lengan sang calon suami berusaha menyadarkannya.
"Aahh, cincin! Ada di rumah.. Kamu tunggu sebentar aku ambil."
Tawa wanita itu terdengar renyah kala melihat bagaimana sang pria yang langsung bangkit dari duduknya. Hana turut berdiri. Ia genggam telapak yang lebih besar darinya itu, ia usap dengan begitu lembut berusaha menyalurkan cinta walau hanya melalui sentuhan kecil.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐀𝐦𝐞𝐫𝐭𝐚 [𝚆𝚊𝚝𝚊𝚗𝚊𝚋𝚎 𝙷𝚊𝚛𝚞𝚝𝚘] - DALAM PROSES PENERBITAN
FanfictionHana tahu suaminya telah tiada, telah pergi meninggalkan dirinya bersama sang buah hati dengan begitu dinginnya. Hana mulai gila, kepergian suaminya membuat dirinya terjebak dalam delusi tak berkesudahan yang terasa mencekik jiwanya. Hana tak bisa...