"Selamat datang."
Hana mengulas senyum membalas sapaan dari sosok wanita di hadapan. Satu helaan napas ia berikan sebelum mengekor pada wanita itu kala dirinya diarahkan menuju sebuah ruang tunggu. Tak ramai di sana, hanya seorang lelaki yang terus merunduk dalam diam.
Hana menaruh duduk tak jauh dari tempat lelaki itu duduk. Ia remat jemari merasa begitu gugup lantaran ini adalah kali pertama ia menjejakkan kaki di tempat seperti ini.
Hening mendominasi dengan cukup lama, hingga suara isakan tiba-tiba terdengar menggema. Mulanya Hana berusaha abai, tak mengindahkan orang lain dan memilih hanya fokus pada lukanya. Hingga suara isakan dari sosok di samping terdengar kian nyaring, hingga isakan itu berubah menjadi lenguhan penuh derita.
Masih ia coba abai, namun tangis yang kian menjadi itu tak bisa membuatnya hanya tetap diam.
Hana menggeser tubuhnya dan duduk tepat di samping sosok itu. Diam sejenak, berpikir apa yang harus ia katakan.
"Permisi, Mas?"
Tak ada jawaban.
"Permisi. Mas gakpapa?"
Masih tak ada jawaban.
Kembali ia mengulang kalimat yang sama, namun kini ia beranikan diri memberikan tepukan singkat pada lengan sosok asing itu.
Upayanya membuahkan hasil. Lelaki itu akhirnya menengadah dengan air mata yang membanjiri wajahnya. Namun kini Hana-lah yang mematung di tempat. Tubuhnya seolah tersengat listrik dengan begitu hebat hingga membuatnya seolah mati rasa.
"Kamu sedang apa di sini, Na?"
Watanabe Haruto.
"Kamu ngapain di sini?!"
Lelaki itu menyentak, membuat tubuh Hana bergetar hebat menahan segala gejolak aneh yang terasa meremas hati.
Ia merunduk, kepalanya terus menggeleng berusaha menolak apa yang tengah terjadi. Tujuannya datang ke mari adalah guna menyembuhkan diri, namun belum sempat ia mulai mengobati, dirinya kembali diterjang derita hingga membuat kegilaannya kian menjadi.
"Jawab, Na! Kamu sedang apa di sini?!"
Harusnya itu adalah pertanyaan yang tepatnya ditujukan padamu, Tuan. Mengapa gerangan kau ada di sini?
"Hana Tanaya! Jawab!"
Hana merunduk kian dalam, matanya terpejam pun kedua tangannya menutup pada telinga, berusaha memblokir segala suara yang hendak masuk mencapai kepala. Namun percuma, lantaran ia masih bisa mendengar segalanya dengan jelas, tiap katanya, bahkan sekadar helaan napasnya.
"Kenapa, Na.."
Kini teriakan itu berganti dengan nada yang begitu lirih. Seolah ia pun merasakan sakit melihat sang wanita yang tampak seperti orang dengan gangguan jiwa.
Namun hanya sebentar, hanya sepenggal kalimat yang ia ucapkan dengan begitu putus asa. Lantaran teriakan penuh murka kembali ia tujukan pada yang tengah bergelung dengan derita.
"Na! Jawab! Kamu bisu, hah?! Jawab, Na!"
"Hana!!"
"Mbak! Mbak gakpapa? Mbak!"
Tubuh Hana tersentak hebat dengan kepala yang langsung ia angkat kala sebuah tangan terasa menyentuh pundaknya.
Sosok itu tak lagi ada. Haruto telah menghilang. Tak ada lagi entah ke mana pun ia mencari. Pria itu telah kembali pergi seperti biasa, tanpa permisi pun basa-basi.
"Anda baik, Bu?"
Kembali ia merunduk guna menghapus sisa air mata sebelum menjawab.
"Ah, iya. Saya baik."
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐀𝐦𝐞𝐫𝐭𝐚 [𝚆𝚊𝚝𝚊𝚗𝚊𝚋𝚎 𝙷𝚊𝚛𝚞𝚝𝚘] - DALAM PROSES PENERBITAN
FanficHana tahu suaminya telah tiada, telah pergi meninggalkan dirinya bersama sang buah hati dengan begitu dinginnya. Hana mulai gila, kepergian suaminya membuat dirinya terjebak dalam delusi tak berkesudahan yang terasa mencekik jiwanya. Hana tak bisa...