BS. 11

456 87 34
                                    

Masih sama-sama memakai kemeja dan celana bahan, Kay duduk bersandar di headbord ranjang dengan Rich di pangkuannya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Masih sama-sama memakai kemeja dan celana bahan, Kay duduk bersandar di headbord ranjang dengan Rich di pangkuannya. Bergulung seperti anak kecil memeluk paha Kay.

"Sejak saat itu, aku benar-benar kehilangan sosok ibu." Rich memulai cerita, dengan jemari lentik Kay membelai rambutnya.

"Kami semua sibuk mencari Alo, sedangkan aku sibuk menyalahkan diriku sendiri."

Kay tetap diam mendengarkan.

"Kamu tau, aku bahkan lupa bagaimana hangatnya pelukan Mami."

Desah Kay sedikit kasar, ia hanya tak tau harus menjawab apa.

"Setelah Alo ditemukan, kami semua sibuk mendatangkan dokter dan psikolog terbaik untuk mengobatinya. Aku nyaris tak terlihat dimata mereka."

Sesekali, Rich membenarkan posisi kepalanya.

"Aku bahkan pindah ke sekolah khusus pria demi menebus rasa bersalahku, dan disana aku menemukanmu."

Usapan tangan Kay terhenti, Rich tau pria ini butuh penjelasan lebih.

"Kamu tak pernah melihat sekeliling, wajar jika tidak menyadari keberadaanku yang selalu mengikutimu."

"Penguntit."

Sarkasan Kay justru membuat Rich terkekeh, masih dalam posisi berbaring di paha Kay.

"Aku tumbuh tanpa perhatian dari orangtuaku, sedangkan perhatianku sendiri terkuras habis untuk Alo. Tapi kamu datang dan membuat ku sering melupakan Alo."

"Ka-"

"Sssttt! Dengarkan aku saja, ya?"

Kay menutup kembali mulutnya.

"Saat pindah ke sekolah itu, hal yang paling kubenci adalah datang ke sekolah. Tidak pernah ada yang menemaniku sarapan, makan siang atau makan malam. Alo masih di masa awal trauma yang sangat membutuhkan perhatian kusus dari semua orang."

"Kau cemburu padanya?"

"Tidak! Bukan itu pointnya, Kay." Rich merengek.

"Lalu apa?"

"Kita menghabiskan waktu seharian penuh di sekolah, otomatis waktuku untuk Alo juga berkurang. Dan saat di rumah, aku menghabiskan waktu untuk bermain bersamanya. Berbicara tanpa mendapat jawaban, karena saat itu Alo sungguh tak bisa mengeluarkan suara."

Kay diam menunggu lanjutan.

"Bisa kamu bayangkan, bertahun-tahun kami terus mengajaknya berbicara tapi tak mendapat respons. Saat itu, bukan lelah yang kurasakan. Justru rasa bersalah yang lebih mendominasi. Makanya aku benci ke sekolah, aku ingin menghabiskan waktuku bersama Alo saja. Hingga akhirnya ada seorang murid baru bernama Kaynen Enzo Malik yang sama sekali tak pernah menunduk di depan senior, bahkan tak pernah menuruti perintah konyol senior- seniornya."

BackStreet[END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang