Sudah hampir seminggu berlalu sejak insiden malam itu, dan selama itu pula Erica setia mengenakan heels berwarna hitam pemberian Ethan Romano. Sepatu itu menarik perhatian banyak orang—bukan hanya rekan kerjanya, tetapi juga para pengunjung yang datang ke restoran. Erica sering menangkap pandangan kagum yang terpancar, mungkin karena keindahan dan kemewahan heels yang ia kenakan, tapi ada pula tatapan sinis yang tak bisa ia hindari. Beberapa orang tampak meragukan bahwa seorang pelayan seperti dirinya bisa memiliki sepatu dari brand ternama. Namun, Erica tidak memedulikan semua itu. Baginya, mengenakan sepatu itu adalah caranya menyampaikan rasa terima kasih. Anehnya, ia juga merasa jauh lebih percaya diri setiap kali melangkah dengan sepatu itu.
Namun, sudah hampir seminggu pula ia tak bertemu lagi dengan pria itu. Ada perasaan aneh yang memenuhi hatinya—seperti kehilangan sesuatu yang penting. Erica merasa bersalah karena belum sempat mengucapkan terima kasih secara langsung, bukan hanya untuk heels yang ia terima, tetapi juga untuk pembelaan yang diberikan Ethan pada malam itu. Sayangnya, ia tidak memiliki cara untuk menghubungi pria tersebut. Sepertinya Ethan tidak pernah kembali ke restoran itu lagi. Erica sudah menitip pesan kepada teman-temannya, berharap jika suatu saat Ethan Romano muncul lagi di restoran, mereka akan segera memberitahunya. Erica hanya ingin satu kesempatan lagi untuk berterima kasih secara langsung dan jujur, meski ia tidak tahu mengapa rasa itu begitu penting baginya.
Erica baru saja menyelesaikan shiftnya ketika sore yang berangin musim gugur menyambutnya. Terlalu lelah untuk berjalan menuju Metro, ia memutuskan untuk menghentikan taksi. Namun, di seberang jalan, matanya menangkap sosok yang begitu familiar—sosok yang menghantui pikirannya hampir seminggu ini. Pria itu, Ethan Romano, berdiri di sana, dengan senyum tipis menghiasi wajahnya. Tanpa sadar, nama itu meluncur dari bibirnya. "Mr. Romano..."
Pria itu mulai menyeberang jalan menuju Erica. Langkah-langkahnya mantap, dan tatapan mereka terkunci satu sama lain seolah waktu berhenti. Erica merasakan jantungnya berdetak lebih cepat, udara dingin tiba-tiba menyentuh lehernya, membuat tubuhnya bergidik. Angin musim gugur meniup lembut rambut di sekitar wajahnya, namun tidak cukup untuk mengalihkan perhatiannya dari Ethan. Ia berdiri lebih dekat sekarang, dan Erica harus menengadah untuk melihatnya—posturnya yang tinggi dan tegap terasa begitu dominan. Sore itu, Ethan tampak berbeda, mengenakan kaus V-neck putih dan jeans hitam, jauh lebih santai dibandingkan penampilan formalnya saat pertama kali mereka bertemu.
"Mr. Romano..." Nama itu keluar lagi dari mulutnya, kali ini dengan nada bingung, seakan ia tidak percaya bahwa pria yang selama ini ada di pikirannya kini berdiri di hadapannya.
Ethan mengangkat satu alis, matanya sedikit menyelidik. "Apakah aku tampak sangat berbeda?" tanyanya dengan nada tenang.
Erica tergagap sejenak, terkejut oleh kedekatan mereka. "Uh? Oh! Tidak... Hanya saja, terakhir kali aku melihatmu, kau mengenakan jas formal. Sekarang... kau terlihat lebih santai," ucapnya dengan gugup. Hatinya berdebar, campuran antara kegugupan dan rasa ingin tahu memenuhi dirinya. Tidak pernah terlintas di benaknya bahwa pertemuan ini akan terjadi begitu tiba-tiba, seolah takdir mengatur agar mereka bertemu lagi di tengah hiruk-pikuk kota yang ramai, saat angin musim gugur berhembus.
Ethan tersenyum tipis. "Baiklah," ucapnya singkat, memecah keheningan. Ia melanjutkan dengan bertanya, "Kau baru saja selesai dengan shift-mu?"
Erica mengangguk, masih sedikit kikuk. "Ya, shift-ku baru saja berakhir." Melihat Ethan masih menatapnya, menunggu dengan sabar, Erica sadar bahwa ini mungkin kesempatan terakhir untuk menyampaikan rasa terima kasihnya. Ia menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan diri. "Mr. Romano," ia memulai dengan hati-hati. Pria itu menunggu, tampak sabar. "Tentang malam itu... Aku ingin meminta maaf. Aku sangat ceroboh mengotori jas mahalmu. Dan..." Erica tersenyum lebar, melirik ke arah sepatunya yang masih terpakai, "Terima kasih untuk sepatunya. Aku sangat menyukainya, ukurannya pas sekali. Meskipun terasa berlebihan, aku sangat berterima kasih. Aku benar-benar berhutang budi padamu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Still Falling For You
RomanceTentang pertemuan, kehilangan, dan kembali. Seorang Businesman sukses asal Italia bernama Ethan Romano menjalani kehidupanya di kota besar New York. Suatu hari sebuah insiden dialaminya yang membuat ia bertemu dengan seorang wanita cantik bernama E...