6

99 15 2
                                    

Namjoon dan Seokjin berdiri di bawah lampu jalan yang menerangi dengan suram. Seokjin memandangi ponselnya, lalu memasukkannya ke sakunya. "Namjoon, sudahlah. Ayo kita pulang saja."

"Kenapa dia tidak mau keluar?" Suara Namjoon meninggi kepada Seokjin.

"Untuk apa dia keluar? Untuk apa dia peduli untuk bertemu denganku?" Suara Seokjin turut meninggi. "Aku tahu rumahnya karena aku pernah dibooking kesini. Tapi ini jam 3 pagi. Istrinya pasti ada di rumah, dan..."

Namjoon tidak mendengarkan lagi omongan Seokjin, menyeringai saat ia berjalan dengan langkah lebar menuju ke pintu sebuah rumah mungil yang tampak asri.

BRAK!

Satu tendangan dan pintu itu menjeblak terbuka. Ia mengambil napas sejenak sambil mengedarkan pandang, lalu dengan mantap mengayunkan pipa besi yang dibawanya ke coffee table kaca yang langsung pecah berantakan.

"Namjoon! Jangan!" Seokjin menarik-narik tangan Namjoon dengan panik. "Nanti tetangganya dengar dan menelepon polisi."

Namjoon merenggut tangannya terlepas dan terus masuk ke ruang tengah. Rumah ini begitu nyaman, rapi dan bersih. Ia mencibir membayangkan kerja keras seorang istri yang tidak mengetahui apa yang suaminya lakukan di balik punggungnya.

"Siapa kau?" Seorang pria paruh baya berpiyama memasuki ruangan dengan waspada. Istrinya yang mungil bersembunyi di balik suaminya sambil menggendong anjing kecil yang lucu.

"Aku?" Namjoon berkacak pinggang memutar-mutar pipa sambil nyengir bengis. Sementara Seokjin menyingkir menyembunyikan diri di bayangan tembok. "Aku disini untuk meminta ganti rugi atas apa yang kau lakukan waktu meniduri pacarku."

"Pa-pacarmu?" Pria itu terengah kebingungan.

"Sayang, kau selingkuh?" Istrinya memekik panik.

"Ti-tidak. Sayangku, aku tidak tahu apa yang dia bicarakan." Sekarang si pria ikutan panik. "Telepon polisi."

Tapi si perempuan paruh baya menyeruak maju dengan murka. "Siapa perempuan itu? Yang kau bilang pacarmu itu? Dasar jalang penggoda laki-laki beristri. Biar ku..."

Namjoon menarik Seokjin mendekat dan melingkarkan tangannya di bahu Seokjin. "Ini pacarku, yang suamimu tiduri."

Ruangan hening sebelum jeritan pilu perempuan itu menggelegar. "Sayang, ini bohong kan? Bagaimana mungkin... kau dan laki-laki... Sayang, katakan sesuatu..."

Pria itu makin panik, dengan suara gemetar berbicara ke ponselnya. "Polisi? Halo polisi?"

Namjoon mengacungkan pipanya hanya beberapa centimeter di depan wajah si pria. Dan pria itu langsung tahu apa yang harus dilakukannya. Ia mematikan ponselnya, lalu dengan gaya ksatria mendorong istrinya ke belakang. Tapi perempuan tua itu mulai menangis histeris. Dan Namjoon makin naik darah.

"Diam! DIAM SEMUANYA!" Ia berteriak sambil memukul-mukulkan pipa ke meja makan. Ia menghela napas panjang saat akhirnya semuanya diam. "Nyonya, saya tidak peduli suami Anda tidur dengan pacar saya."

"Pacar saya pelacur, jadi sudah pekerjaannya untuk tidur dengan orang lain." Susah payah Namjoon menahan tawa melihat si perempuan paruh baya yang makin pucat dan kerlingan sadis Seokjin pada dirinya. "Masalahnya, suamimu tersayang tidur dengannya tanpa kondom."

Namjoon memutar-mutar pipanya mengancam. "Itu, melanggar perjanjian. Jadi aku disini mau minta ganti rugi."

"Ini pemerasan!" Pria itu menjerit.

"Haha, memang iya." Namjoon tertawa lagi.

"Ku-kurang ajar. Kutelepon polisi sekarang. Kau tidak ada bukti atas apapun yang kau tuduhkan." Dengan panik pria itu mencoba mengancam balik, menekan-nekan ponselnya berusaha menelepon.

TomorrowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang