16

48 6 0
                                    

"Masak apa?" Namjoon mengecup sekilas pipi Seokjin yang sedang mencampur bahan-bahan di dapur.

"Salad." Seokjin tersenyum kecil tanpa mengalihkan pandangannya. "Ternyata, bunga yang di pot depan itu bisa dimakan."

"Benarkah?" Namjoon jadi penasaran dengan helaian kelopak pink, kuning dan ungu diantara dedaunan hijau di mangkuk.

Seokjin meletakkan daging ayam panggang di atasnya lalu menuangkan saus. Diletakkannya mangkuk itu di meja kopi di ruang TV. "Makan."

"Kau mau kemana?" Namjoon penasaran melihat Seokjin membuka celemeknya bersiap pergi.

"Belanja. Buat makan malam."

"Oke. Hati-hati." Namjoon langsung duduk dan mulai memakan salad buatan Seokjin dengan rakus.

Dengan kedua tangan di dalam saku jaketnya, Seokjin melangkah ringan menjauh dari rumah yang terlihat begitu simpel walaupun asri. Rumah itu adalah salah satu rumah milik orang tua Namjoon yang ditinggalkan begitu saja.

Waktu mereka tiba di kota ini, Seokjin masih dalam masa pemulihan dan membutuhkan terapi. Mereka terlalu lelah untuk menghadapi proses pencarian dan negosiasi apartemen sewaan. Maka Namjoon mengusulkan mereka tinggal sementara di rumah ini.

Tapi, semenjak mereka menemukan kunci masuknya di bawah pot di halaman, mereka tidak pernah lagi meninggalkannya. Dan kini, beberapa bulan sudah berlalu.

Seokjin memasuki minimarket, dan tidak lama keluar dengan kantung plastik di tangannya. Tapi ia tidak kembali pulang. Dengan langkah sedikit terpincang, ia justru melompat naik ke sebuah bus yang membawanya makin menjauh dari rumahnya.

• • • 🌇 • • •

Hoseok menepuk-nepuk meja dengan gelisah. Saat terdengar ketukan di pintu kamar hotelnya, ia langsung melompat untuk membukanya.

Rautnya begitu sumringah melihat pria kurus tinggi yang berdiri di depan pintunya. Ia mundur selangkah, dan langsung menggantungkan tulisan "do not disturb" di pintu sebelum menutupnya setelah Seokjin masuk ke dalam.

Seokjin meletakkan kantung plastik belanjaannya di rak dekat pintu sebelum membuka sepatunya. Ia lalu duduk di kasur berseprai putih mulus.

"Hai." Hoseok menyapa malu-malu.

"Hai." Seokjin tersenyum. Kedua pipinya membulat membuatnya makin terlihat menggemaskan.

"Apa kabar?" Suara Hoseok gemetar oleh semangat yang menggelora.

"Mungkin, kau ingin mengetahui sendiri?" Seokjin melepaskan jaketnya, lalu T-shirtnya.

Segala salah tingkah Hoseok menghilang. Ia menghambur ke arah Seokjin.

Kasur pegas itu berguncang saat Seokjin terbanting. Hoseok berbaring di atas tubuh Seokjin, menatap matanya tajam. Mencoba mengatur napasnya yang tersengal, mencoba menahan birahinya.

Tapi segalanya gagal hanya karena satu kata dari Seokjin. "Biasa?" Dan saat Seokjin melingkarkan pelukannya di leher Hoseok, celana jeans baggy nya disentakkan terlepas.

"Urgh... Heuhhh..." Hoseok menggeram saat mengetahui Seokjin tidak memakai celana dalam. Perlahan, diremasnya kejantanan yang mulai tegang. "Kinky." Ia mendesis saat Seokjin mulai meliukkan pinggulnya dan memejamkan matanya.

Tapi foreplay bukanlah gaya bermain Hoseok, ia langsung menyambar botol berwarna biru yang sudah disiapkannya dan dituangkannya gel di dalamnya ke selangkangan Seokjin.

"Aheungh..." Dua jari Hoseok langsung menusuk masuk. Seokjin mengernyit dan tampak kesakitan, tapi ia tetap membelau tangan Hoseok dan membuka kakinya makin lebar. "Stretch me, baby."

TomorrowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang