"Namjoon, aku mau ikut donk."
Namjoon yang sedang merapikan backpacknya langsung menoleh ke arah Seokjin yang menghampirinya.
Ia berpakaian hitam-hitam. Baju milik Namjoon itu menggantung kebesaran di tubuhnya.
"Buat apa? Tidak usah. Kau istirahat saja disini."
"Aku mau lihat kau kerja." Seokjin memeluk Namjoon dari belakang, merajuk.
Namjoon berusaha tidak mempedulikannya. Tapi, kalau ada satu kelemahan dari dirinya, kelemahan itu bernama KimSeokjin. "Kau sudah mengerjakan bagianmu. Sekarang bagianku melakukan tugasku."
"Aku tidak kemana-mana hari ini. Jadi aku tidak butuh istirahat."
"Seokjin, please. Merampok itu bukan main-main. Banyak hal bisa salah dan aku tidak suka..." Namjoon berbalik. Salah besar.
Mata bulat yang memandangnya tanpa berkedip membuatnya kehilangan semua tekad untuk menolak permintaan Seokjin.
Dan Seokjin, sangat mengetahui itu. "Aku akan diam saja menonton kalian bekerja. Bagaimana?"
Belum sempat Namjoon mengucapkan penolakan, Seokjin sudah membombardirnya dengan alasan-alasan seperti anak kecil yang minta dibelikan eskrim. "Lagipula kau sudah melakukan ini beberapa kali. Semuanya sukses. Kalau kau khawatir dia akan mengenaliku, dia kan selalu melihatku dalam dandanan. Tidak pernah melihat aku cuma pakai hoodie begini."
Namjoon menghela napas. "Baiklah." Ia berbalik lagi untuk memasukkan beberapa barang ke dalam backpacknya. "Sekali ini saja."
Yep. Sekali saja apa salahnya. Lagipula Seokjin bukan anak kecil yang tidak bisa dikontrol. Namjoon akan memastikan mereka hanya mengambil barang dengan nilai tertinggi yang mudah dijual, lalu pergi secepat-cepatnya.
Saat mereka keluar dari penginapan ilegal tempat mereka bersiap yang mereka sewa dari aplikasi ponsel, keduanya tampak seperti lelaki muda yang akan menghabiskan malam di kota.
Dari ujung kepala hingga kaki, tertutupi pakaian serba hitam bergaya street style, tanpa merek dan sedikit kebesaran untuk menutupi bentuk tubuh mereka.
Dengan cepat keduanya menyeberang jalanan yang ramai masuk ke sebuah mobil sedan yang biasa saja.
Mobil itu mulai berjalan pelan, diantara anak-anak muda yang memenuhi jalanan pusat hiburan malam ini. Terkadang, keramaian adalah tempat persembunyian terbaik.
Akhirnya mereka sampai ke sebuah perumahan dengan rumah-rumah yang cukup besar. "Dimana kita akan parkir? Terlalu mencolok untuk berjalan kaki disini." Seorang pria muda yang sepakat bekerja sama dengan Namjoon untuk mengeksekusi perampokan ini bertanya dengan ragu.
"Sebentar." Namjoon cepat-cepat memantau di tabletnya. Ia sudah menyusup sekali ke dalam rumah itu untuk memasang kamera tersembunyi, dan sekarang semua kameranya memperlihatkan bahwa rumah itu kosong. "Kita bisa langsung masuk."
"Oke." Si pria muda langsung memarkir mobilnya di jajaran mobil yang diparkir di bawah bayangan pepohonan.
Dengan sigap ketiganya keluar dari mobil mencangklong tas masing-masing, hanya Seokjin yang tidak membawa apa-apa.
Langkah mereka cepat, tapi santai, merasa aman karena wajah mereka tertutupi masker. Dengan mudah mereka membuka pintu gerbang, lalu pintu depan. Orang yang lewat akan mengira mereka pemilik rumah saking terlihat biasanya gerak gerik mereka.
Tangan mereka langsung dengan lihai memasang sarung tangan dan topeng ski sebelum melewati pintu masuk. Dan di dalam rumah mereka langsung berpencar ke ruangan-ruangan yang sudah disetujui sebelumnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tomorrow
FanfictionSeokjin si pelayan restoran dan Namjoon si mantan narapidana bertemu di bagian tergelap kota. Dua jiwa kesepian dengan luka masa lalu, hubungan mereka terbangun diatas keinginan untuk lepas dari neraka dunia. Tapi, masih adakah hari esok untuk merek...