Satu

190 14 4
                                    

Hari bahagia Rega akhirnya tiba. Yaaaa, Wisuda! Walaupun enggak cumlaude yang penting lulus tepat waktu. Bahkan nilai Rega masih kalah jauh sama nilainya Biru. Memang sih pas mengerjakan tugas akhir Biru lagi patah hati dan kerja rodi bagai robot.

Yang bikin Rega bahagia, Mama, Papa,  Kak Reyna dan calonnya juga turut hadir. Rega terharu karena kali ini berkumpul dalam formasi lengkap.

"Selamat, yaaa, gue kira Lo bakalan jadi mahasiswa abadi." Reyna memeluk adik bungsunya. Dokter cantik itu dibalut kebaya lengan pendek dengan rok batik sebatas lutut. Cantik.

"Dih, enggak lah, walaupun enggak pinter, gue tetep rajin."

"Selamat sayang," ucap Dina, mengecup pipi Rega. Diikuti Yandi, Papa Rega.

Lalu Rega sedikit terperangah kala cowok tinggi yang sejak tadi diam saja  menyerahkan buket bunga mawar dan tersenyum seraya mengucapkan selamat.

Wah, boleh juga nih calon kakak ipar gue. Perhatian.

Rega tersenyum dan berterima kasih. Seumur-umur baru kali ini dapet buket bunga. Biasanya dia bakalan gombalin cewek-cewek pakai buket, itu pun tidak sebagus ini.

"Rega nyamperin temen dulu ya, Ma. Pa."

"Mama sama Papa tunggu di resto aja ya, nanti kamu bareng Bara aja ke sananya."

Dina, Yandi dan Reyna berlalu meninggalkan kerumunan wisudawan dan keluarganya yang sedang asik foto-foto. Pria tegap dengan jas dan dasi yang keren itu mengekori Rega di belakang.

"Regaaaa!"

Biru berlarian, dia menubruk tubuh Rega dan keduanya berpelukan. Akhirnya perjuangan panjang mereka berakhir. Interaksi mereka tidak luput dari perhatian Bara.

"Thanks banget Lo udah banyak bantu gue. Gue utang banyak sama Lo." Biru mengeratkan pelukan.

"Apaan sih mellow banget, udah kita temen, Lo boleh ngerepotin gue kapan pun Lo mau."

"Gak mau, sekarang gue udah siap banget buat Lo repotin."

Tidak hanya kepada Biru, Rega Januar juga berterima kasih kepada Sagara, Kastara dan Sena. Mereka melakukan aktivitas foto-foto, lalu menerima buket bunga dari banyak penggemar. Bara di belakangnya dengan sigap bantuin Rega. Membawakan buket bunga yang bejibun dan bingkisan yang Rega terima dari adik tingkatnya. Bara juga jadi fotografer dadakan.

"Ga, itu siapa?" bisik Biru.

"Calon suaminya kak Reyna kali, gak tau juga. Gue baru kenalan tadi."

"Calon suami Kak Reyna tapi kok ngikutin, Lo. Udah kaya calon suami lo aja, mana bawain barang bawaan lagi. Like a pacar idaman."

"Huss, sembarangan kalau ngomong. Gimana nanti kalau dicatat malaikat?"

"Ya gapapa, nanti triple date."

"Dih." Rega mencibir. Ogah ya, ini bukan novel genre BL atau bxb. Yang mana saat tokoh utamanya gay maka semuanya gay. Rega enggak, Rega masih suka senyum manis Mustika, apoteker yang kerja di kliniknya Reyna.

"Bunda udah masak, Rega ikut gak?" tanya Kastara.

"Gak bisa kayaknya, Nyokap nungguin. Mereka gak bisa lama di Bandung, mau terus ke Surabaya lagi. Salam aja sama Bunda, ya. Nanti gue ke sana aja minta makan."

"Gak tau malu," ejek Kastara.

"Enggaklah, ngapain malu. Gini-gini kan disayang sama Bunda Selen. Gue duluan kalau gitu ya, nyokap dah nunggu di restoran."

Rega memang dipaksa keluarganya untuk makan bersama di salah satu restoran yang sudah dipilih. Padahal maunya Rega makan-makan bareng Biru dan Kastara. Biar kata jadi kambing congek karena sahabatnya sama pacar masing-masing, tapi Rega senang-senang aja. Kan ada Bunda Selen, Rega selalu disayang Bunda. Apalagi Bunda Selen ini ngayomin banget, udah kaya ibu sendiri.

Keadaan seperti sekarang ini sebenarnya gak disukai Rega, kumpul keluarga tapi formalitas aja. Yang dibahas Yandi sama cowok yang Rega duga calon suami Reyna ini seputar saham, dan hal-hal yang gak mau Rega pahami.

"Kenapa gak dimakan, Ga. Itu ayam mentega, kesukaan kamu, kan?" Tanya Dina, melihat Rega makan sambil lihat-lihat foto yang diunggah Biru di Instagram.

"Oh, iya bentar, ini balesin ini dulu."

"Simpan aja hpnya, sopan depan calon suami."

Rega patuh, dia mengambil satu potong sayap ayam. Lamat-lamat dia sadar akan satu hal.

Calon suami?

"Calon suami Kak Rey?" tanya Rega. Sekalian aja tuntasin rasa penasarannya.

"Lah, kok gue. Dinar mau dikemanakan? Ya, Lo, lah."

Rega menatap Reyna, lalu beralih ke Yandi, Dina dan Bara. Mereka diam, hanya Yandi sepertinya yang sedang berusaha menyusun kata untuk menyampaikan sesuatu pada Rega.

"Oke, Rega. Kamu pasti kaget, kamu sudah dewasa, sudah lulus kuliah juga. Seperti Reyna, kamu pun sama harus menikah dengan calon yang sudah kami pilihkan. Dan Nak Bara, adalah orang yang papa percaya untuk mendampingi kamu sekarang dan untuk masa yang akan datang."

"Jangan ngeprank! Udah gak zaman ngeprank begini, gak lucu pa, ah." Rega tetap berusaha santai. Dia santap ayam mentega, enak sih, tapi ada rasa takut di hatinya. Gimana kalau ini bukan prank? Gimana kalau beneran cowok sok cool yang ada di depannya ini adalah calon pasangannya? Hey ayolah, Rega maunya melamar, bukan dilamar, Rega maunya punya istri bukan punya suami.

"Gak ada yang ngeprank, pernikahan bukan lelucon atau bahan candaan."

"Tapi dia kan cowok, sama kaya Rega. Alat tempur kami sama." Rega terus protes.

"Emang salah kalau cowok?"

"Ya iya. Aku maunya sama Mbak Mustika."

"Mustika apoteker aku?" tanya Reyna.

"Ya mana lagi, bahkan habis ini aku mau nyamperin dia."

Rega terhuyung ditoyor Reyna.

"Apaan sih, Kak."

"Mustika udah nikah, bahkan sekarang dia lagi hamil 2 bulan."

Rega menelan ludah, Yandi sudah hendak bicara lagi tapi buru-buru didahului sama Dina.

"Mama sama Papa gak bakalan menjerumuskan kamu, papa sama mama gak sembarangan pilih calon. Kamu gak bakalan menyesal sama Bara."

"Tapi Rega gak mau nikah, Rega belum mau, ada cita-cita yang harus Rega raih."

"Kalau mau lanjut kuliah boleh, nanti saya biayain. Pilih saja kampusnya," ucap Bara.

"Diem Lo!" Bentak Rega.

"Rega! Papa gak pernah ajarin kamu gak sopan."

"Tau gini tadi Rega ikut Kastara ke rumah Bunda. Sebenarnya ini papa sama mama orang tua aku bukan sih? Bukannya marah anaknya ngehomo, ini malah sengaja ngejodohin sama cowok. Gak sehat emang."

"Udah Rega, jangan bikin kesabaran Papa habis. Tidak ada bantahan, Minggu depan kalian nikah di Australia, kamu boleh bawa Kastara sama Biru nanti papa kasih tiketnya PP."

"Gak mau!"

"Terserah, kembalikan kartu kredit, debit, mobil dan motor. Mulai sekarang kamu tanggung jawab Bara. Dia yang akan biayain kamu, dia yang akan antar jemput kamu."

"Gak mau, papa gak bisa gitu, dong."

"Kembalikan atau papa blokir aja sekalian."

"Fine!"

Rega mengeluarkan dompetnya, menyerahkan dua kartu kredit, satu kartu kredit, STNK, dan ponselnya sekalian.

"Jangan cari Rega. Rega gak mau pulang kalau masih tetap melaksanakan rencana gila papa."

Chasing HappinessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang