Delapan

113 12 2
                                    

Sebut saja Rega kegeeran. Dia kira Bara akan mengetuk pintu kamar semalaman memohon permintaan maaf dan menjelaskan kesalahpahaman yang terjadi. Ya, Rega masih menganggap ini adalah salah paham, Bara akan jelaskan semuanya dan Bilang kalau Niko menyesal telah meninggalkan Bara. Tapi Bara dengan lantang akan mengakui pernikahannya dan mengatakan sudah bahagia dengan Rega.

Nyatanya itu semua hanya ada dalam mimpi Rega. Gak ada kejadian seperti itu, ditunggu beberapa lama tidak ada ketukan pintu kamar. Bara tidak membujuknya. Lalu, saat tengah malam Rega keluar kamar untuk mengambil ponselnya di meja makan, Rega tidak menemukan Bara di mana pun.

Sakit? Tentu saja, mungkin Bara mengantarkan Niko sampai rumahnya, karena tidak tega mengantarkan pria cantik itu pulang sendirian malam-malam.

Pagi hari, Rega bangun kesiangan. Iya jelas, dia semalaman menunggu Bara kembali dan ketiduran setelah pukul tiga dini hari. Sarapan sudah terhidang di meja, ada note yang tertulis di meja makan.

Sorry. Nanti Siang ketemu di kantor ya, saya susul ke sana.

Jadi lebih baik tidak usah ke kantor aja, biar gak ketemu Bara sekalian. Rega memberitahu Rizal kalau dia tidak bisa datang karena sakit. Ya memang sakit, sih, sakit hati tepatnya.  Mendingan sekarang nagih janji Biru saja. Karena lelaki itu udah janji siap direpotkan Rega kapan pun dia mau. Ya kan, jangan Biru saja yang galau curhat-curhat sama Rega sampai nginep berminggu-minggu.

Usai sarapan dengan makan SOP sisa kemarin yang dia hangatkan Rega meninggalkan apartemen. Dia bahkan tidak peduli dengan makanan yang Bara buat untuk sarapan.

"Biruu!"

Rega berteriak lantang, lelaki berkacamata keluar dari rumah. Rambutnya klimis, bersahaja sekali bapak Guru satu ini.

"Eh Rega, masuk, Ga. Mobilnya bawa masuk juga sini, bentar ini motornya dipinggirin dulu."

Sagara memindahkan motor Biru. Lalu memandu Rega untuk memasukkan mobilnya ke carport rumah minimalisnya. Berlagak seperti tukang parkir.

"Makasih, Pak Guru. Biru mana, kok gak keluar?"

"Sakit dia, kecolongan minum cola kemarin semalam perutnya melilit lagi, pipisnya sakit."

"Bandel banget, boleh masuk ya ini, Pak?"

"Masuk aja, Ga. Sekalian titip dia ya, Saya mau ngajar."

Rega mengangguk riang, senang sekali melihat kehidupan cinta teman-temannya. Semua bukan karena orang ketiga. Jadinya semua masalah bisa diatasi dengan mudah. Hanya harus diperjuangkan tanpa ada salah satu pihak yang harus berdusta dan pihak lain yang tersakiti.

Rega masih belum bisa menerima dengan perlakuan Bara kemarin. Berbohong, lalu berhubungan kembali dengan mantan. Fatalnya semalam tidak berusaha untuk menyelesaikan masalah itu.

"Katanya mau triple date malah jompo banget badan Lo."

Biru menoleh, dia cukup kaget mendapati sahabatnya udah datang pagi-pagi sekali.

"Kok ada di sini?"

"Disuruh pak Guru nemenin Lo biar gak nakal lagi minum cola."

Biru memutar bola mata, dia raih buah-buahan yang sudah dipotong dan memakannya dengan malas.

"Pelanggaran nyuruh pak CEO jagain gue."

"CEO apa sih? Kagak ada. Ru umur baru 22 udah sakit begini, hati-hati jangan melanggar terus nanti gagal ginjal."

"CK! Males ah, gak Sagara gak Lo, bawelin gue pagi-pagi."

Rega mencomot potongan belimbing lalu menyuapkannya. Segar, dingin seperti hatinya yang merana.

Chasing HappinessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang