Sepuluh

80 11 4
                                    

Disclaimer:
Cerita ini 100% halu. Jadi mohon maaf apabila di bab-bab selanjutnya mengecewakan kalian. Silakan lihat tagar untuk memutuskan apakah akan dilanjutkan membaca atau tidak. Terima kasih teman-teman pembaca yang saya cintai.

.
.
.
.
.

"Jadi mau berangkat jam berapa kamu, Yang?" tanya Bara, dia sudah siap dengan setelan mahalnya sementara Rega masih bergelung di tempat tidurnya dan bau sperma. Meski sudah dibersihkan sebagian besar oleh Bara, tetapi tetap saja ada ceceran cairan cinta mereka yang luput dari perhatian Bara.

"Nanti sekitar jam sebelasan aku ke rumah Kastara aja langsung. Nebeng dia, jadi nanti gak bawa mobil, pulangnya kan bareng Om. Gak lucu kalau bawa mobil satu satu."

"Iya deh, maaf gak bisa antar ya, kamu gak sama Biru, Yang?" tanya Bara. Eh dipikir-pikir lucu juga ya namanya Bara dan Biru. Author nih, tidak kreatif mencari nama.

"Pak Guru mana mau pake mobil, dia motoran pasti. Jadi ya nebeng sama Kas udah paling bener."

"Eh Pak Saga itu anaknya Adrian Jatmika, kan?"

"Iya, tajir padahal mah. Kalau aja om tau hidup Biru sama Pak Saga tuh sederhana banget, di perumahan rakyat. Gak punya mobil, punyanya motor milik Biru itu juga."

Bara mendekat lalu duduk di tempat tidur yang berantakan.

"Setiap orang punya pilihan hidup masing-masing. Termasuk kita yang pilih tinggal di apartemen begini. Sarapan dulu, yuk. Aku udah mau berangkat, mau siap-siap apel pagi."

"Aku tidur dulu bentar lagi Om. Sakit pinggang, ini juga perih. Agak meriang juga."

Bara merasa bersalah, dia mengusap kepala Rega. Ya memang, semalaman dia gempur suami kecilnya sampai tidak sanggup mengeluarkan sperma lagi. Sebagai gantinya dia siapkan obat pereda nyeri, obat demam dan salep untuk mengobati Rega.

"Gak lama Om, nanti aku tidur satu jam aja abis itu sarapan dan minum obat. Biar ada tenaga buat turun dari sini."

"Nanti aku kirim orang buat antar ke rumahnya Kastara aja ya. Biar gak naik ojol."

Rega hanya pasrah mengangguk. Biar Bara cepat berangkat, biar Rega bisa tidur sejenak mengistirahatkan pinggang yang rasanya mau patah.

Jam sembilan, Rega bangun. Rasanya lebih enakan hanya bagian belakangnya saja yang perih dan kebas. Sarapan yang sudah disajikan bara ditutupi dengan tudung saji. Ada obat-obatan di sebelahnya.

Rega mengulum senyum mengingat kembali betapa panasnya percintaan mereka semalam. Dia tidak menyangka orang sekalem Bara bisa sangat hot dan ganas di tempat tidur.

Daripada pikiran jorok terus mendominasi Rega bergegas mandi dan menemui Amin, sopir yang diutus Bara untuk mengantarkan dirinya ke rumah Kastara.

"Aaaaa Bunda cantik banget," komentar Rega begitu dia masuk ke rumah sederhana kediaman Kastara dan Ibunya.

"Ini nih, enggak Sena, enggak kamu pintar banget gombalin orang tua." Bunda mengulurkan tangan menyambut pelukan Rega.

"Kok anget, kamu sakit?" selidik Bunda.

"Gak ada, kepanasan aja barusan di luar. Kastara mana? Sena belum datang?"

Chasing HappinessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang