Empat Belas

70 10 2
                                    

"Jules! Can you help me?" Rega mengetuk pintu tetangga flatnya. Wajahnya pucat, Rega tak mampu berdiri terlalu lama karena semua berputar.

"Jules! Help me."

Rega menunduk, mungkin Jules sudah berangkat kerja. Rega kira dirinya beruntung karena tidak mengalami mual dan muntah seperti yang Saka ceritakan. Sayangnya pagi ini tiba-tiba rasanya pusing, jika berjalan semua benda yang ada di sekitarnya tampak berputar. Lalu Rega juga seperti sedang berada di sebuah angkutan kota yang di dalamnya dipenuhi dengan pengharum ruangan beraroma jeruk.

Tujuan Rega minta tolong Jules adalah minta antar untuk segera ke klinik. Mungkin ada obat anti mual atau apa pun itu yang bisa membuat dirinya tidak selemas saat ini. Rega tidak mau menjadi lemah, dia harus tetap kuat agar bisa mikir dengan jernih.

Sayang perempuan bule yang sering membantu Rega dalam setiap situasi itu pun kini tidak ada di tempat.

Rega duduk terpekur di flat sewaan mertuanya. Ruang tamu sekaligus ruang keluarga yang terdiri set sofa dan televisi itu sejajar dengan dapur minimalis. Bentuknya letter L, bagian sebelah kanannya kamar dengan ranjang queen size dan kamar mandi lengkap dengan bathtub di dalamnya. Jika mertuanya datang berkunjung maka akan menginap di hotel yang letaknya persis di seberang Flat Rega.

Kalau hari ini entah. Rega tidak tahu apakah akan tetap tinggal di sana atau pulang ke Indonesia memutuskan untuk kembali bersama Bara atau pulang ke rumah orangtuanya. Mengingat kehamilannya yang semakin hari semakin besar dan mungkin tidak akan sanggup jika sendirian.

Saat sedang merasakan mual parah dan pusing hebat Rega hanya bisa menutup matanya. Seperti saat ini, sejak pagi dia sudah muntah banyak, mual pun tidak hilang padahal biasanya hilang saat minum teh hangat yang dicampur jahe.

Bel berbunyi, mungkin Jules. Rega segera bergerak menuju pintu dan membukanya.

"Loh Ga, pucet banget!"

Farida ternyata sudah sampai, dia langsung berseru panik melihat Rega yang lemah letih lesu seperti zombie yang belum makan berhari-hari, eh memang iya, terakhir Rega makan beberapa hari lalu sebelum bertemu Saka di botanical garden.

"Mama!" Rega memeluk Farida, membuat ibu mertuanya itu sedikit kaget, pasalnya Rega biasanya orangnya sungkan, malu-malu dan selalu menjaga jarak. Kontak fisik yang dilakukan sebatas mencium punggung tangan seperti selayaknya seorang anak hormat pada gurunya.

"Loh, kamu sakit apa sayang, udah ke klinik?"

Farida menuntun Rega masuk. Dia lalu simpan kopernya dekat pintu dan melihat keadaan flat yang rapi. Hanya ada selimut tipis di sofa, sepertinya bekas Rega tiduran di sana.

"Rega mau pulang, Ma. Dengan keadaan Rega seperti sekarang ini Rega nyerah aja, gak sanggup kalau harus tinggal di sini jauh dari siapa siapa. Rega udah berpikir banyak, Rega udah siap hadapi Om Bara atau mungkin perpisahan kita nantinya."

Farida kembali memeluk menantunya. Dia tahu anak muda ini sedang terluka, bagaimana tidak, menikah tiba-tiba karena dijodohkan, dengan lelaki pula. Terus di tengah rasa ikhlasnya belajar menerima pernikahan itu, Rega malah dikhianati Bara.

Farida pun ikut marah, dia kecewa pada Bara.

"Kalau kamu pulang sekarang, Bara gak belajar. Tadi di Bandara mama udah menghubungi papa. Papa bilang Bara ke rumah dan ditantang papa buat bilang ke si Niko kalau dia sudah nikah sama kamu. Bara sudah tahu kalau kami menyembunyikan kamu di luar negeri."

Rega senang bukan main dapat mertua seperti Adji dan Farida. Tapi dia ingat, Niko adalah orang yang lebih dulu dan lebih lama menghuni hati Bara. Justru Rega yang duluan datang ke kehidupannya.

Chasing HappinessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang