Enam Belas

107 8 3
                                    

"Rega!"

Lelaki tampan itu mendekat, Rega senyum.

"Kak, makasih banyak mau nyempetin waktu datang ke sini." Rega memeluk Saka, lelaki yang baru ditemuinya dua kali ini senyum dan menepuk punggung Rega.

"Kenalin, Kak. Ini mama mertua aku. Ma, ini Kak Saka yang kemarin aku ceritain."

"Nak Saka, terima kasih udah ngasih rekomendasi buat Rega. Udah berapa bulan, Nak? Boleh Tante pegang perutnya?"

"Silakan Tante," ucap Saka.

Farida senyum, takjub dengan kehebatan Tuhan. Dua orang dengan gender yang tak mungkin memiliki anak dari perutnya sendiri kini ada di hadapannya sedang mengandung.

"Semoga sehat selalu ya, dilancarkan proses lahirannya."

"Aamiin, mudah-mudahan Rega juga Tante, bisa melahirkan cucu yang sehat buat Tante."

Mereka semua sedang berada di klinik dokter kandungan rekomendasi Saka. Rega sudah reservasi, untuk pemeriksaan Rabu sore. Tapi tiba-tiba dokter tidak ada karena di rumah sakit ada operasi Cito.

Jadi pemeriksaan diundur dua hari. Lantas Rega menghubungi Saka dan di sinilah mereka berada, Jumat sore di pemeriksaan terakhir sesuai jadwal yang ditetapkan klinik.

Rega mengganti pakaiannya dengan baju khusus berwarna biru pucat. Farida menunggu dengan cemas sambil sesekali berbincang dengan dokter yang sudah siap untuk memeriksa keadaan Rega.

Perawat membantu Rega berbaring di ranjang khusus. Perempuan bule itu senyum mengetahui kegugupan Rega. Tangannya bergetar dan berkeringat.

Dokter bicara banyak dengan bahasa Inggris. Rega mengerti, tentu saja. Tapi dia tak bisa menjawab atau berkomentar. Fokusnya hanya pada layar besar di depannya. Lalu dia sedikit berjengkit kaget kala gel bening dituangkan di permukaan perutnya.

Dokter menyatakan kehamilannya normal, memasuki minggu ke-11, janin di perut Rega sudah seukuran jambu air. Cukup besar dengan perkembangan yang signifikan.

Janin mulai bisa membuka serta menutup tangan dan mulutnya
Lutut, siku, dan pergelangan kaki sudah berfungsi. Dokter juga menyatakan bahwa tulang janin mulai mengeras tetapi kulitnya masih tampak transparan.

Keajaiban Rega rasakan saat mendengarkan detak jantung janin yang begitu kuat. Hal itu membuatnya terharu sekaligus percaya bahwa di dalam dirinya ada kehidupan lain. Ini adalah penyempurna hidupnya.

"Saya hanya akan meresepkan vitamin."

Dokter menulis sesuatu lalu memberikan banyak wejangan kepada Rega. Dokter meminta untuk tidak merokok dan menyentuh alkohol sama sekali.

Rega dan Saka berpisah setelah pemeriksaan berakhir. Saka harus tetap mengantri karena dia ada sesi konsultasi bersama dokter menjelang kelahiran anaknya. Sementara Rega harus segera pulang ke Flat karena sudah lelah.

"Mama gak pernah menyangka akan mengalami fase ini, Ga. Sejak tahu kalau Bara tidak suka perempuan, mama sudah mengubur dalam-dalam keinginan punya cucu dari Bara. Terima kasih sudah mengabulkan harapan besar mama."

Farida memeluk Rega erat. Keduanya baru sampai di flat, Rega yang semula pucat pun kini terlihat lebih berseri. Dia senyum-senyum sendiri melihat selembar print out ultrasonografi dari dokter kandungan yang baru saja dia kunjungi.

"Aku takut, Ma. Bisa gak ya? Sampai tadi pagi aku masih yakin aku enggak hamil, tapi setelah lihat sendiri dia udah bisa gerak, detak jantungnya juga kencang begitu, aku yakin kalau adek emang ada di perut aku. Aku harus gimana, Ma."

"Stttt, kamu pasti bisa, kamu sudah dipilih buat jadi tempat tumbuhnya adek. Kamu pasti kuat menghadapi kehamilan sampai tiba waktunya melahirkan nanti. Kamu mau ketemu keluarga kamu? Biar mama belikan tiket mereka ke sini."

Chasing HappinessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang