Lima Belas

83 6 3
                                    

"Babe, udah lama nunggu? Sorry banget tadi ada ketemuan sama orang asuransi dulu," ucap Niko. Hari ini penampilannya tidak kalah nyentrik. Kemeja slimfit dengan celana yang tidak kalah ngepas membuat tubuhnya yang indah itu terlihat semakin wow. Bagian pantatnya bulat dan sekal. Sayangnya, Bara sudah tidak tertarik lagi dengan penampilannya sesempurna apa pun Niko.

Bagi Bara, Rega yang mengenakan kaos hitam dengan jeans hitam yang robek bagian lututnya jauh lebih manis dan garang. Atau kaos putih polos dengan jaket varsity, topi dan celana pendek selutut jauh lebih menggemaskan. Apalagi saat tertawa, sudah gak ada lagi obatnya.

"Beb, kok melamun, kenapa?"

Bara mengerjap, dia membandingkan Niko dan Rega, jelas kini Rega juaranya. Dua puluh empat jam sehari lelaki itu memenuhi isi kepalanya.

"Sorry, silakan duduk."

"Sudah pesan makan?" tanya Niko.

"Silakan kalau mau makan, saya minum aja, masih kenyang habis makan dimasakin bibi."

Niko mengangguk memanggil pramusaji, dia memesan beberapa menu makanan sampai desert dan minumannya. Bara hanya pesan satu minuman bersoda. Dia membuka fitur perekam video di ponselnya dan menyandarkan ponsel itu di antara tempat tisu dan vas bunga.

"Lagi nunggu telepon?" tanya Niko merasa heran karena Bara adalah orang yang biasanya acuh sama ponsel dan selalu setia mendengarkan lawan bicaranya. Bahkan sering sekali ponselnya tertinggal saking asiknya ngobrol dan lupa. Seperti tempo hari saat Niko mengantarkannya ke apartemen dan bertemu dengan Rega.

Bara hanya mengangguk, Niko tidak sadar semua sedang direkam atas permintaan Adjinata sebagai tiket untuk bertemu kembali dengan Rega. Meminta maaf dan membawa lelakinya itu pulang ke rumah.

Tidak lama, pramusaji menghidangkan pesanan Niko dan keduanya larut dalam obrolan ringan sambil makan. Bara tidak to the point karena itu bisa merusak mood makan seseorang. Jadi dia menunggu sampai Niko benar-benar menghabiskan makanannya.

"Kamu tuh, Babe, ya, dari tadi ngeliatinnya aneh banget, kaya mau ngomong tapi gak jadi gitu. Ada apa?" terka Niko tepat sasaran.

"Sorry, sebenarnya saya mau ngomong ini dari lama. Sejak tahu kamu udah pindah divisi ke bagian HR dan kita bertemu. Tapi rasanya sulit. Saya tidak buta, kamu terus melempar kode, panggilan pun tidak berubah. Apalagi setelah Charles di deportasi kamu makin gencar deketin saya lagi."

"Kan aku cintanya sama kamu, Babe. Yang kemarin khilaf aja, kamunya gak mau ngasih kepastian terus. Aku kan butuh komitmen."

Bara menghela napas kesal. Jika kemarin Bara seperti kerbau yang dicucuk hidungnya, sekarang Bara tahu dia terlalu lemah di bawah kendali lelaki itu.

"Ya akhirnya kamu pergi kan dengan pria yang mau memberikan komitmen buatmu? Sudah, saya dan kamu selesai saat itu juga. Dan saya melanjutkan hidup, mencari orang yang mau mengisi hati yang sudah kosong. Dan ketemu, dia sudah ada di sini sejak lama. Di hatiku."

"Kamu punya pacar?" tanya Niko, wajahnya mengerucut, mata berkaca-kaca. Jika keadaannya dulu, Bara pasti luluh dan memeluk Niko untuk menenangkan lelaki itu.

"Lebih dari pacar, saya menikah."

"Kok gak adil, aku sama kamu setahun lebih kamu gak mau komitmen, ini sama orang baru langsung nikah. Apa jangan-jangan kamu sudah selingkuh sama dia sejak masih pacaran sama aku? Iya?"

Bara tertawa, "selingkuh tidak ada dalam kamus hidupku. Aku menikah dengannya pun tidak langsung setelah putus, ada gap sekitar 3 bulan. Awalnya hanya menuruti perintah papa untuk menikah, lalu aku mengaku gay lalu kami dijodohkan. Sudah!"

"Kamu cinta sama dia?" tanya Niko, suaranya lemah pertanda menerima kekalahan.

"Awalnya tidak, hanya bertemu beberapa kali sebelum menikah. Apalagi dia menolak untuk dinikahkan karena bukan gay. Ditambah lagi kecelakaan kerja tempo hari mempertemukan kita kembali, aku senang bisa bertemu kamu. Lalu dia pergi, aku baru sadar kalau cintaku padamu sudah habis sejak aku mengucapkan sumpah pernikahan untuk suamiku."

"Jadi, tujuan kamu ngajak makan untuk mengabarkan berita menyakitkan ini?"

Bara mengangguk. "Aku yang sakit 3 bulan ini, Ko. Rega pergi, karena aku seharusnya menemui dia di mall saat kejadian kamu dan Charles di toilet waktu itu. Lalu aku temenin kamu di restoran jepang. Rega lihat semuanya dan dia menyerah dia kembalikan cincin kawin kami dan pergi."

"Tunggu, Rega yang waktu itu ada di apartemen kamu?" tanya Niko. Ingat kembali lelaki tampan dengan nama belakang Wijaya sama seperti Bara.

"Ya, dia pria yang saya nikahi."

"Dia udah pergi, ya udah ngapain dicari. Sekarang aku ada di depan mata kamu, ada untuk kamu. Ngapain harus sama dia yang jelas-jelas pergi ninggalin kamu?"

"Dia ninggalin saya karena kesalahan saya. Sedangkan kamu pergi karena kamu terpikat laki-laki lain. Jadi saya lebih pantas memperjuangkan Rega dibandingkan kamu. Lagipula, dia suamiku sedangkan kamu hanya mantan. Maaf Niko, kamu bisa cari pria lain, mungkin memang benar kita tidak jodoh."

"Kamu cinta sama dia?" tanya Niko, matanya memancarkan luka.

"Awalnya belum, tapi setelah dia pergi saya tahu cinta itu sudah miliknya sepenuhnya. Maaf Niko, maaf banget. Kita sudah selesai saat kamu memilih laki-laki lain."

"Kamu kenapa gak cerita dari kemarin, tahu gitu aku gak berharap. Aku rasanya jadi cowok jahat yang bikin rumah tangga kalian berantakan."

Bara mengangguk, memang ini salahnya tidak tegas dan jujur kepada Niko tentang keadaan yang sebenarnya.

"Maaf, saya bingung ngomongnya gimana. Liat kamu antusias bertemu dengan saya bikin nyali saya ciut. Walau bagaimanapun saya gak bisa nyakitin kamu, Ko. I'm so Sorry. Udah tiga bulan ini Rega pergi, papa sama mama yang tahu Rega di mana. Dia seperti sudah ingin mengakhiri hubungan karena dia tahu tentang kita, tentang kamu adalah mantan saya. Pas kamu ke apartemen pun dia tahu kamu."

"Kalau sudah ketemu, nanti biarkan aku jelasin ya, aku gak mau terlihat jahat jadi pelakor. Kamu sih, kalau bilang kan aku gak bakalan ngarep balik sama kamu. Makanya kalau nikah tuh undang-undang kek, jadinya gini kan, salah faham."

Niko ngomel-ngomel, setidaknya Bara lega ternyata tidak sesulit yang dia bayangkan. Andai saja sejak awal bilang pada Niko, sejak di apartemen itu. Tidak akan begini jadinya, Rega tidak akan marah dan pergi keluar negeri.

Bara menghentikan rekamannya. Lalu dia mengantongi kembali ponselnya.

"Maaf ya, Ko. Semoga habis ini kamu dapat orang yang tepat untuk kamu."

Bara berdiri dan berjalan memutar, lalu meraih Niko dan memeluknya.

"Pelukan terakhir dan berganti menjadi pelukan persahabatan. Doakan saya bisa kembali menemukan Rega ya, Ko. Hidup saya kacau sekali tanpa dia."

Niko membalas pelukannya, entah mengapa tidak ada cemburu dan sakit hati. Karena sejak enam bulan lalu sosok yang mengisi hati Niko adalah orang lain. Pria bule yang kini merana karena tidak lagi bisa kembali ke Indonesia.

(Nanti Author buatin book tentang Nikolas sama Charles) Hahaha

Dirgahayu Republik Indonesia, bye Cheryl mau liat karnaval dulu :D

Chasing HappinessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang