Lima bulan berlalu begitu saja, hubungan Rega dan Bara jauh lebih baik. Bara mulai terbuka dan tidak pernah menyembunyikan apa-apa dari Rega. Dia tahu betul, masalah yang terjadi kemarin karena dirinya sama sekali tidak mau jujur soal Niko. Bukan tidak jujur pada Rega. Tapi tidak jujur dan gak enakan sama Niko. Padahal kalau jujur dari awal, Niko siap mundur.
Rega tidak diperkenankan pulang ke Indonesia karena kehamilannya. Selain masih aneh karena dia seorang pria, Bara juga ingin memberikan yang terbaik untuk suaminya untuk bayinya juga. Bara yakin di Manchester ini semua sudah lengkap dan bisa mendukung proses kelahiran anaknya nanti.
Rega belajar mencintai Bara, belajar menerima takdirnya sebagai lelaki yang sudah punya pasangan dan sebentar lagi jadi ayah. Namun, ada satu hal yang mengganjal di hati Bara. Rega masih belum sepenuhnya menyerahkan diri kepada Bara, bukan dalam segi fisik. Bara seperti bukan suami yang sesungguhnya, Rega terlalu mandiri. Apa yang dia inginkan selalu dia dapatkan dengan usaha sendiri.
Beberapa waktu lalu, Rega ingin makan toast yang ada dekat klinik tempat dia periksa. Dia pergi ke sana menggunakan kendaraan umum. Bara yang kelimpungan mencari merasa lega saat melihat Rega pulang membawa toast dan kopi-kopian.
"Kenapa gak bilang kalau mau itu, kan bisa saya antar," tegur Bara.
"Kenapa harus diantar? Kan bisa sendiri," jawab Rega tanpa dosa. Dan banyak lagi hal-hal yang Rega lakukan sendiri.
Bara ingin jadi suami sesungguhnya, yang membeli makanan tengah malam karena pasangannya sedang hamil. Bara ingin seperti pasangan lain, yang bermanja-manja dan minta dipijitin karena pegal membawa perut buncit dua puluh empat jam ke mana-mana.
"Bara harus gimana Ma, Rega kayaknya gak mau banget nerima perhatian Bara. Tiap kali bikin surprise makan malam, breakfast in the bed pun dia tampak tak terkesan."
Curhat Bara saat menghubungi Mamanya. Siapa tahu, kan Rega curhat sama mertuanya soal keinginan yang tidak dia ungkapkan pada Bara.
"Coba tanya aja. Siapa tahu dia memendam satu keinginan. Kalian harus banyakin ngobrol dan komunikasi."
Bara menutup teleponnya, dia memandangi lock screen ponselnya yang merupakan foto pernikahan Bara dan Rega. Bara sudah kepincut sama Rega, kepergian Rega selama tiga bulan menyadarkannya kalau Bara mencintai anak itu.
Berbekal nasihat dari Mamanya, Bara mengetuk pintu kamar untuk bicara hati ke hati bersama Rega. Dilihatnya sang suami sedang bermain game di ponselnya. Perut buncitnya dibiarkan terbuka karena memang setelah perutnya besar Rega sering kegerahan.
"Hai baby, asik bener mainnya." Bara naik tempat tidur, lalu menyandarkan kepala di bahu Rega.
"Berat, Om." Rega protes, didorongnya kepala suaminya.
"Kamu aja yang bersandar sini, aku kangen pengen nempel."
Rega patuh, lalu dia bersandar pada Bara.
"Masih lama mainnya?" tanya Bara.
"Enggak sih, gabut aja ini mah. Mau ngomong apa Om?"
Kan! Rega selalu bisa menebak kalau Bara ingin bicara atau menginginkan sesuatu.
"Kamu gak pernah ngidam apa?" tanya Bara, tangannya mengelus perut besar Rega. Kencang, mengkilap dan sesekali dia bisa merasakan gerakan baby yang ada di dalam sana.
"Ya seringlah, Om. Kadang aku pergi beli eskrim, beli toast, beli makanan-makanan itu ya karena ngidam."
"Ada ngidam kamu yang gak bisa dipenuhi gak, sayang?" tanya Bara.
"Tahu Sumedang yang dijual dekat gerbang tol Cileunyi. Tahu gejrot dekat sekolahan Pak Saga. Nasi goreng cumi dekat Rumah Biru. Banyaklah Om. Tapi aku mikir, bukan ngidam kali, ya. Cuma kangen, kan biasanya aku sama si Biru tuh ya gitu. Kulineran tapi gak jelas. Tahu Sumedang, tahu susu Lembang, tahu gejrot. Pokoknya pertahuan. Ya udah sih jauh juga, palingan nanti kalo udah balik ke Indonesia aku mau makan itu semua."
Bara diam, benar, mungkin bukan ngidam tapi kangen. Rega kan orang bebas sebelumnya, sampai akhirnya dia harus terikat pernikahan dan terdampar di Manchester.
Rindu pada keluarga dapat terobati dengan mudah karena kedua orangtuanya dan juga kakaknya berkunjung beberapa kali. Apalagi mertuanya.
"Toko Asia sini ada tahu gak yang? Kamu kan yang sering belanja." tanya Bara.
"Ada tofu, rasanya beda. Gak kaya tahu susu Lembang, gak ada tahu gejrot juga."
"Kamu gak kesel atau sedih karena gak bisa dituruti?"
Rega malah tertawa, "buat apa? Maksa Om beli ke sana pun nanti rasanya gak akan sama. Udah basi, mau di Frozen atau divacum pun rasanya pasti beda. Jadi ya udah, toh rasa inginnya juga sebentar hilang."
"Kamu gak mau maksa aku gitu, kan biar aku tuh berjuang manjain kamu yang lagi hamil," paksa Bara.
"Aku mau maksa satu hal, tapi turutin ya, Oke," Nego Rega.
Bara mengangguk, seperti anak kecil yang semangat dengan mainan yang dijanjikan kalau bersikap baik.
"Aku mau ... Ummm ... Seks!"
Wajah Rega memerah, Bara sendiri shock dengan permintaan Rega. Memang, selama pernikahan ini Bara hanya melakukan itu sekali sebelum hamil.
"Aku takut, Sayang."
Rega merenggut, "Ya udah kalau gak mau."
"Jangan ngambek."
Bara meraih tangan Rega.
"Aku udah nahan lama banget, mau minta malu, Om." Rega menunduk, wajahnya benar-benar semerah tomat matang. Telinganya apalagi.
"Aku juga sama," ungkap Bara. "Cuma aku takut nyakitin dia," tangannya yang kekar mengelusi perut yang kini tertutup kaos putih.
"Om," rengek Rega.
"Kita coba pelan-pelan ya, Sayang."
Rega mengangguk, dia pejamkan mata dan pasrah saat tangan suaminya membelai seluruh tubuhnya. Mengecupi leher sampai tulang selangka.
Matanya sayu menahan gairah, keduanya mendayung sampan berahi menuju lautan penuh rasa nikmat. Mendaki gelenyar gelenyar asing sampai tiba di ledakan kenikmatan. Mata keduanya berkunang-kunang, lemas, lengket.
[Sex scene lebih lengkap bisa teman-teman baca di Trakteer.id ya. Link ada di bio. Harganya muraaah seharga segelas Cendol]
Perut Rega kencang. Kontraksi.
"Om, ini gak apa-apa?"
"Gak tau, kita ke dokter aja gimana?" tanya Bara.
"Jangan dulu, Om. Aku tanya Saka aja dulu. Siapa tahu dia ada pengalaman."
Rega meraih ponselnya, lantas bertanya pada teman barunya. Ternyata memang wajar, orgasme dan sperma bisa memicu kontraksi. Namun, jika terlalu brutal bisa menyebabkan kelahiran prematur.
Rega menyesal, akhirnya dia melamun sambil memegangi perutnya yang kencang.
Setelah kejadian perutnya kencang-kencang, Rega janji tidak akan memaksa buat berhubungan badan lagi. Dia rela menekan nafsunya demi si bayi dalam perut. Rega menjalani hari-harinya kesepian karena Bara harus bolak-balik Manchester Indonesia demi mengurus pekerjaan juga.
.
.
.
.Tadinya mau tamat, tapi kayaknya masih dua tiga bab lagi sih. Atau sampai lahiran? Hahaha
KAMU SEDANG MEMBACA
Chasing Happiness
RomanceRega Januar, harus mengubur cita-cita dan mengejar kebahagiaan dengan pria asing yang tiba-tiba menjadi suaminya. Mungkin ini karma karena selalu meledek Pasangan Kastara Bimasena dan Sagara Biru. Side Story Sagara Biru Disclaimer: Cerita ini 100% h...