ᝯׁ֒hׁׅ֮ɑׁׅ℘tׁׅꫀׁׅܻ݊ꭈׁׅ 12

2.9K 205 1
                                    

Irene menarik tangan pemuda itu, "hei, aku bilang tunggu ih, "Irene mengatur nafasnya karna lelah berlari

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Irene menarik tangan pemuda itu, "hei, aku bilang tunggu ih, "Irene mengatur nafasnya karna lelah berlari.

Pemuda itu menatap Irene, sebenarnya bukan hanya dia tapi beberapa siswa-siswi yang berada di koridor juga ikut menatap Irene.

"Tuh kan bener, kamu yang nyelamatin aku di mall kemarin kan? "Ucap Irene, ada nada seneng di suaranya.

"Kamu? "Pemuda itu menatap Irene, mencoba mengenali wajah itu.

"dia siapa sih? Berani banget pegang tangan tuan muda Emilio, "ucap salah satu siswi yang di denger Irene.

"Emilio? "Irene merasa familiar dengan nama itu.

Ia menatap wajah Emilio yang tampan, "kamu Emilio? "Ia bertanya dengan hati-hati.

"Dek, kamu lari cepat banget, "keluh Ganendra.

Ia menatap tangan adiknya yang memang tangan pemuda bernama Emilio.

Ia langsung melepaskan tautan tangan keduanya, dan membawa adik nya ke belakang tubuhnya.

"Jauh-jauh dari adikku, "ucapnya penuh penekanan di setiap kata.

Ia menatap Emilio dengan waspada.

"Permisi, bukannya adikmu yang memegang tangan ku? "Ucap Emilio, meskipun sedikit ragu dengan kata adik yang ia ucapkan sendiri.

Bagaimana lagi, dirinya dengan putra bungsu di keluarga Rodriguez itu bersahabat, dan dirinya tidak pernah dengar bahwa keluarga nomor satu di dataran tengah itu memiliki seorang putri.

"Aku nggak peduli, yang aku tahu tangan kalian saling bersentuhan, "ucap Ganendra tak peduli.

"Kakak, "Irene menatap kakaknya protes.

"Aku hanya ingin berterima kasih dengannya, "ucap Irene

Ganendra menoleh, "berterima kasih? "Ia menatap adiknya dengan tanda tanya besar.

Irene mengangguk lemah, "bener, dia udah nyelamatin aku kemarin, "ucap Irene tanpa ada niat untuk menyembunyikan apapun

"Menyelamatkan? Menyelamatkan dari apa? "Dari suara Ganendra terdengar bahwa dirinya benar-benar kuatir pada adik perempuannya itu.

"Kemarin saat aku di mall, ada pria-pria iseng yang gangguin aku, "ucap Irene dengan suara lemah

"Apa? berani banget mereka, aku bakal suruh orang untuk cari mereka bahkan sampai ke ujung dunia sekali pun, "ucap Ganendra marah.

Irene mencoba menenangkan kakak ke lima nya, "tenang saja kak, mereka nggak ngapa-ngapain aku kok soalnya ada dia nolongin aku, "ucap Irene sambil menunjuk Emilio yang berdiri menatap keduanya bingung.

"Makasih, "dengan acuh tak acuh Ganendra berterima kasih.

"aku agak bingung sih sama percakapan kalian, tapi hei temen. Aku enggak tau kalau punya adik, "ucap Emilio sedikit bingung

"Bukan nya orang tuamu hadir di acara jamuan makan malam yang di adakan keluarga ku? "Bukannya menjawab Ganendra malah bertanya.

"Apa hubungannya? "Bingung pemuda bernama lengkap Emilio Butragueno, putra tunggal dari keluarga nomor 2.

Ada semakin banyak orang yang memperhatikan Irene, Ganendra, dan Emilio.

"Kayaknya, kita agak telat banget kalau kita pergi sekarang? "Ucap Irene memotong ucapan keduanya.

"bener juga, ayo kita pergi, "ucap Emilio

"Oke, sampai jumpa di basecamp, "ucap Ganendra, ia menarik tangan adiknya menuju ke kantor kepala sekolah untuk melapor.

Emilio dengan acuh, langsung berjalan menuju kelasnya.

Setelah melapor Ganendra membawa adiknya di kelas khusus untuk pewaris keluarga.

"Wow, "Irene takjub melihat kelas itu yang terlihat mewah, meskipun baru terlihat luarnya saja.

Kelas itu terpisah dari kelas-kelas lainnya.

Di gedung sekolah khusus orang kaya itu, ada tiga belas ruangan.
6 Rungan di gunakan sebagai kelas, 1 ruangan di gunakan sebagai basecamp anak-anak dari keluarga 5 besar, lalu 3 ruangan di gunakan sebagai kantin, 2 ruangan lainnya di gunakan sebagai ruang laboratorium dan juga ada satu ruangan terpisah yang hanya untuk para pewaris keluarga lima besar.

Tak hanya itu, di gedung khusus anak-anak orang kaya itu juga terdapat lapangan basket, lapangan golf, lapangan latihan panah, lapangan berkuda, dan lapangan khusus untuk menembak.

Juga terdapat aula besar, yang di gunakan jika Ada pertemuan orang tua murid atau pun untuk mengumpulkan siswa siswi.

"Ayo, "Ganendra menarik tangan adiknya, membawanya masuk ke dalam kelas itu.

Yang hanya berisi kan tiga murid saja, jika di tambah dengan Irene hanya ada empat siswa dan juga ada tiga orang guru yang mengajari satu murid satu guru. 

Irene menatap kakaknya, ia sedikit merasa aneh, dan curiga.

"Kakak, jangan bilang ini kelas? "Irene menggantung ucapan nya.

"Semuanya perkenalkan dia adalah adik ku, putri kandung dari ayah Xavier sekaligus pewaris dari keluarga Rodriguez, "ucap Ganendra lantang.

"Apa? "Irene adalah orang pertama yang kaget, ia kaget bukan karena status nya sebagai Putri tunggal keluarga Rodriguez, tapi ia kaget karena ia adalah pewaris.

"Enggak, enggak, enggak, "Irene berteriak heboh.

"Aku enggak mau jadi pewaris, aku cuman mau hidup dengan tenang dan hidup dalam kasih sayang kalian semua. Bukan malah menanggung beban sebagai pewaris keluarga, "ucapan Irene sontak membuat mereka yang ada di ruangan itu terkejut.

Mungkin hanya Irene satu-satunya orang bodoh, yang tidak ingin menjadi pewaris dari kerajaan besar Rodriguez.

"Maksud kamu apa dek? "Tanya Ganendra heran.

"Kakak, aku cuma pengen hidup tenang dan berleha-leha selama hidup ku. Aku enggak mau bekerja, ataupun menjadi pewaris. Dan bukan nya ada kak Achazia yang udah di latih sejak kecil, dia lebih pantas dari pada aku, "ucap Irene cepat.

"Aku enggak mau di kelas ini, aku mau di kelas kakak, "sambungnya

"Tapi dek, ayah yang sudah mengatur kamu di kelas ini, "ucap Ganendra pada adiknya.

"Kakak, aku mohon, "ucapnya dengan wajah memalas

"Oke lah, ayo, "dengan terpaksa Ganendra membawa adiknya ke kelas nya.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Dad, I'm Your Daughter!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang