[00] Prolog ☠️

177 42 17
                                    

☠️💔

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

☠️
💔

Harap Jangan Plagiasi & Jangan Jadi Pembaca yang Pasif!❤️

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Harap Jangan Plagiasi & Jangan Jadi Pembaca yang Pasif!❤️

Jika kamu suka dengan cerita ini, tolong dukung dengan komen dan vote. Dukungan kecil dari kalian sangat berarti buatku dan bisa memberikan semangat lebih untukku terus menulis. Aku hanya ingin dihargai 🙏, sebagai gantinya aku akan menghargai kalian dengan tidak menggantungkan cerita ini.
Terima kasih! 😊

Aku tidak pernah membayangkan hidupku akan berakhir seperti ini, menjadi bayangan yang tidak pernah diakui atau menjadi seseorang yang selalu dipandang rendah oleh orang lain

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Aku tidak pernah membayangkan hidupku akan berakhir seperti ini, menjadi bayangan yang tidak pernah diakui atau menjadi seseorang yang selalu dipandang rendah oleh orang lain. Namaku Draxe Warbeard, biasanya orang-orang memanggilku Axe. Aku seorang siswa SMA yang selalu mencoba bertahan di antara kebisingan dan kekejaman dunia sekolah. Setiap hari adalah perjuangan, bukan hanya melawan tugas-tugas sekolah tetapi juga melawan suara-suara dari dalam kepalaku yang terus berisik dan bergeming bahwa aku tidak cukup baik.

Bel sekolah berbunyi, menandakan bahwa waktu istirahat sudah dimulai. Aku menarik napas dalam-dalam sebelum keluar dari kelas, berharap bisa menghindari tatapan sinis dan ejekan yang biasa aku terima. Tapi harapanku segera pupus saat aku melihat Kaiden dan gengnya berdiri di dekat pintu.

"Heh, lihat siapa yang datang," kata Kaiden dengan senyum mengejek. "Si anak penakut."

Aku mencoba untuk berjalan melewati mereka tanpa berkata apa-apa, tetapi Kaiden menarik tas punggungku, membuatku terhuyung ke belakang.

"Ada apa, Axe? Takut sama kita?" Kaiden melanjutkan, suaranya penuh dengan ejekan.

"Biarkan aku pergi," kataku, mencoba untuk tetap tenang meskipun dadaku berdebar kencang.

"Oh, lihat ini! Si pengecut mencoba melawan," kata salah satu teman Kaiden, diikuti oleh tawa yang kasar.

Mereka melepaskanku setelah beberapa saat, mereka menertawakanku yang hanya bisa diam tanpa melawan. Dengan cepat aku berlari menuju kamar mandi, tempat satu-satunya di mana aku merasa aman. Aku menatap bayanganku di cermin, aku melihat wajah yang penuh ketakutan dan kelelahan. Aku merindukan kedamaian, tempat di mana aku bisa menjadi diriku sendiri tanpa rasa takut.

Saat kembali ke kelas, aku melihat Mia duduk di tempatnya. "Dia menungguku," gumamku hampir tak terdengar.

Dia adalah satu-satunya teman yang aku miliki, seseorang yang selalu ada untukku tanpa syarat. Mia tersenyum ketika melihatku mendekat, tapi senyumnya segera memudar ketika dia melihat wajahku yang pucat.

"Axe, kamu baik-baik saja?" tanyanya dengan suara khawatir.

Aku mengangguk, mencoba untuk menenangkan kekhawatirannya. "Aku baik-baik saja, Mia. Hanya sedikit lelah."

Mia menghela napas, tahu bahwa aku tidak sepenuhnya jujur. "Di bully lagi ya? Kamu harus lebih kuat Axe, jangan biarin geng Kaiden seenaknya sama kamu."

Aku tahu dia benar, tapi sulit untuk tetap kuat ketika setiap hari terasa seperti pertempuran yang tak ada akhirnya. "Aku tahu, Mia. Aku hanya... merasa lelah."

Mia terdiam sebentar sebelum mulai berbicara lagi, "Baiklah."

‼️‼️‼️‼️

Saat pulang dari sekolah, aku berjalan bersama Mia juga sekedar menikmati matahari sore yang menghangatkan jalanan. Kami berbicara tentang banyak hal, dari pelajaran hingga impian masa depan. Di tengah percakapan, Mia tiba-tiba berhenti dan menatapku dengan mata yang penuh misteri.

"Axe, aku ingin kamu tahu sesuatu," katanya pelan.

"Apa itu, Mia?" tanyaku, merasa sedikit cemas.

Mia membuka mulutnya seolah-olah akan mengatakan sesuatu yang penting, tapi kemudian dia mengguncang kepalanya dan tersenyum tipis. "Tidak, tidak ada. Lupakan saja."

Aku menatapnya dengan curiga, tapi memutuskan untuk tidak menekan lebih jauh. Mia memiliki hak untuk menyimpan rahasianya, seperti aku menyembunyikan luka dan kutukanku.
.
.
.

 Mia memiliki hak untuk menyimpan rahasianya, seperti aku menyembunyikan luka dan kutukanku

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
AXETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang