Harap Jangan Plagiasi & Jangan Jadi Pembaca yang Pasif!❤️
Jika kamu suka dengan cerita ini, tolong dukung dengan komen dan vote. Dukungan kecil dari kalian sangat berarti buatku dan bisa memberikan semangat lebih untukku terus menulis. Aku hanya ingin dihargai 🙏, sebagai gantinya aku akan menghargai kalian dengan tidak menggantungkan cerita ini.
Terima kasih! 😊Sejak beberapa hari terakhir, Mia semakin jarang muncul di sampingku. Awalnya... aku berpikir mungkin dia sedang tidak ingin diganggu, tapi semakin lama aku mulai merasakan kehilangan sosoknya. Setiap kali aku di kelas, sesekali aku menoleh ke arah kursi kosong di sebelahku. Atau saat berjalan sendirian ketika pulang sekolah, jujur aku berharap Mia ada di sana dan tersenyum seperti biasanya padaku. Tapi kenyataannya, dia tidak pernah muncul lagi.
"Mia, kamu tidak seperti biasanya. Kamu dimana? Biasanya kamu muncul disampingku?" kataku sambil menengadahkan wajahku ke langit.
Aku mulai merasa gelisah, bagiku dia adalah teman yang selalu ada untukku meski hanya aku yang bisa melihatnya. Tanpa kehadirannya, dunia terasa sepi. Aku sering melamun, membayangkan Mia berdiri di depanku dan menatapku dengan matanya yang tenang dan penuh pengertian. Tapi semua itu hanyalah ilusi, aku lebih tahu akan hal itu.
******
Sore itu, aku mengantar ibu ke rumah sakit untuk mengambil resep obat kontrol. Seperti biasa, aku menunggu di luar ruangan pasien sementara ibu berbicara dengan dokter. Rumah sakit selalu menjadi tempat yang tidak nyaman untukku, bau obat dan suasana yang sunyi membuatku merasa tertekan. Aku duduk di bangku tepatnya di lorong rumah sakit, mencoba mengalihkan pikiranku dengan melihat orang-orang yang berlalu lalang.Tiba-tiba dari kejauhan, aku melihat sosok yang sangat familiar. "Mia?" gumamku sedikit terkejut sambil mengucek mataku.
Dia sedang duduk di halaman rumah sakit, sedang bermain dengan seorang bayi kecil yang ada di gendongan seorang wanita paruh baya. Senyum Mia terlihat bahagia, dia tampak begitu nyata.
Aku tertegun, tidak percaya dengan apa yang kulihat. Perasaanku campur aduk antara senang dan cemas, akhirnya tanpa berpikir panjang aku bangkit dari bangku dan berlari keluar untuk mendekati mereka. Saat aku semakin dekat, hatiku berdetak lebih cepat. Mia masih di sana, tertawa bersama bayi itu seakan tidak menyadari kehadiranku.
"Mia!" panggilku dengan suara parau.
Dia menoleh perlahan dan senyumnya memudar saat melihatku. Wanita paruh baya yang menggendong bayi itu tampak kebingungan, seakan aku ini orang gila yang sedang bicara dengan udara kosong.
"Permisi Bu," kataku sambil memaksakan senyuman.
Wanita paruh baya itu hanya mengangguk kemudian meninggalkan tempat duduk itu, masih dengan bayi digendongnya. Aku menatap Mia kemudian langsung mendekatinya dan memeluknya dengan erat. Aku tidak peduli jika orang-orang di sekitarku akan melihatku sebagai orang gila yang memeluk udara kosong. Yang penting bagiku saat itu adalah Mia, hanya Mia.
"Mia, jangan pergi lagi," bisikku sambil menahan tangis. "Aku nggak peduli kamu ini apa, tapi tolong… jangan tinggalkan aku."
Mia terdiam dalam pelukanku, tangannya perlahan-lahan membelai punggungku. Sentuhannya hangat, dan aku bisa merasakan keberadaannya begitu nyata. Tapi di dalam hatiku, aku tahu ada sesuatu yang salah dan aku sengaja mengabaikannya.
"Axe, aku nggak bermaksud ninggalin kamu," katanya dengan suara lembut. "Aku hanya butuh waktu buat jauh dari kamu."
Aku menggelengkan kepala, masih memeluknya erat. "Kenapa? Kenapa kamu harus menjauh? Aku nggak bisa hidup tanpa kamu, Mia. Kamu satu-satunya yang mengerti aku."
Mia menghela napas pelan, mencoba menenangkanku. "Axe, kamu tahu aku nggak nyata kan? Aku tahu kamu sudah mulai sadar akan hal itu, itu menyakitkan buat aku dan kamu."
Aku terdiam, kata-katanya menyentak hatiku. "Tapi… tapi aku nggak peduli, aku butuh kamu di sini."
Mia melepaskan pelukanku perlahan, menatapku dengan mata penuh rasa bersalah. "Axe, aku nggak mau terus menyakiti kamu. Aku ini cuma roh yang jadi penghubung dunia nyata dan alam roh, aku adalah sesuatu yang seharusnya nggak ada. Tapi selama ini, aku di sini karena kamu yang membutuhkanku. Dan sekarang, aku rasa... aku harus mulai melepaskanmu."
Aku menatapnya dengan mata penuh air mata, tidak tahu harus berkata apa. Semua yang dia katakan benar, tapi aku tidak bisa menerima kenyataan itu. Mia adalah bagian dari hidupku, meski aku tahu dia bukan manusia nyata.
"Tapi… aku nggak bisa," suaraku bergetar. "Aku nggak bisa kehilangan kamu, Mia."
Dia tersenyum lembut, menghapus air mata di pipiku. "Axe, kamu lebih kuat dari yang kamu pikirkan. Dan kamu akan baik-baik saja, bahkan tanpa aku."
Aku menatapnya, masih tidak percaya dengan apa yang dia katakan. "Mia, aku… aku hanya ingin kamu tetap di sini. Bahkan jika itu berarti aku harus hidup dalam kebohongan, hidup seperti orang gila."
Mia menggenggam tanganku, menatapku dengan tatapan penuh kasih sayang. "Axe, kamu berhak mendapatkan kehidupan yang nyata, dengan orang-orang nyata. Aku akan selalu ada di hatimu, tapi kamu harus melanjutkan hidupmu tanpa aku."
Aku menundukkan kepala, air mata mengalir tanpa henti di pipiku. "Aku nggak tahu, apakah aku bisa?"
Dia tersenyum, lalu mendekatkan wajahnya ke telingaku. "Kamu bisa, Axe. Kamu akan menemukan jalanmu, meskipun aku nggak ada di sana."
Aku memejamkan mata, mencoba menahan perasaan sakit yang tiba-tiba menghantamku. Ketika aku membuka mata lagi, Mia sudah menghilang. Aku merasakan angin dingin yang menyelimuti tubuhku, rasanya seperti mimpi buruk yang tidak pernah berakhir.
Aku tahu apa yang harus kulakukan, tapi aku juga tahu bahwa perpisahan ini bukanlah sesuatu yang mudah. Meskipun Mia mengatakan bahwa aku akan baik-baik saja tanpanya, aku tidak bisa menghilangkan perasaan hampa yang kini menguasai hatiku.
Tapi meskipun begitu, aku harus mencoba. Aku harus belajar hidup tanpanya, meskipun itu berarti aku harus merelakan bayangan yang selama ini menemani langkahku.
"Mia, apakah aku terlalu bodoh karena mencintaimu? Atau ini bukan cinta? Atau ini hanya rasa terimakasihku karena kamu selalu bersamaku?" gumamku dengan nada parau.
.
.
.
KAMU SEDANG MEMBACA
AXE
Teen Fiction"Aku mencintaimu, tidak peduli siapapun kamu dan bagaimana bentukmu.... aku akan selalu mencintaimu."❤️☠️ ~AXE