[04] My Lovely Ghost

80 47 18
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Harap Jangan Plagiasi & Jangan Jadi Pembaca yang Pasif!❤️

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Harap Jangan Plagiasi & Jangan Jadi Pembaca yang Pasif!❤️

Jika kamu suka dengan cerita ini, tolong dukung dengan komen dan vote. Dukungan kecil dari kalian sangat berarti buatku dan bisa memberikan semangat lebih untukku terus menulis. Aku hanya ingin dihargai 🙏, sebagai gantinya aku akan menghargai kalian dengan tidak menggantungkan cerita ini.
Terima kasih! 😊

Beberapa hari kemudian, Ragen keluar dari rumah sakit

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Beberapa hari kemudian, Ragen keluar dari rumah sakit. Dia mulai kembali bersekolah seperti biasa, kami biasanya menghabiskan waktu di taman belakang sekolah setelah bel pulang berbunyi. Setelah kejadian pertengkaran kami dengan Kaiden dan gengnya, Ragen jadi lebih sering menghabiskan waktu bersamaku. Sejujurnya aku tidak pernah membayangkan hal itu sebelumnya.

Saat kami duduk di bangku taman, Ragen tiba-tiba melemparkan sebuah batu kecil ke arah kolam.

"Kamu sering ke sini juga, Axe?" tanyanya pelan.

Aku mengangguk, mencoba terlihat santai. "Iya, soalnya tempat ini tenang."

Ragen mengangguk seakan mengerti apa maksud ucapanku. "Pantas aja. Tempat ini memang asik buat cari inspirasi."

Kami duduk dalam keheningan, menikmati angin sepoi-sepoi yang membawa aroma segar dari rerumputan. Seperti biasa Mia duduk di sebelahku, meskipun aku tahu hanya aku yang bisa melihatnya.

Ragen tiba-tiba menoleh ke arahku, tatapannya serius. "Axe, kamu pernah suka sama seseorang?"

Aku terkejut dengan pertanyaannya yang tiba-tiba, aku merasakan wajahku mulai memanas. "Suka? Nggak tahu ya," jawabku, sambil memainkan jariku.

Ragen tertawa kecil. "Masa sih? Nggak ada yang menarik perhatianmu gitu?"

Aku menggeleng, mencoba menenangkan perasaan yang tiba-tiba berkecamuk dalam dadaku.

Ragen mengangguk, tapi aku bisa melihat dia memicingkan matanya seakan masih penasaran tentangku. "Nggak apa-apa kok kalau kamu suka sama seseorang, itu wajar."

Aku menunduk sambil memandang batu-batu kecil di tanah. "Tapi... dia bukan seperti orang lain," bisikku.

Ragen terdiam sejenak, mungkin memikirkan apa yang baru saja aku katakan. "Maksudmu?"

Aku mengangkat bahu, berusaha mencari kata-kata yang paling tepat. Aku mencuri pandang pada Mia yang sedang menunduk di sampingku. "Aku nggak tahu... tapi rasanya aneh. Dia selalu ada, tapi aku nggak tahu siapa dia sebenarnya."

Andi menepuk bahuku. "Jangan terlalu dipikirkan."

Aku mengangguk, meski di dalam hatiku aku tahu hal ini cukup menjadi misteri. Mia adalah sesuatu yang berbeda, sesuatu yang aku sendiri tidak bisa memahaminya. Dia selalu ada untukku, tapi setiap kali aku mencoba memahaminya membuatku merasa seperti ada yang hilang.

***

Hari-hari berikutnya, aku dan Ragen semakin dekat. Kaiden dan gengnya sepertinya mulai menjaga jarak, meskipun aku tahu mereka masih memperhatikan kami.

Di sekolah, Ragen sering membantuku dalam pelajaran yang sulit kupahami.
Matematika dan fisika adalah dua pelajaran yang selalu membuatku pusing, tapi Ragen sabar mengajariku. Kami duduk di belakang kelas, jauh dari perhatian guru dan teman-teman lainnya.

"Ini simpel, Axe" kata Ragen sambil menunjuk soal di buku catatannya. "Kamu cuma perlu ingat rumusnya, lalu terapkan ke soal ini."

Aku mengangguk, mencoba fokus pada penjelasannya tapi pikiranku selalu melayang ke tempat lain. Setiap kali aku mencoba konsentrasi, bayangan Mia selalu muncul di pikiranku. Dia duduk di sebelahku, mengamati kami dengan ekspresi tenang seakan dia tahu apa yang aku rasakan.

Saat jam istirahat, kami duduk di bawah pohon besar di halaman belakang sekolah. Mia berdiri di samping, memperhatikan kami dengan tenang. Aku melihat ke arah Ragen, mencoba mencari tahu apa yang dia pikirkan.

"Axe, kamu kelihatan aneh hari ini," kata Ragen tiba-tiba.

Aku mengerjap, khawatir Ragen tau tentang kutukanku. "Nggak kok, aku baik-baik aja."

Ragen memandangku dengan tatapan curiga. "Jujur aja, kamu kayak lagi mikirin sesuatu."

Aku menghela napas, bingung harus mengatakan apa. Aku melirik Mia disampingku, ujung mulutnya tertarik keatas seakan memaksakan senyumnya kemudian menghilang.

"Apa aku benar-benar mencintai hantu itu?" gumamku hampir tak terdengar, hampir seperti bisikan angin.

"Axe?" tanya Ragen sambil menepuk bahuku.

"Tidak ada apa-apa." Kataku sambil memaksakan senyuman.
.
.
.

" Kataku sambil memaksakan senyuman

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
AXETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang