23

3K 351 139
                                    


Spam biar malem update😙











Rumah megah dengan cat dinding dominan putih dan coklat di beberapa bagian menjadi satu satunya hal yang Hanara amati saat ini. Kepalanya mengedar, menelisik sudut demi sudut dari rumah yang menjadi tempat tinggal Zalion. Ia menoleh ke samping dimana lelaki itu bergerak menariknya pada sebuah ruangan yang berada di lantai dua.

Jelas para pekerja berada di beberapa sisi ruangan, melakukan pekerjaannya masing masing tanpa memedulikan keberadaan keduanya sedikit pun. Ah, mungkin terkecuali untuk sosok wanita tua yang memegang kemoceng di Koridor dapur, tampak diam melihat hingga keduanya sampai pada tangga terakhir.

"Disini ruangannya banyak yang kosong, kamarku ada di sudut, Hana. Kamu mau pake yang mana?" suara rendah Zalion keluar menanyakan perihal ruangan yang akan ia tempati.

Sejenak Hanara diam, sembari berfikir mengapa ia bisa dengan mudahnya mengikuti ajakan lelaki ini? Membiarkan tangannya di raih dan di tarik entah kemana. Seolah hal itu adalah hal wajar yang tak perlu ia cemaskan, sedangkan sedari dulu Hanara selalu menjaga jarak pada siapapun.

Hanara hanya sedikit membiarkan hatinya bergerak, tanpa peduli apakah logika di butuhkan di kondisi saat ini?

"Samping aku?" Zalion berhenti di depan pintu ruangan yang berwarna coklat tua itu, ukurannya bahkan dua kali lipat dari pintu tempat tinggal sebelumnya.

Hanara berkedip sebentar, menelan ludah dengan ekspresi kebingungan. Tangannya menyentuh pintu tersebut, melirik Zalion yang mengangguk memberi syarat bahwa ia boleh membukanya.

Tangan lentiknya bergerak mendorong benda tersebut, hingga aroma asing tercium masuk ke dalam hidung. Pandangan Hanara mengedar menatap sekeliling yang cukup menakjubkan.

"D-disini?" Hanara bertanya ragu. Apakah ia boleh menempati tempat sebagus ini?

Zalion tersenyum mengangguk. "Kalo kamu mau, kamu bisa pake." tuturnya.

Hanara menipiskan bibir, berjalan maju memasuki ruangan tersebut. Aroma asing semakin tercium di hidungnya. Hanara menoleh ke belakang dimana Zalion bersender pada pintu menahan tubuh dengan sebelah kaki.

"Ah, kita obatin itu dulu." Hanara mengurungkan niatnya untuk menelisik lebih jauh. Luka Zalion lebih penting saat ini.

Alih alih keluar ruangan, Zalion justru membawa Hanara untuk lebih masuk pada ruangan itu. Mendudukan diri di atas kasur yang cukup untuk di tempati dua orang.

"Dimana obatnya?" Hanara mengedar ke sekeliling.

"Ada di laci bawah." Zalion menujukan laci tersebut dengan dagunya. Hanara mengecek laci dan menemukan kotak P3K yang di butuhkan.

"Sebenernya lebih baik di bawa ke rumah sakit." ia menyarankan hal demikian, tetapi tatap mata Zalion lebih fokus menatap mata Hanara, menelisik ke dalam pandangan gadis itu yang tengah mengobati lukanya.

"Ini jauh lebih baik, Hana." Zalion tersenyum, merasakan setruman kecil di seluruh tubuhnya saat Hanara begitu hati hati mengusap lukanya.

Tak ada jawaban saat Hanara fokus pada kegiatannya, ia menyelesaikan semuanya dengan rapi, mengobati luka Zalion dan luka miliknya.

"Tapi besok cek ke dokter ya, kita gatau kamu ada luka dalem atau engga." katanya, sempat terdiam menyadari bahwa ia menggunakan sebutan yang berbeda, sejak kapan dirinya menyebut lawan jenis begitu lembut?

Zalion menyadari itu, bagaimana Hanara kaget atas dirinya sendiri.

Berdehem sebentar, Hanara menatap mata Zalion yang tertuju padanya.

SCAREDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang