16

6.6K 500 26
                                    

"Hana, tangan aku sakit."

"Hana, bisa bantu aku?"

"Hana, temenin aku."

"Hana, aku demam."

"Hana, bisa suapin aku? Tangan aku sakit, Hana."

"Hana, jangan jauh-jauh."

"Mau kemana Hana? Tolong bantu aku."

"Hana, obatin aku."

"Hana tangan aku berdarah."

"Hana aku jatoh lagi."












"Hana?"

Lagi, Hanara membalikan tubuhnya yang berjalan di koridor. Sorot matanya menatap lurus pada Zalion yang berdiri dengan perban di bagian dahi.

"Mau makan?" Hanara berjalan mendekat, sempat mengelus perban yang sepertinya tidak terlalu rekat di pasang, mungkin akan ia pasang lagi dengan benar nanti siang.

"Pusing, Hana." Suara serak Zalion terdengar lemah hingga membuat Hanara menghela nafas. Zalion menghentikan tangan Hanara yang hendak turun dari dahinya, memegangnya dengan lembut agar terus berada disana.

Hanara menatap gelagatnya diam-diam. Sifat Zalion berangsur berubah seiring berjalannya waktu. Hanara sebenarnya tidak membenci hal itu, akan tetapi ia merasa aneh saja. Hanara terbiasa menjaga jarak dengan lawan jenis, tetapi ia justru mendapati sosok laki-laki yang menempel terus padanya.

"Kenapa jatoh lagi?" Hanara kali ini mulai menarik tangannya. Zalion mengedipkan mata, sejenak menatap Hanara dengan teliti sebelum kemudian tersenyum lebar.

"Lantai rumah di pell basah banget, Na. Aku kepeleset terus jatoh ngebentur meja. Mereka gak ada yang nolong aku ...." ujar Zalion dengan nada sendu.

Hanara menipiskan bibirnya.

Ia merasa empati. Sangat, terlebih nasib keduanya hampir mirip. Hanara dan Zalion sama-sama tidak memiliki peran keluarga, rasanya itu cukup menjelaskan mengapa Hanara mau membantunya.

Saat melihat seseorang terbantu olehnya. Hanara merasa ia cukup berguna, hidup yang sebelumnya selalu pasrah mulai berangsur dengan baik.

Setidaknya Hanara tidak lagi merasa paling sial di dunia.

"Na?"

Suara Laudra terdengar dari belakang. Hanara seketika membalik badan menghadapnya.

Hanara hampir lupa jika Laudra menunggunya di kantin.

"Gue udah nunggu dari tadi." ucap Laudra yang kemudian melangkah lebih dekat. Matanya bergerak melirik Zalion yang memasang ekspresi datar.

Hanara menatap tangannya yang di raih Zalion di belakang, lalu mendongak menatap Laudra yang sepertinya menunggu respon.

"Pusing, pusing banget, Hana." Zalion menubrukan kepalanya pada bahu Hanara. Hal itu terlihat jelas di mata Laudra yang berdiri di hadapan keduanya. Sorot mata yang semula datar menjadi sengit begitu menatap ekspresi yang di lontarkan Zalion pada Hanara.

Kepalan tangan Laudra ia sembunyikan di belakang tubuh.

"Duh, minum obat gak sih, lo?" Hanara sedikit menoleh ke belakang, sempat mengelus kepala Zalion dengan tangan kanannya.

Menggeleng lemah, Zalion melingkarkan tangan kirinya pada pinggang Hanara. "Lemes banget, aku pusing banget." ujarnya lemah.

Laudra menggertakkan giginya diam-diam. Kepalan tangannya semakin menguat memperhatikan kejadian di depan.

SCAREDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang