17

7.4K 537 149
                                    

Hanara membuka plastik belanjaannya tadi sore, sempat mendecak karena melupakan beberapa barang yang seharusnya di beli. Ia beralih mengambil dompet yang kebetulan berada di atas meja, membukanya untuk melihat isi dompet sebelum kemudian mendecak lagi.

Bahkan untuk persediaan minggu depan saja rasanya tidak akan cukup, Hanara perlu mencari pekerjaan lain selain di toko roti. Cukup sulit sebenarnya menjalani hidup seperti ini, tapi apa boleh buat jika ia tidak memiliki pilihan lain.

Menghela nafasnya yang terasa berat, Hanara memutuskan lanjut menaruh barang-barang yang di belinya ke tempat. Mengomel beberapa kali pada dirinya sendiri mengapa selalu gagal mengatur keuangan.

Bagaimana bisa anak seusianya gila-gilaan mencari uang di masa sekolah? Terlebih tanpa peran orang tua, Hanara cukup hebat karena tetap waras di kondisinya yang seperti sekarang.

Meskipun demikian, Hanara cukup bersyukur karena bisa bertahan sampai sekarang.

Meski rasanya sakit.

Benar, bohong jika dirinya mengatakan baik-baik saja. Orang lain tak akan tahu sisi lain Hanara yang selalu menangisi hidupnya setiap malam, merenung dari hari ke hari tentang jalan hidup yang seakan tidak memiliki lanjutan arah yang jelas.

Mengingat bagaimana dulu ia di didik sebaik mungkin di keluarga yang utuh, bahagia tanpa memiliki rasa sakit sedikit pun, kini berbalik menanggung semua kesakitan yang di hadapinya sendirian.

Hanara kadang memiliki harap untuk bisa seperti dahulu, tetapi siapa yang bisa mengubah takdir segampang itu?









Tok... Tok...

Ketukan lirih mengalihkan tatapan Hanara yang termenung, tanpa sadar dirinya menangis beberapa saat. Hanara berdehem sambil mengusap pipinya yang basah lalu berjalan ke depan untuk membuka pintu.

"Hana...."

Mematung di tempat, Hanara menghela nafas yang tersendat beberapa detik.

"Lo kenapa?!" tanya Hanara histeris, bagaimana tidak? Saat ini di depannya terdapat Zalion yang babak belur hampir di sekujur tubuhnya.

Hanara menelan ludahnya masih merasa kaget, tangannya sampai gemetar saat menarik tubuh jangkung yang saat ini tengah terluka itu.

"Siapa yang lakuin ini?" Hanara menuntun Zalion untuk duduk, ia hendak membalik badan untuk mengambil kotak obat namun pergelangan tangannya langsung di cekal hingga mengentikan pergerakannya.

Hanara menatap Zalion yang menatapnya dengan sayu, tubuhnya terlihat begitu lemas dengan luka-luka yang masih segar di tubuhnya.

"Sakit ... sakit banget, Na. Rasanya kaya mau mati...." Zalion menundukkan pandangannya, tangannya masih memegang Hanara.

"G-gue harus gimana? Ah, ayo ke rumah sakit!" Hanara hendak membalik badan lagi akan tetapi Zalion justru semakin menahannya, menarik tangan Hanara hingga Hanara hampir menubruk tubuh lelaki itu.

"Peluk aku, peluk aku, Hana." Zalion mendongak dengan eskpresi lemas.

Hanara menelan ludahnya bingung, sempat melirik ke pintu yang terbuka setengah sebelum kembali menatap Zalion yang menunggunya.

Hanara hanya memeluk untuk menenangkan saja, itu tidak terlalu buruk bukan?

Zalion menarik Hanara untuk duduk di sampingnya, karena masih di landa kebingungan Hanara hanya menurut saja tanpa banyak bicara.

Zalion menatapnya dengan sayu, menelan ludah memperhatikan wajah Hanara di depannya.

Melihat itu, Hanara dengan ragu merenggangkan kedua tangannya, mengundang senyum Zalion yang akhirnya berhambur ke pelukan Hanara.

SCAREDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang