Jika suatu kebetulan merupakan garis awal dari permainan sang benang merah, maka tidak ada kata yang bisa memukul kenyataan untuk mundur. - Eleanor G Elderwine.
•
"Ele!" Lamunan Ele buyar kala suara lembut Arthur mengintrupsi rungunya. Ia lekas bangkit, mengibas-ngibaskan tangannya pada dress merah yang ia kenakan, kemudian menatap Arthur dengan seutas senyum manis. Tangannya pun melambai, "Arthur!"
Ia bisa melihat pria dengan lesung pipit itu tersenyum manis. Berjalan ke arahnya sembari membawa sebuah keranjang rotan yang ditutup dengan kain kotak-kotak berwarna biru putih. "Apa itu?" Tanya Ele penasaran. Arthur memberi isyarat agar Ele mengikutinya. Keduanya duduk pada sebuah batu besar di bawah pohon. Arthur menepuk sisi sebelahnya, lalu dengan pelan Ele duduk setelah merapikan dressnya agar tidak terhempas angin. Anginnya cukup kencang.
"Aku bawakan roti lapis dan beberapa jus buah Berry. Oh iya, kenapa kau pergi ke hutan pagi-pagi seperti ini? Tadi aku menemui Paman Joseph, beliau bilang kau ingin berjalan-jalan sebentar." Ele mengangguk. Ia menerima roti lapis itu kemudian menggigitnya sesuap. Pipinya bulat. Ia mengunyah dengan mulut penuh, membuat Arthur tak kuasa menahan kekehan gelinya. Lucu sekali. "Pelan-pelan saja, makananmh tidak akan kabur."
"Sebenarnya aku sedang banyak memikirkan sesuatu. Semalam, tiba-tiba Yang Mulia Grand Duke memintaku datang ke Vila untuk merangkai bunga Rosemary." Arthur manggut-manggut. "Oh jadi semalam sebelum kita bertemu, kau ke Vila dulu?"
"Bukan! Tapi tengah malam kemarin. Yang Mulia Grand Duke katanya sedang banyak pikiran. Wajahnya memerah sepertinya baru berdebat dengan seseorang. Adam memanggilku ke Vila dan saat datang, tidak ada percakapan antara aku dengan Grand Duke." Bohong! Karena yang terjadi sebenarnya adalah,
Flashback,
"Eleanor." Ele bergeming. Ia kembali menatap Keegan dengan sorot kelam, ciri khasnya. "Ya, Your Highness?"
"Bagaimana pendapatmu tentang, perjodohan politik antar sesama Bangsawan? Haruskah saya melakukannya?" Mendengar pertanyaan itu, Ele sontak saja kebingungan. Ia tak tahu harus menjawab dan bereaksi seperti apa. Yang pertama; pasti akan sangat lancang jika Ele menjawabnya. Kedua; Ia kebingungan menjawab karena bukan berasal dari kalangan Bangsawan. Ketiga; Ia tak akan mungkin mau membuka mulut dengan menasehati seorang Grand Duke. Maka yang ia lakukan hanya menunduk, meremas dress yang ia pakai dan berucap dengan begitu lirih,
"Your Highness, maaf jika saya lancang. Tapi untuk menjawab pertanyaan anda, bukanlah ranah saya. Saya bukan dari kalangan Bangsawan, Your Highness." Jauh di luar perkiraan. Ele pikir Keegan akan marah, namun kenyataannya, pria itu duduk ke sofa. Ia masih menatap Eleanor intens. Pria itu menghela napas berat. Ele bisa mendengarnya dengan jelas dari seberang.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Assembly Of Elderwine
Fantasy"Siapa namamu, Lady?" Pria dengan setelan kemeja putih serta celana bahan itu mengulurkan tangan sembari menekuk kakinya sopan. Membungkuk, menjabat tangan sang puan yang berhasil merebut atensinya selama perburuan. "Eleanor Guinevere Elderwine, and...