The Village Of Elderwine

74 9 1
                                    

Kayu-kayu yang di bakar di dalam tungku perapian terdengar bergemeretak dilahap oleh bara. Udara dingin di Blackwood memang tidak pernah gagal, membuat siapapun merasa enggan keluar rumah akibat desiran angin yang menusuk ke dalam tulang.

"Ele, tolong bawakan beberapa Apel yang ada di keranjang rotan di depan rumah. Ayah ingin membuat selai malam ini." Gadis cantik itu dengan senyum sumringah berlari keluar. Ia menggenggam keranjang rotan berisi beberapa Apel segar itu dengan mata berbinar. Tidak ia hiraukan desiran angin yang menerbangkan helaian surainya. Rasanya dingin sekali, namun kembalinya sang Ayah ke rumah hanya bisa ia jumpai dua minggu sekali.

"Wah Ayah! Ini benar-benar menyegarkan mata!" Ucapnya masih dengan antusias. Namanya, Eleanor Guinevere Elderwine, gadis cantik berusia 23 tahun yang tinggal di sebuah Desa kecil bernama Mykretha. Tepatnya di Selatan Kota Blackwood. El adalah putri dari Joseph Wilfrid, kepala Pengurus perkebunan di Manor Gloryfeld. Setiap dua Minggu, Joseph akan pergi ke Manor untuk bekerja. Terlebih Lusa adalah hari Pertemuan antara dua keluarga besar. Nyonya Mystane—Pemimpin di Manor Gloryfeld, Ibu dari Keegan telah secara langsung meminta Joseph untuk mengurus beberapa hiasan taman dengan bunga yang indah.

Rumah kaca serta Villa disamping Manor pun dirombak bak Taman berbunga yang semerbak harum, juga memanjakan mata. Grand Duke Keegan akan kembali, begitu juga dengan adiknya, Chaerona. Manor sedang penuh dengan kesibukan.

"Lusa, Grand Duke akan tiba di Manor. Sebuah kehormatan karena di Musim ini Ayah bisa bertemu dengannya. Oh iya Ele, tidakkah kau ingin ikut Ayah ke Manor? Usiamu sudah cukup matang untuk lekas mempelajari Pekerjaan yang Ayah lakukan." Sejak kecil, Joseph memang sudah mewanti-wanti Eleanor untuk menggantikan tugasnya, kelak saat ia dewasa nanti. Usia 23 tahun bukan lagi usia muda, dan Joseph ingin putrinya segera belajar.

"Ayah, apa aku tidak akan mengacau jika belajar di hari penting seperti itu?" Joseph menggeleng dengan seutas senyum hangat. Ia mendekati putrinya, sebuah usapan lembut membuat Ele merasa beruntung, lahir dalam keluarga yang penuh dengan cinta dan kasih sayang. "Tentu saja tidak apa. Kau hanya perlu melihat, Ayah tidak mungkin membiarkanmu bekerja di hari pertama kau datang ke Manor."

Mungkin bisa dibilang, kepergiannya mengunjungi Manor adalah hal yang sangat Ele tunggu-tunggu. Selama ini, ia hanya bisa membayangkan serta melihat dari jauh bangunan megah dari Utara itu. Bagaimana rasanya tinggal di Manor? Bagaimana rasanya berkeliling tempat megah dengan banyaknya manusia berpakaian apik dan rapi itu? Bagaimana rasanya menghirup aroma dari cerobong asap yang semerbak saat para Koki membuat makanan. Lalu aroma manis yang begitu pekat dari kue-kue yang pasti setiap hari di adon. Ele tidak sabar.

"Ele mau, Ayah!"

"Baiklah jika begitu, mari kita segera kupas Apelnya agar bisa membuat Selai nanti malam." Eleanor, gadis periang itu mengangguk puas. Sembari menjinjing Apel dengan keranjang rotan itu, ia dengan terampil mengeluarkannya satu-persatu dengan senyuman yang tak luntur sedikitpun. Ia selalu berpikir bahwa Manor adalah tempat yang indah. Setidaknya, ekspektasinya membuat ia begitu bersemangat tanpa tahu apa yang akan menimpa dirinya.

••

Manor Gloryfeld

Kedatangan Keegan disambut luar biasa oleh para Pelayan. Mereka berjejer rapi sekalipun dentingan arloji raksasa pada menara Gloryfeld sudah menggema selama 11 kali. Beruntungnya, mereka berada di Manor jadi tidak butuh alat bantu penerangan apapun sebab Manor memang selalu terang. Berbeda dengan kondisi daerah sekitarnya, Desa-Desa sekitar yang jauh lebih temaram.

"Nyonya datang!" Suara kepala Pelayan–Alderick membuat seluruh yang ada disana membungkuk memberi salam. Nyonya Mystane bahkan menyambut Putranya sendiri. Dengan dibalut jubah berwarna merah beludru, agar dirinya tetap hangat, wanita itu mengulas senyum kala bunyi derap langkah kaki kuda mulai terdengar dekat. Keegan berada dibarisan paling depan, menaiki Osilus yang selalu gagah. "Putraku!" Ucapnya membuat Keegan mengulas senyum hangat.

The Assembly Of ElderwineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang