Princess of Tamerlane

29 5 3
                                    

Kelopak matanya terpejam. Hembusan napasnya terdengar berat. Beberapa kali ia berusaha menahan sesuatu di dalam dirinya yang rasanya sulit sekali untuk dijabarkan. Seorang Putri. Seorang anak Raja dan Ratu. Anak yang hilang. Anak yang disembunyikan. Kehidupannya bagai sebuah kisah dari Negeri dongeng. Legenda. Tapi kenyataannya, ia mengalaminya. Ele merasa dirinya sangat kalut. Kenyataan bahwa Joseph Wilfrid bukanlah Ayah kandungnya. Lalu sang Ibu telah berkali-kali menanyakan apakah Ele bersedia untuk pindah ke Manor Tamerlane.

Ia berusaha mencubit pipinya sekali lagi. Wajahnya, lengannya rasanya sudah merah semua akibat Ele terus berusaha menyadarkan diri dan berharap ini semua hanyalah mimpi. Ia mulai bisa memahami puzzle yang berserakan dalam kehidupannya. Kenapa Ibunya selalu di kamar sendiri dan di urus oleh orang lain. Kenapa Ayahnya tak pernah tidur di kamar yang sama dan justru tetap bekerja di saat Ibunya sakit. Ternyata selama ini, Joseph hanya memberi perlindungan pada sang Ratu. Keduanya saling mencintai pada akhirnya, namun tetap saja, Joseph selalu menjaga diri untuk tidak melampaui batas.

Saat ini, Ele tengah menyendiri. Ia memilih kembali ke Mykretha. Tempat ternyamannya adalah pohon besar yang biasa ia panjat, menjulang di pinggir sungai. Tepat di tengah Hutan, namun bukan Hutan terlarang seperti Losaré. Hutan di Mykretha kebanyakan masih di huni hewan-hewan kecil dan banyak penduduk yang pergi berkebun di sana.

"Eleanor?!" Suara itu membuat Ele lantas bangkit. Ia menatap Roseane, sahabat kecilnya yang melambaikan tangan ke arahnya. Ele pun turun dari sana. Keduanya duduk menggelar tikar sembari memakan rasberry yang dibawa oleh Roseane. Menghadap ke arah sungai yang mengalir dengan air yang begitu jernih.

"Aku sudah mendengarnya. Dari Ibuku!" Ele menghela napas sekali lagi. Ia menatap sahabatnya itu.

"Kau percaya? Kisah hidup yang seperti Dongeng ini? Ini seperti aku baru saja memerankan sosok Putri yang di hilangkan jejaknya. Apa itu mungkin?" Roseane mengedikkan bahunya.

"Mungkin. Karena sejak awal kau dan Ibumu, kalian memang terlalu cantik dan menawan untuk menjadi seorang rakyat biasa. Wajah Ibumu, seperti tidak menua dan luar biasa."

"Kau terlalu banyak membual." Keduanya kemudian berbincang dan tertawa bersama. Semenjak rahasia mengenai siapa dirinya terbongkar, Ele tidak lagi pergi ke Eydrm. Tidak lagi ingin bertemu siapapun yang ada di Manor Gloryfeld. Ele juga mengabaikan surat-surat yang dikirimkan oleh Arthur. Ia tak pernah membukanya.

"Your Grace, Eleanor!" Candaan dua manusia itu terhenti kala sebuah suara berat dengan derap langkah kuda perlahan mulai mendekat. Roseane mengulum bibirnya kemudian menatap Eleanor dengan sorot bertanya-tanya. Yang di tatap hanya mengusap tangannya lembut,

"Kembalilah dulu ke rumah! Aku susul nanti secepatnya!" Roseane mengangguk. Dilihat dari penampilannya, pria ini bukan pria biasa. Bahkan kuda yang ia tunggangi tampak begitu gagah dan menawan. Kuda paling tampan yang pernah Roseane lihat. Begitu Roseane pergi, Ele bangkit dari sana. Ia sesekali mengusap rok bawahnya untuk menghilangkan debu yang menempel.

"Your Highness! Ada keperluan apa sampai seorang Pemimpin Gloryfeld datang untuk menemui saya?" Ele menundukkan kepalanya memberi salam. Sifatnya yang masih tetap sama. Sopan dan sangat berhati-hati membuat sebagian dari diri Keegan sedikit terluka. Padahal sudah jelas Keegan menunjukkan ketertarikannya.

"Aku hanya ingin menemuimu. Tidakkah aku yang seharusnya begitu sopan padamu, Tuan Putri? Bukankah kau Adik Tobias? Untuk apa kau kembali ke Mykretha?" Keegan berdiri tepat di depan Eleanor, ie memegang kedua bahu gadis itu sembari memberi isyarat agar Eleanor menegakkan lagi badannya. Keduanya pun kini berjalan beriringan. Menyusuri sungai yang begitu jernih.

"Saya lebih senang dengan kehidupan saya disini, Your Highness!"

"Cukup Keegan, Tuan Putri. Bagaimana pun juga, kamu adalah Putri Raja Tamerlane." Ele menatap Keegan yang tampak santai dengan ucapan-ucapan yang terlontar dari bibirnya. Keduanya berjalan, berbincang, layaknya seorang teman.

The Assembly Of ElderwineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang