Buku yang semula berada di posisi sejajar dengan dagu dan dalam keadaan terbuka, langsung Zennaya tutup dan diletakkan di atas pahanya yang terpampang jelas lantaran ia mengenakan rok pendek. "Tentang apa?" tanyanya.
***
"Banyak yang mau gue omongin sama kalian berdua. Pertama, kapan kita buat soal ujian kelas? Khail, lo nggak mungkin bikin soal sendirian, kan? Gue nggak mau lo ngerjain sendirian sekalipun lo leader. Gua mau kita diskusi terkait soal ujian kelas. Kedua, gue mau usulin adain kerja kelompok buat menghadapi ujian. Walaupun tinggal beberapa hari lagi, tapi nggak ada kata terlambat. Gue udah bahas ini ke pilar lain dan mereka setuju. Gimana menurut lo?"
Khail masih menulis sesuatu sehingga membelakangi Albiru. "Lo bisa kirim saran lo ke grup. Tentuin aja tempat belajarnya di mana. Gue yakin mereka pasti setuju," perkataan Khail terkesan belum selesai. "Mereka harus setuju sama saran dari ACE," lanjutnya dengan penegasan.
"Oke." Albiru mengeluarkan ponsel dari saku celananya. Dengan cepat jari-jarinya bergerak di atas layar ponsel. "Gue udah kabarin soal belajar kelompok."
"Iya," sahut Khail.
"Terus yang pertama gimana? Terkait soal ujian kelas?"
"Yang mau lo bahas cuma dua masalah itu?"
"Nggak. Ada yang ketiga, yang terakhir."
"Oke, gue bakal dengerin yang ketiga dulu. Baru setelah itu kasih jawaban dari semua pertanyaan lo."
Albiru menganggukkan kepala. "Ketiga, kita harus bertindak terkait masalah angkatan kelas 11. Angkatan kelas 11 ngebully murid kelas 10. Para leader kelas 10 nggak terima teman kelas mereka digituin. Dan mereka malah nyalahin Hetairoi."
"Murid kelas 10 yang jadi korban bully nggak masuk sekolah. Mereka takut mengalami kejadian yang sama lagi. Pikiran mereka jadi kalut. Para leader kelas 10 nggak bisa tinggal diem sama masalah ini karena takut bakal ganggu hasil ujian kelas. Dan takut ada kemungkinan murid kelas mereka keluar dari sekolah dan bakal mengubah peringkat kelas yang sekarang," Zennaya menimpali. "Makanya ada beberapa leader yang labrak gue, mereka minta pertanggungjawaban dari gue." Zennaya mengamati kukunya yang baru saja dihias. Bibirnya melengkungkan senyuman secara perlahan. "Of course, gue nggak peduli sama nasib kelas mereka."
Albiru tidak bisa berkata apa-apa setelah mendengar perkataan Zennaya. Untaian kalimat penuh nasihat yang ingin ia berikan kepada Zennaya hanya sampai di ujung tenggorokan dan langsung lenyap bertepatan ketika ia menelan ludah.
Rasanya percuma saja menasehati Zennaya.
Khail memutar bangku belajar hingga menghadap Albiru untuk pertama kalinya. "Gue bakal kasih jawaban buat kasus pertama dan ketiga secara bersamaan." Khail bangkit dari duduknya, memegang kertas yang ia penuhi dengan tulisan tangannya. "Kalian ikut gue cari angin."
Albiru mengernyitkan kening bingung. Sedangkan Zennaya tersenyum tak sabar. Kemudian ketiganya keluar dari kamar apartemen.
Cari angin yang dimaksud oleh Khail adalah menemui leader Templar atau kelas 10-4, Enzo, di taman apartemen. Di bawah rembulan yang berbentuk bulat sempurna, Enzo sudah menunggu selama sepuluh menit akan kehadiran sang pemegang bidak king yang baru. Mengenakan kaos dan celana bahan selutut, Enzo duduk di ayunan. Matanya tertuju pada tiga murid dari kelas 10-1 atau Hetairoi yang berjalan mendekatinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hetairoi : The King Of Imperium School
Teen FictionHetairoi yang bagaikan angin monsun membawa perubahan besar pada sistem Imperium School; entah untuk mendatangkan bencana atau keagungan. Hetairoi memiliki tujuan menjadi pemegang bidak king Imperium School serta membebaskan Imperium School dari gen...