[13] Buku

78 32 105
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Harap Jangan Plagiasi & Jangan Jadi Pembaca yang Pasif!❤️

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Harap Jangan Plagiasi & Jangan Jadi Pembaca yang Pasif!❤️

Jika kamu suka dengan cerita ini, tolong dukung dengan komen dan vote. Dukungan kecil dari kalian sangat berarti buatku dan bisa memberikan semangat lebih untukku terus menulis. Aku hanya ingin dihargai 🙏, sebagai gantinya aku akan menghargai kalian dengan tidak menggantungkan cerita ini.
Terima kasih! 😊

Besoknya, aku pergi ke toko buku yang hanya berjarak beberapa blok dari rumah sakit

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Besoknya, aku pergi ke toko buku yang hanya berjarak beberapa blok dari rumah sakit. Begitu masuk ke toko buku, aroma kertas dan tinta mulai menyergap di hidungku. Jariku menyusuri deretan buku yang berjajar di rak, sejujurnya aku tidak tau harus membeli buku seperti apa.

Aku tersenyum melihat novel fantasi yang terderet rapi dihadapanku, ada beberapa novel favorit Mia yang terpajang disana. Sontak aku mengingat momen kebersamaanku dengannya, aku rindu saat dia masih berada di sampingku sebagai roh penjaga untukku.

"Cahaya Redup," gumamku pada diri sendiri sambil menghentikan langkahku, membaca judul buku itu. Setelah berpikir keras, aku memutuskan untuk membeli buku tersebut.

Dalam perjalanan pulang, aku hanya diam sambil mengeratkan jacket yang kupakai. "Kok kayak jauh jalannya," gumamku sambil mengusap tengkukku.

Sesampainya di rumah sakit, aku segera mendorong gerbang rumah sakit. Tak menunggu waktu lama, aku sampai ke depan pintu kamar rawat Mia.

"Aku kembali Mia," bisikku pelan di sambil menyentuh kenop pintu.

Aku masuk ke ruangan itu, terlihat Mia sedang terbaring dengan tenang. Monitor di sampingnya berbunyi dengan teratur, meyakinkanku bahwa dia akan kembali sadar.

Aku menggenggam buku itu lebih erat, mengelus pipi Mia yang terbaring. "Apa kabar?" tanyaku pelan.

Aku duduk di kursi yang biasa kutempati, tepat di samping tempat tidurnya. Di tubuhnya, berbagai alat medis terpasang seperti, selang infus yang memasukkan cairan dan nutrisi ke dalam tubuhnya. Monitor yang menampilkan detak jantungnya yang lemah tapi stabil, juga alat bantu pernapasan yang terhubung ke hidungnya untuk membantu Mia bernapas dengan lancar.

Aku mengeluarkan buku yang baru kubeli, kemudian membuka halaman pertama. "Mia," bisikku, sambil menggenggam tangannya yang dingin.

"Aku beli buku baru buat kamu loh. Aku pikir, buku ini cocok untukmu."

Aku mulai membaca dengan suara pelan, mencoba membayangkan bahwa dia mendengarkan apa yang kubaca. Kata demi kata kuucapkan dengan pelan, khawatir jika aku berbicara terlalu keras akan membuat Mia tidak nyaman. Aku tahu ini mungkin terdengar bodoh, tapi bagiku satu-satunya cara untuk tetap terhubung dengannya yang sedang koma dengan cara seperti ini.

Sambil membaca, sesekali aku menatap wajahnya. Aku terus membaca, bercerita tentang kisah yang ada dalam buku sambil mengelus punggung tangannya. Setiap kali aku melihat wajahnya yang pucat, air mata mulai menetes membasahi pipiku.

"Mia," bisikku lagi dengan suara gemetar.

"Aku merindukanmu, senyummu, tawamu, dan semua hal kecil tentangmu."

Aku berhenti sejenak, meremas tangannya dengan lebih erat. "Tolong, bangunlah! Aku nggak tahu harus gimana lagi kalau kamu nggak ada."

Tiba-tiba aku merasakan pergerakan tangan Mia, hampir tidak terasa tapi aku yakin ada pergerakan.

"Mia?" tanyaku dengan suara bergetar.

"Apa tadi?" gumamku hampir tak terdengar.

Tak lama kemudian, perawat masuk untuk melakukan pemeriksaan rutin setiap sore. "Tadi saya merasa, tangannya bergerak sedikit," kataku pada perawat itu.

Perawat itu hanya terdiam sebentar, kemudian memeriksa infus dan monitor. "Tapi dia belum sadar kak, kalau dia benar bergerak berarti ada sedikit kemajuan."

Aku mengangguk, "baiklah."

Tak lama, perawat tersebut segera keluar dari ruangan. Aku menarik kursi lebih dekat ke ranjang, duduk di samping Mia lagi. Jemariku menyentuh tangannya, kemudian menggenggamnya dengan erat.

"Mia, cepatlah sadar," bisikku.

****
Saat malam semakin larut, aku berjalan pulang dari rumah sakit. Angin malam mengibaskan ujung jaketku, terlihat di ujung jalan seorang wanita yang familiar bagiku.

"Loh, itu Alya?" gumamku hampir tak terdengar.

Alya yang berdiri di dekat lampu jalan, menatap dengan tajam ke arah lain. Sontak aku mengikuti arah pandangannya, mataku menangkap seorang pria dengan motor besar dilengkapi jaket kulit yang dikenakannya.

"Alya!" panggilku, tapi dia tidak mendengar.

Aku berjalan mendekat untuk sekedar menyapanya, tapi aku segera mengurungkan niatku. Pria itu menoleh ke arahku, tatapan tajamnya seakan ingin menusukku. Alya melihatku sambil memainkan ujung kaos yang dipakainya. Setelah terdiam sebentar, dia langsung berlari ke arahku kemudian memelukku dengan erat.

"Axe! Kamu di sini!" katanya dengan sedikit gemetar.

Aku mematung ketika mendapatkan respon aneh Alya, tapi kucoba untuk menenangkan diri sambil membalas pelukannya.

"Ini pacarku, Axe," kata Alya dengan nada yang tegas. "Jadi jangan ganggu aku lagi!"

Pria itu hanya mengernyitkan dahinya kemudian mengangguk pelan, menyalakan motornya dan melaju pergi tanpa berkata apa-apa. Begitu pria itu pergi, Alya segera melepas pelukannya dariku.

"Maaf, Axe. Aku... cuma panik tadi," kata Alya sambil menunduk. "Aku tahu, nggak seharusnya ngaku-ngaku kayak tadi."

Aku hanya menatapnya, kemudian tersenyum tipis sambil mengacak-acak rambutnya. "Nggak apa-apa kok," jawabku.

Dia menatapku, seolah ingin memastikan aku tidak marah.

"Nggak masalah Alya," kataku pelan.
.
.
.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 02 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

AXETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang