Emas
"Inikah yang aku bayangkan?" Tanya Martin,
"Seperempat lusin emas murni," jawab Blue, "tapi, dengan syarat, jangan beritahu siapapun!"
Martin berjanji, memeragakan capitan di jarinya sebagai simbol ikatan janji,— hanya mereka yang mengetahuinya,— lalu Martin membawa pulang emas itu di dalam kantong yang diikat benang hijau. Dengan hati senang dan riang, dia melalui halaman rumah Blue dan memasuki area ladang. Di sana, dia melihat seorang pengemis, dia, bersama anaknya laki-lakinya, dan, sepertinya, keduanya bisu ... melihat ini, hati Martin yang sedang berbunga-bunga langsung membuka ikatan kantong dan memberikan satu emasnya. Emas itu tidak terlalu besar dan tidak indah, namun harganya mungkin ratusan.
Pengemis Itu menerima dengan hati gemetar, tangannya kejang saat menerimanya, sedangkan bibirnya kaku dan seperti akan mengucapkan "terima kasih," tapi pengemis itu tidak mampu. Jadi dia berlutut, menghampiri kaki Martin, dan berusaha menciumnya. Menyadari ini, Martin membungkuk dan berusaha menghentikan usaha pengemis itu; lalu, setelah membersihkan pakaian pengemis itu, dia berkata: "berdoalah kepada Tuhanmu agar melindungiku dan saudaraku!"
Dia ingat janjinya kepada Blue: untuk tidak memberitahukan kepada siapapun dari mana ia mendapatkan emas itu,— dan dia merasa seperti seorang Raja!
Dilihatnya kembali pengemis itu, kedua matanya berkaca-kaca. Pengemis itu kembali menunduk, seperti berdoa, lalu dia mengangguk-angguk ...
"itukah cara dia berterima kasih?" Martin bertanya di dalam hatinya.
Tidak lama, Martin bangkit-berdiri, dan meninggalkan pengemis itu ..
Satu minggu berlalu. Martin akan kembali mendatangi kediaman Blue, tetapi bukan untuk meminta emas, melainkan hanya sekedar berkunjung.
Memasuki area ladang, Martin mendapati beberapa pecahan batu yang di cat merah; dia berhenti sebentar dan mengingat, itu adalah tempat di mana seorang pengemis dan anaknya sedang terduduk dan putus asa, dan juga di mana Ia memberikan satu emasnya. Mengingat ini, ia jadi merasakan sensasi lama; sensasi luar biasa, yang menjadikannya seperti seorang Raja ... dianggapnya itu sebagai arus optimis dan kepercayaan bahwa dia akan bangkit menjadi orang terkaya di desa itu, dan tidak hidup sederhana terus-menerus.
Kemudian Ia lanjut berjalan tanpa hambatan hingga sampai di halaman kediaman Blue. Di sana ia melihat rumput-rumput di halaman rumah yang tumbuh subur, tinggi-tinggi, tidak dipotong; sementara rumahnya terlihat kumuh, dengan jendela terbuka dan pintunya yang tampak bobrok dari dalam.
"Aneh sekali, Blue tidak memotong rumputnya." Kata Martin, lirih.
Sampai di depan pintu, ia mengetuk pintunya dua kali dengan kombinasi yang hanya Blue dan Martin ketahui. Tetapi, hampir dua menit sudah Blue tidak segera membukakan pintu. Jadi Martin memanggil namanya sambil mengetuk pintunya dengan kombinasi yang sama. Tetap tidak ada jawaban. Martin terus mengetuknya, hingga, terselip ketukan yang terlalu keras, pintu itu terdorong perlahan ke belakang.
"Tidak terkunci?" Pikirnya—
Ia masuk, mengendap-endap di lorong sambil meneriaki nama sahabatnya; tetapi tiba-tiba bau di rumah itu semakin tidak kentara, menjadi menyengat dan berubah lembab. Setelah itu dia memasuki kamar Blue, berharap Blue di sana dan, mungkin, tertidur, karena pikirannya sudah memikirkan beberapa skenario terburuk di mana Blue terluka atau hal-hal buruk lainnya telah menimpanya. Tetapi saat pintu kamar itu terbuka, di atas kasur Blue, dia justru melihat bongkahan emas— hanya saja tidak berwarna kuning cerah, melainkan berwarna merah temaram dan pekat, berjumlah ratusan atau bahkan ribuan. Dan saat Martin semakin masuk ke dalam dan mendekat, ia justru mendapati dua permata di atas bantal, tetapi bukan itu yang membuatnya sedih dan merintih di saat itu juga. Ini karena, ia juga mendapati jika emas-emas dan dua permata itu telah dikoyak-koyak oleh jutaan belatung! Dan ini membuktikan jika dua permata dan emas-emas itu berasal dari makhluk hidup. [ ]